Thursday, April 19, 2012

08. Waktu Terus Berjalan (di Tempat)

Ada pengetahuan yang sangat sederhana, namun kadang kita abaikan. Pengetahuan mengenai apa? 

Pengetahuan mengenai siklus...

Siklus berasal dari kata cycles (cycle= lingkaran) yang berarti proses yang berulang dengan pola yang sama. 

Hakikat dari siklus adalah "tidak ada awal, tidak ada akhir", "titik akhir siklus sekaligus menjadi titik awal siklus", "apa yang berakhir akan dimulai, apa yang dimulai akan berakhir", jadi "tidak ada awal, tidak ada akhir". Kalau digambarkan, siklus seperti sebuah lingkaran. Lingkaran yang tidak bisa kita lihat, tetapi bisa kita imajinasikan. 

Pengetahuan mengenai siklus yang paling sederhana, yang pernah kita pelajari di SD, adalah pengetahuan mengenai siklus air. Air dari pemukiman penduduk  mengalir ke sungai; dari sungai, air kemudian mengalir ke laut; setelah sampai di laut, air menguap menjadi awan; awan turun menjadi hujan; air hujan sebagian masuk ke dalam tanah/sumur (sebagian langsung masuk ke aliran sungai); dari tanah/sumur, air dimanfaatkan oleh penduduk di pemukiman;  air dari pemukiman penduduk mengalir kembali ke sungai; dari sungai, air kemudian mengalir kembali ke laut; dan seterusnya.... tidak ada awal, tidak ada akhir... 

Sepertinya, setiap benda di muka bumi ini memiliki/mengalami siklus; termasuk badan manusia. Konon, kabarnya badan manusia dibuat dari tanah; dan  akan kembali menjadi tanah (setelah jiwa meninggalkan badan). Secara rasional, melalui proses alam, tanah (setelah berinteraksi dengan air & energi matahari) diproses untuk menjadi bahan dasar badan manusia. Badan manusia, kelak suatu saat, akan diurai kembali menjadi tanah. Setelah itu, tanah diproses kembali untuk menjadi makanan (bahan dasar) badan manusia. Begitu seterusnya.... badan manusia memiliki/mengalami siklus... tidak ada awal, tidak ada akhir...

Nah, bagaimana dengan jiwa? Apakah jiwa juga mengalami siklus?

Berdasarkan teori siklus, sangat beralasan untuk menduga bahwa jiwa juga memiliki/mengalami siklus...Setelah jiwa meninggalkan badan, konon katanya, ada kehidupan lain di "alam sana". Walaupun sebagian dari kita tidak percaya, tetapi sebagian besar dari kita, tentu bisa mengimajinasikan/membayangkannya. 

Pertanyaan bagi kita (terutama setelah meninggalkan badan): Nanti, di "alam sana" jiwa ngapain ya? sibuk atau nganggur? hehehe... kalau nganggur, berarti di "alam sana" kurang banyak lowongan pekerjaan, atau iklimnya kurang mendukung jiwa untuk membuka lapangan pekerjaan :) 

Kalau saja jiwa memiliki/mengalami siklus... kemungkinan besar jiwa tidak nganggur....jiwa akan memasuki tahap berikutnya, berikutnya, dan berikutnya...Dengan kata lain, jiwa tidak akan stag/terdiam di satu titik akhir.... prinsipnya.... titik akhir jiwa adalah titik awalnya (untuk kehidupan lain).... tidak ada awal, tidak ada akhir...

Siklus identik dengan waktu yang terus berjalan....sehingga jika boleh dibuat persamaan, maka persamaanya akan menjadi: Siklus = Waktu

Walaupun kita memiliki batas waktu, tetapi waktu sendiri tidak memiliki batas; waktu tidak mengenal awal dan tidak mengenal akhir...


Pernyataan dan pertanyaan untuk direnungkan:

Jika, ....
waktu bukan siklus, waktu memiliki batas, waktu akan berhenti di suatu saat nanti....?

