Sunday, May 2, 2021

12. Characterizing: The Power of Churning (Proses Pembentukan Karakter: Hasil dari Kegiatan Merenung)

Di mata Orangtua saya, ada tiga level anak-anak dalam menyikapi topik Damai.

Anak-anak level pertama, anak-anak yang senang bertanya/berdiskusi mengenai apa itu konsep kedamaian.

Anak-anak level ke dua, adalah anak-anak yang suka merenungkan/memaknai apa itu konsep kedamaian.

Anak-anak level ke tiga, adalah anak-anak yang sering terlihat dalam kondisi (mengalami) kedamaian.  


Ketiga level anak-anak tersebut semuanya bagus, tetapi Orangtua saya salut jika anak-anak sudah sampai pada level ke tiga.

Tahap bertanya/diskusi/wacana sebenarnya sudah bagus; anak-anak mau bertanya/berdiskusi mengenai apa itu kedamaian. Namun demikian, kondisi damai dalam level ini, seringkali sifatnya sementara atau situasional. 

Orangtua saya memberikan inspirasi mengenai cara/metode; bagaimana agar anak-anak tidak berhenti sampai level bertanya/berdiskusi/wacana mengenai konsep damai; tetapi anak-anak bisa lanjut sampai level mengalami kedamaian / menjadi wujud kedamaian itu sendiri. 


Setelah mencapai level bertanya/berdiskusi mengenai apa itu konsep rajin dan apa itu bahagia, anak-anak berpotensi untuk lanjut pada level merenungkan/memaknai. 

Selanjutnya, melalui penekanan pada level merenung, anak-anak akan sampai pada tahap pengalaman atau memiliki karakter (damai). 


Nahhh... apa itu kegiatan merenungkan (churning)?

Untuk memahami apa itu merenung (churning), bolehlah kita pinjam konsep dari Benjamin Samuel Bloom ya... kita coba pahami bagaimana proses suatu konsep menjadi karakter (characterizing).

Sebelum mencapai tahap characterizing, ada beberapa tahap yang perlu dilalui. Sebelum menjadi karakter, suatu konsep perlu melalui tahap receiving, responding, valuing, dan organizing. (a scaffolding hierarchy of the affective domain related to learning)

Mohon izin Masbro./Mba'sis., tahap "merenung" (merenungkan suatu konsep) saya setarakan dengan tahap valuing

(tahap receiving & responding setara dengan tahap wacana/bertanya/berdiskusi; tahap organizing dan characterizing setara dengan tahap memanfaatkan/mengelola/mengalami/menginternalisasi) 


Apa yang terjadi pada tahap valuing

Pada tahap ini, kita mendapatkan jawaban atas pertanyaan apa pentingnya atau apa akibat perasaan damai (merasakan kedamaian)? 

Pada saat merenung, kita akan menemukan berbagai jawaban, hingga kita dapat memaknai apa itu damai. 


Yuk, kita bersimulasi mengenai kondisi merenung. 

Saat merenung, bertanyalah pada diri sendiri: mengapa damai itu penting? apa arti kedamaian bagi saya? 

Saat kita hanyut dalam perenungan, beberapa jawaban seperti di bawah ini akan sangat mungkin muncul, misalnya: 

  1. Ketika saya merasakan kedamaian, maka saya akan bisa fokus terhadap apa yang menjadi target saya hari ini, saya akan bisa fokus terhadap hal-hal yang perlu saya selesaikan;
  2. Kalau saya berhasil menyelesaikan target / tugas, maka keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge), atau kemampuan (ability) saya akan semakin meningkat
  3. Kalau saya punya skillknowledge, dan ability, maka saya bisa ditawarkan pekerjaan, saya bisa dipromosikan, atau saya bisa menciptakan peluang kerja
  4. Kalau saya memiliki pekerjaan atau bisa menciptakan peluang kerja, maka saya akan memiliki penghasilan (income);
  5. Kalau saya memiliki income, maka saya akan bisa memberikan sesuatu / membantu / berkontribusi kepada lingkungan (Orangtua, Saudara/Kerabat, Rekan-rekan, dsb.);
  6. Kalau saya bisa membantu / berkontribusi kepada lingkungan, saya akan merasa bahagia
  7. Kalau saya merasa bahagia, maka tubuh fisik saya akan menghasilkan hormon Dopamine dalam jumlah optimal;
  8. Kalau tubuh saya menghasilkan hormon Dopamine, maka pencernaan saya akan lebih lancar, daya tahan tubuh menjadi lebih baik, saya menjadi lebih bertenaga, saya menjadi lebih bersemangat;
  9. Kalau tubuh saya menghasilkan hormon Dopamine dengan jumlah cukup (optimal), risiko terhadap berbagai penyakit (seperti Parkinson's diseaseSchizophrenia, dan ADHD [attention deficit hyperactivity disorder]) setidaknya menjadi berkurang;  
  10. Kalau tubuh saya menjadi lebih sehat, terhindar dari berbagai penyakit, maka saya dapat beraktivitas dengan baik;
  11. Kalau saya dapat beraktivitas dengan baik, maka saya akan banyak memiliki kesempatan untuk melakukan perbuatan baik / menabur kebaikan;
  12. Kalau saya banyak menabur perbuatan baik, maka saya akan... dst. ... dst


Demikianlah simulasi dari proses merenung yang identik dengan proses memaknai (valuing).


Tapi Bro., proses di atas hanya simulai, sebenarnya masih pada tataran wacana / diskusi...

Nah untuk benar-benar masuk ke dalam proses merenung, Orangtua saya menambahkan satu tips, Bro..

Inget-inget ya Mas Bro. / Mba' Sis.:

....agar proses perenungan berjalan dengan baik, kita butuh kondisi introvert,... 


Kondisi intovert itu nggak bisa ditawar-tawar Bro. and Sis., hanya dengan kondisi introvert, proses memaknai (valuing) dapat terjadi secara efektif.  Hehehe... tahan/kuat kan Bro. dalam kondisi introvert? 😇 (duduk hening [sit in silence] seperti seorang Yogi yang sedang ber-Yoga / ber-Meditasi)

Kegiatan "merenung" ibarat kita sedang mencerna makanan. Hanya jika makanan dicerna, maka makanan akan menghasilkan energi. Jika makanan hanya dibicarakan/didiskusi/diwacanakan, makanan tersebut belum bisa ditransformasi menjadi energi. 

Energi membuat kita bertenaga atau memiliki kekuatan (power). Energi membuat kita bisa melakukan transformasi, dari level diskusi/wacana ke level pengalaman (experience).   

yuk Mas Bro./Mba' Sis., kita bereksperimen... barang sejenak meluangkan untuk merenung dalam kondisi introvert... tingkatkan kegiatan diskusi kedamaian menjadi kegiatan mengalami kedamaian...