Friday, May 18, 2012

04. Menggambar / Melukis Jalan Hidup

Tahun 80an, zaman-nya Pak Tino Sidin mengisi acara Mari Menggambar di TVRI, semua gambar yang masuk ke meja redaksi, akan dibilang "bagus" oleh beliau.

Efek kata "bagus" yang diucapkan oleh Pak Tino Sidin, mungkin "biasa saja", bagi penonton yang bukan pemilik dari gambar tersebut.

Tetapi coba rasakan bagaimana kalau kita yang memiliki gambar yang dikatakan "bagus" tersebut. Kemungkinan besar timbul emosi positif (baik terhadap hasil karya kita, terhadap suasana pada saat itu, maupun terhadap lingkungan secara umum).

Salut kepada Pak Tino Sidin yang pintar sekali membuat anak-anak (dan orang tua yang menonton) menjadi happyEmosi positif dari kata-kata "bagus" yang diucapkan oleh Pak Tino Sidin membuat kita happy dan kemungkinan membuat kita termotivasi untuk mengulangi kembali kegiatan menggambar.

Walaupun demikian, kata-kata "bagus" terhadap hasil karya, sebenarnya bukanlah satu-satunya yang membuat jiwa berbahagia...

Jiwa yang berbahagia, sudah memiliki emosi positif, sebelum gambarnya dikatakan "bagus" oleh Pak Tino Sidin...(bukan bermaksud mengecilkan makna "bagus" dari Bp. Tino Sidin (alm.), tetapi justru untuk melengkapi teori "efek kata-kata 'bagus'")

Kebahagiaan tidak terletak pada penilaian orang lain atas hasil karya kita;
Kebahagiaan terletak pada proses melukis atau membuat gambar itu sendiri. 

Pada saat kita menggambar bagian yang mudah, kita cenderung menyukainya. 
Pada saat kita menggambar bagian yang sulit,... ??!!?


nah lo....di sini bedanya... antara jiwa yang senantiasa berbahagia dan jiwa yang kadang-kadang berbahagia.

Perbedaan pertama, kadar semangat saat menghadapi bagian gambar yang sulit.

Jiwa yang senantiasa berbahagia akan tetap bersemangat saat-saat menggambar bagian yang sulit;  boleh jadi semakin semangat karena justru menemukan makna di dalam menggambar/melukis bagian yang sulit tersebut.

Jiwa yang kadang-kadang berbahagiaada kalanya bersemangat saat-saat menggambar bagian yang sulit; tetapi ada kalanya menjadi kurang bersemangat saat-saat menggambar bagian yang sulit.

Perbedaan kedua, kadar keheningan saat menghadapi bagian gambar yang sulit.

Saat-saat menggambar bagian yang sulit, jiwa yang senantiasa berbahagia akan semakin masuk dalam keheningan; hehehe... semakin asyik (keasyikan) dengan kegiatan menggambar bagian yang sulit (bagian yang sedang dihadapinya). 

Saat-saat menggambar bagian yang sulit, jiwa yang kadang-kadang berbahagiabelum tentu masuk dalam keheningan; jiwa yang kadang-kadang berbahagia, boleh jadi malahan keluar dari keheningan (baca: muncul pikiran tidak tenang atau pikiran mulai dipenuhi dengan keruwetan/ kesibukan/ keluhan/ ke-ramai-an buah pikiran).

 
Nah... mau pilih menjadi penggambar/pelukis yang senantiasa berbahagia atau yang kadang-kadang berbahagia?  

Saat kita memutuskan mau pilih yang mana... ingat saja bahwa juri dari gambar kita adalah Pak Tino Sidin.... semua gambar "bagus"

Saat menghadapi bagian gambar yang sulit, dan bagian gambar yang mudah.... adalah "bagus" kalau kita tetap bersemangat dan tetap tenang :)

Pernah melihat proses anak-anak saat membuat gambar?