Teman saya, kak Adoi, pernah berandai-andai.... kalau waktu berhenti selama "sekian detik"....  nahhh... yang "sekian detik" itu kan juga waktu... 

Sulit membayangkan waktu memiliki batas, waktu memiliki titik henti, atau waktu akan berhenti di suatu saat nanti...

Pertanyaan alternatif

Kapan waktu dimulai, kapan waktu berakhir?

Sebelum hari Sabtu adalah hari Jumat; Sebelum bulan Desember adalah bulan November; Sebelum Tahun 0000, tahun berapa ya? Kalau jawabannya adalah tahun -0001, lalu pertanyaannya: sebelum tahun -5000, tahun berapa? (hehehe... tahun -1000 saja ngga' kebayang ??!?)

Nama hari, nama bulan, nama tahun bukanlah prinsip. Setiap budaya bisa saja memberikan nama hari, nama bulan, dan nama tahun yang berbeda-beda.... yang prinsip adalah waktu... waktu akan terus berjalan, dan kita semua ada dalam dimensi waktu yang identik dengan siklus... tidak ada awal, tidak ada akhir...

Pengetahuan mengenai siklus menjadi modal kita memahami skenario kehidupan (dan kematian).

Setiap peristiwa merupakan bagian dari siklus sebelumnya dan merupakan bagian dari siklus yang akan datang :-)

Setiap peristiwa yang kita alami, merupakan skenario yang terbaik dan sempurna (bagi siklus yang akan datang).

Monday, April 9, 2012

03. Jauh di Mata, Dekat di Hati

Ketinggian/kerendahan hati bukan diukur dari permukaan laut. 


Jarak ketinggian/kerendahan hati dari permukaan laut, kurang lebih sama bagi semua orang. 


Kriteria yang membedakan  ketinggian/kerendahan hati, adalah seberapa jauh jarak hati kita dari jarak hati-Nya (Sang Sumber Kehidupan)

Kita asumsikan saja bahwa letak hati Sang Sumber Kehidupan, berada di lubuk hati kita yang paling dalam....

Orang yang rendah hati, kadang mengucapkan permohonan maaf, dengan disertai kata-kata puitis seperti ini, "sudilah menerima permohonan maaf dari lubuk hatiku yang paling dalam"

Pertanyaannya, dimanakah letak "lubuk hati yang paling dalam" ???


Walaupun namanya lubuk hati yang paling dalam, tetapi tempatnya jelas bukan di dalam dada atau di dalam kepala kita. (jangan coba-coba dibuktikan dengan membelah dada atau membelah kepala dengan pisau lho ya :)



Tempat  "lubuk hati yang paling dalam" ada di suatu lokasi yang hanya bisa dibayangkan, dipikirkan, dan diingat. 


Secara fisik, lokasi tersebut sulit dijangkau. Kalaupun dapat dijangkau (dengan bantuan teknologi terkini), untuk mencapainya kita membutuhkan waktu beribu/berjuta tahun cahaya....hehehe.... laama sekaleee :)


Secara non-fisik, dengan pikiran dan ingatan, lokasi tersebut dapat dijangkau hanya dalam waktu 1 detik....

wauw...pikiran kita sepertinya jauh lebih hebat yak dari teknologi NASA :)
bayangkan....mencapai tempat yang sulit terjangkau, hanya membutuhkan waktu 1 detik saja....

yahh, supaya lebih konkret, kita bisa menganalogikannya dengan pepatah yang mengatakan... 
"jauh di mata, dekat di hati...  (di lubuk hati)" hehehe.... 


bagaimana?? seperti orang pacaran jarak jauh ya...., disertai adanya kontak batin...hehehe...


Kembali ke lubuk hati yang paling dalam....

Kalau ibarat ruangan, kondisi ruang/lubuk hati yang paling dalam, boleh jadi sama, atau bahkan melebihi ruangan VVIP. Pernah melihat/mengunjungi ruangan VVIP?


Ibarat ruangan super VVIP, semua fasilitas yang dibutuhkan, sudah tersedia secara lengkap... super lengkap. 
Nah...sebagai konsekuensinya, kita tidak perlu membawa milik kita, ke ruang/lubuk hati yang paling dalam tersebut.


