Thursday, August 15, 2013

06. Katakan “ya” pada Mama / Papa...

Apakah kata “ya” dan “TIDAK”, memiliki fungsi emosi yang berbeda?

Ketika kita berkomunikasi dengan orang lain, mungkin orang lain akan lebih memiliki emosi positif kepada kita, saat kita mengucapkan kata “ya”, daripada saat kita mengucapkan kata “TIDAK”.

Kebalikannya, mungkin ada (sedikit/banyak) perasaan negatif (negative affect) yang dialami orang lain, pada saat kita mengucapkan kata “TIDAK”.

Kata-kata “TIDAK”, memiliki konotasi “penolakan”, penolakan memiliki konotasi “benturan”, dan benturan memiliki konotasi “rasa sakit”. (Apakah pernah bermain bola, dan saking serunya, tanpa sadar saling beradu tulang kering?... wow... Amit-amit Bro...)

Kembali ke topik...

Jadi... apakah kita harus selalu mengatakan “ya”?
hehehe... “ya” tentu “TIDAK” dong...

Untuk situasi dan kondisi tertentu, kita justru harus berani mengatakan “TIDAK”. Misalnya, katakan “TIDAK” pada Narkoba; katakan “TIDAK” pada Korupsi; katakan “TIDAK” pada Perilaku Konsumtif; katakan “TIDAK” pada Penundaan Tugas; dan katakan “TIDAK” pada SEMUA yang efeknya negatif (atau pada SEMUA yang efeknya tidak jelas? hehe...).

Bagaimana, “ya” atau “tidak”?  :-)



Nah... kapan saat yang tepat bagi kita untuk mengatakan “ya”?

Saat kita percaya bahwa orang lain memiliki niat/maksud baik, kita tampaknya boleh yakin untuk mengucapkan “ya”; apalagi pada saat orang lain menyampaikan pandangan/pendapat/usulan atau melakukan konfirmasi, sangat bagus respons kita didahului oleh kata "ya" ("iya")

Mengatakan “ya” berarti percaya pada niat baik orang lain dan mencoba memahami orang lain.

Dengan mengucapkan “ya” kita masuk dalam inti sari yang ada di balik kata-kata orang lain.

Kalau bahasa puitisnya... kira-kira begini nih Bro... “Wahai anak-anak yang manis... hanya jika engkau mengucapkan kata “ya”, maka engkau akan bisa masuk ke dalam hati-Ku... “

Bagaimana, “ya” atau “tidak”?  :-)