Saat anak-anak membuat gambar, mereka sepertinya tidak memikirkan bagian mana yang mudah dan bagian yang sulit.... yang ada dalam pikirannya hanyalah.... gambar ini untuk papa/mama, nenek/kakek, atau saudaranya.... :) sangat lugu :)

Papa/mama yang menerima gambar tersebut dan mengetahui bahwa gambar tersebut dibuat dengan penuh cinta kasih, akan  mengatakan "bagus" dan mengapresiasi gambar tersebut dengan bertanya lebih lanjut, mengenai: proses, tema, ataupun karakter dari setiap tokoh yang ada di dalam gambar.... 

hehehe...jangan pancing-pancing mereka (anak-anak) dengan pertanyaan "mana yang sulit, mana yang mudah" lho ya.... 

kita boleh membiarkan anak-anak berbahagia dengan gambarnya.... mereka seakan-akan tidak memikirkan mana bagian yang sulit dan mana bagian yang mudah :) 

Dalam pikirannya: menggambar/melukis adalah kegiatan yang menyenangkan... :) setiap gambar adalah "bagus" :)

Gambar Rasa Pratiwi yang selalu "bagus"





Terima kasih atas bimbingan kak Ulil


Wednesday, May 9, 2012

07. Mental sang Juara


Hasil dari suatu pertandingan, selain suasana gembira, adalah kemunculan Juara I, Juara II, dan Juara III.

Banyak penjelasan mengapa jiwa bisa menjadi juara, mulai dari  faktor makanan, kecerdasan, pola pikir, kepribadian, faktor situasi, sampai dengan faktor nasib...hehehe.... 

Untuk kemudahan, kita golongkan saja penjelasan mengenai jiwa menjadi juara adalah karena dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal

Faktor internal berhubungan dengan nilai-nilai yang dimiliki (misalnya, kesabaran, ketekunan, kebahagiaan, dan toleransi terhadap stres); sedangkan faktor eksternal berhubungan dengan sarana dan prasarana (misalnya, uang, kendaraan, kondisi badan, dan lain-lain yang prinsipnya bersifat material).

Nah... rumus sang juara adalah:   

Juara I = 95% dipengaruhi oleh faktor internal, 5% faktor eksternal.

Juara II = 75% dipengaruhi oleh faktor internal, 25% faktor eksternal.

Juara III = 60% dipengaruhi oleh faktor internal, 40% faktor eksternal.

Nah... kalau komposisinya sampai <50% faktor internal; >50% faktor eksternal... mungkin kalaupun juara, hanya juara harapan...maksudnya.... harap-harap juara....atau siapa tahu bisa juara.....hehehe....

Rumusan tersebut hanya simulasi komposisi yang menjelaskan secara sederhana, agar kita mudah memahami bahwa persoalan juara adalah persoalan interaksi antara faktor internal dan faktor eksternal.

Yang sebenarnya ingin disampaikan adalah mengapa sang jiwa bisa juara....

Kita boleh ber-refleksi bahwa jiwa-jiwa yang juara (boleh diinterpretasikan sesuai dengan pengalaman kita masing-masing), sepertinya dipengaruhi sedikit sekali oleh situasi dan kondisi (sikon). Walaupun sikon tidak memungkinkan, walaupun sikon sangat minim, tetap saja jiwa yang juara bertekun dalam latihan atau dalam pembelajarannya

Pepatah yang mengatakan "di mana ada kemauan, di situ ada jalan", mendukung rumusan di atas....  Arti tersirat dari pepatah tersebut adalah "modal yang paling penting adalah faktor internal, faktor eksternal nomor sekian (atau secara ekstrem, faktor eksternal kurang berpengaruh)" 

Apakah rumusan di atas, boleh kita masukkan sebagai salah satu buah pikiran (mental) sang Juara?

Thursday, May 3, 2012

08. Berhubungan Intim dengan Orang Tua

Tulisan ini memposisikan kita sebagai anak. Mengapa?

Di antara kita, mungkin saja ada yang bukan sebagai orang tua; tetapi, di antara kita, tidak ada yang bukan sebagai anak. Di antara kita pasti sedang/pernah pada posisi sebagai anak.
iya kan... :) 

Bentuk hubungan antara anak terhadap orang tua ada lima jenis.