Lho kok tidak perlu...?
yah karena semua yang ada di ruang/lubuk hati yang paling dalam, sudah tersedia dengan lengkap;  
jadi tidak perlu membawa segala sesuatu dari luar yang bersifat milik-ku...


milik-ku tidak ada "artinya" di ruangan/lubuk hati yang paling dalam tersebut...

Hehehe... terkadang sekalipun kita tahu bahwa untuk masuk ke ruang/lubuk hati yang paling dalam tidak perlu membawa apapun milik-ku, tetapi kita masih khawatir menanggalkan milik-ku...

Begini saja....pokoknya, tidak usah cemas, tidak usah khawatir....tenang saja.... relax....
di dalam ruang tersebut, semuanya sudah tersedia... prinsipnya, kalau kita masih membawa milik-ku, justru kita tidak diperbolehkan masuk :)

Jika kita ingin bermain-main atau masuk ke ruang/lubuk hati yang paling dalam, tanggalkan dahulu seluruh milik-ku :) atau sementara serahkan dahulu seluruh milik-ku, untuk ditransformasikan menjadi milik-Mu...

Saat kita menanggalkan semua milik-ku,
Saat semua menjadi milik-Mu,

Saat kita boleh masuk ke dalam lubuk hati yang paling dalam,
Saat kita menjadi rendah hati,
Saat kita mengalami kedekatan hati dengan-Nya :)

Thursday, April 5, 2012

02 & 05. Kain Kafan... atau Kain Kapan...?


Salah satu tujuan kita ada di planet Bumi ini adalah untuk berbuat/melakukan sesuatu bagi orang lain.

Nah, untuk berbuat/melakukan sesuatu bagi orang lain, ada sedikit paradoks yang menggelitik pikiran kita. 

1. Di satu pihak, kita diharapkan untuk peduli kepada orang lain. Peduli artinya memberi perhatian kepada orang lain. Dengan memberi perhatian, artinya kita memiliki kontak/hubungan batin dengan orang lain; dengan adanya hubungan batin, artinya kita paling tidak memiliki sedikit ikatan batin, sehingga tergerak untuk berbuat/melakukan sesuatu bagi orang lain. 

2. Di lain pihak, kita diharapkan tidak terikat dengan orang lain. Tidak terikat dengan orang lain artinya tidak ada ikatan batintidak memikirkan orang lain, ekstremnya tidak memberi perhatian atau tidak peduli kepada orang lain. Lebih ekstrem lagi, tidak tergerak untuk berbuat/melakukan sesuatu bagi orang lain. (karena tidak ada hubungan / sedikit pun tidak ada ikatan)

Jadi yang mana yang kita pilih: peduli kepada orang lain atau tidak terikat (tidak memberi perhatian) kepada orang lain?

Dengan gampang kita sering katakan, yahhh... kita boleh peduli kepada orang lain, tetapi jangan sampai terikat.... 

Kalau saja konsep "terikat" bisa diukur (misalnya, skala 1 - 10), pada skala berapa kita menyatakan "sudah terikat" atau "belum terikat"? 

Menurut penulis, skala 1 pun, sudah menunjukkan ada ikatan, walaupun sedikit.... sedikit banget... :) 

Jadi, sekali lagi, yang mana yang kita pilih: peduli kepada orang lain atau tidak terikat (tidak memberi perhatian) kepada orang lain?

Untuk menjawab mana yang kita pilih, mungkin kita perlu melihat variabel waktu. Ada kala-nya, kita tidak peduli/tidak memberi perhatian kepada orang lain (sedikit pun tidak memberikan perhatian), dan ada kala-nya kita perlu peduli/memberi perhatian kepada orang lain...

Pertanyaan berikutnya adalah, KAPAN...

KAPAN kita tidak peduli (sama sekali tidak terikat) kepada orang lain, dan KAPAN kita perlu memberi perhatian (sedikit terikat) kepada orang lain...

Kapan...?