Tuesday, September 28, 2010

11. Kondisi Sakit adalah Takdir, jika...

Penyakit dalam tubuh, terkadang tidak langsung dirasakan. Tubuh memiliki daya toleransi yang sangat luar biasa. Katakanlah kita mengkonsumsi zat tertentu, yang agak membahayakan tubuh. Tubuh akan dengan cerdas mengakomodasi zat yang masuk tersebut; tubuh berusaha untuk menetralisir, misalnya melalui fungsi ginjal. Dengan mekanisme ini, kita tidak akan langsung divonis mengalami penyakit. Dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mengidentifikasikan bahwa tubuh mengalami gagal ginjal.

Demikian pula penyakit jantung. Seorang perokok tidak langsung didiagnosis mengalami penyakit jantung, saat yang bersangkutan baru mengkonsumsi satu atau dua bungkus rokok. Dibutuhkan ratusan hingga ribuan batang rokok, serta dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menyatakan bahwa kita didiagnosis mengalami penyakit jantung akibat merokok.

Di samping makanan dan rokok, sumber lain yang sering disebut-sebut sebagai sumber penyakit, adalah kondisi stres pikiran. Sebagian orang percaya, bahwa stres pikiran dapat menyebabkan efek negatif pada tubuh. Stres pikiran sebagai sumber penyakit fisik, tidak senyata konsumsi makanan dan konsumsi rokok. Efek stres yang kita alami setiap hari tidak akan langsung menyebabkan kita mengalami penyakit fisik. Dibutuhkan frekuensi dan intensi stressor yang berulang-ulang dan sangat besar untuk membuat kita menjadi sakit fisik.

Saat kita melihat banyaknya fenomena penyakit di lingkungan kita, kita tergoda untuk berpikir bahwa “semua orang pasti akan jatuh sakit”, “si Anu… sudah berusaha menjaga kesehatan… tidak merokok… menjaga makanan…toh masih sakit juga…”, “Si Anu sering merokok dan begadang… toh sehat-sehat saja…”; hingga pada akhirnya kita berpikir, “…kalau begitu hidup biasa-biasa sajalah… makanlah yang mau kita makan…lakukanlah yang kita suka….kalau sakit, ya sakit saja,.. itu toh sudah menjadi takdir… atau sudah ditakdirkan dalam drama…”

Hehehe… Pernyataan terakhir bahwa “kondisi sakit sudah ditakdirkan dalam drama”, boleh saja kita nyatakan benar, dengan catatan…

jika...kita sudah selalu berusaha untuk hidup teratur, membuat pola hidup yang rumit menjadi pola hidup yang sederhana. Pola hidup yang sederhana identik dengan menjaga kesehatan pola makan, menjaga pola berolah raga atau pola aktivitas fisik, dan menjaga pola pikir.

Pola makan dan pola olah raga yang menyehatkan tidak identik dengan makan dan olah raga yang “wahh…” tetapi cukup yang sederhana….Demikian pula, pola berpikir yang sehat, bukanlah berpikir mengenai angan-angan yang muluk, tetapi berpikir mengenai buah pikiran yang sederhana. Buah pikiran yang sederhana adalah buah pikiran yang senantiasa fokus terhadap satu point yang sudah/sedang/akan didapat.