Jenis pertama, hubungan yang diwarnai permintaan. Hubungan jenis pertama ini adalah hubungan yang paling umum dilakukan oleh kita sebagai anak terhadap orang tua. Khususnya saat kita masih kecil-kecil, mungkin kita mengatakan "Pa/Ma minta .... ", "Pa/Ma beliin .... ", "Ma/Pa, saya mau...", dst., dst. dengan sederet permintaan... Mudah-mudahan saat kita sudah besar (nanti), warna hubungan ini mulai memudar atau bahkan tidak ada sama sekali...

Jenis kedua, hubungan yang diwarnai keluhan. Hubungan jenis kedua ini sama banyaknya dengan hubungan jenis pertama. Jika permintaan tidak dipenuhi, biasanya anak kemudian mengeluh. "yahh Mama... yahh Papa...", "Mengapa harus begini Pa/Ma...?" hehehe...jadi inget judul rubrik di Majalah Kartini sekitar tahun 80an... "Oh Mama... Oh Papa..." Keluhan sama dengan "curhat" nggak ya?

Jenis ketiga, hubungan yang diwarnai harapan. Harapan sekilas sama dengan permintaan dan keluhan. Perbedaan harapan dan permintaan: besarnya keinginan untuk dipenuhi; saat kita berharap, keinginan untuk dipenuhi tidak sebesar pada saat kita meminta. Perbedaan harapan dan keluhan: valensi/muatan; saat kita berharap, valensi/muatan lebih positif dibandingkan pada saat kita mengeluh. Risiko dari harapan (berharap) yaitu kadang kita diliputi oleh perasaan cemas.

Jenis keempat, hubungan yang diwarnai pertanyaan (ingin mendapatkan jawaban). Sebagai anak, kita mungkin masih ingat, kita sering bertanya kepada orang tua "itu fenomena apa ya Pa/Ma... ?", "Pa/Ma... bagaimana kalau ....?", "Ma/Pa... setelah tamat SMA nanti, bagusnya masuk jurusan apa ya...?" Jenis hubungan ini mulai netral (tidak diwarnai tuntutan/permintaan, tidak bersifat mengeluh, dan juga tidak berharap banyak kepada orang tua). Orang tua dianggap sebagai konselor niih? Tapi kita perlu hati-hati... hubungan jenis ini (yang diwarnai pertanyaan) kadang terpeleset menjadi hubungan jenis kedua (keluhan) atau jenis ketiga (harapan). (maksudnya netral, mau berdiskusi/tukar pikiran, ehhh... malah mengeluh atau berharap...)
 
Jenis kelima, hubungan yang sama sekali tidak diwarnai permintaan, keluhan, harapan, ataupun pertanyaan. Hubungan jenis kelima diwarnai oleh perasaan kasih (terima kasih) dan keinginan untuk membalas budi baik orang tua. (walaupun kebanyakan orang tua sangat tulus dan tidak tega meminta, mengeluh, bertanya, ataupun berharap kepada kita untuk membalas budi) 

Hubungan jenis kelima, biasanya diwujudkan dengan kebalikan dari keempat jenis hubungan yang pertama.
  1. Bukan meminta kepada orang tua, tetapi memberi kepada orang tua.
  2. Bukan mengeluh (membagi/memberi kesedihan) kepada orang tua, tetapi membagi kebahagiaan kepada orang tua.
  3. Bukan mengharap sesuatu dari orang tua. Tetapi memenuhi harapan orang tua.  
  4. Bukan bertanya mengenai jawaban soal ujian kepada orang tua, tetapi berusaha menjawab soal ujian (bukan ujian nasional lho ya... tapi ujian kehidupan). Mudah-mudahan orang tua senang melihat kita mau berusaha, apalagi mampu berusaha.

Pertanyaan untuk penelitian lebih lanjut (walaupun tidak ada latar belakangnya...) hehehe...
  • Faktor-faktor apa yang memengaruhi jenis hubungan kita dengan orang tua?
  • Apakah tingkat perkembangan moral, memengaruhi jenis hubungan kita dengan orang tua?
  • Siapa yang benar-benar kita anggap sebagai orang tua? (eehhh...emangnya ada, research question dimulai dengan kata-kata siapa...hehehe... ya ada donk... contoh ya itu tadi... coba saja kita lakukan survey kepada seluruh (populasi) umat manusia....siapa yang benar-benar kita anggap sebagai orang tua?)