Sunday, December 19, 2021

04. Semakin Tinggi Pangkat, Semakin ....

Sering kali kita melihat tanda-pangkat di bahu pakaian seorang tentara/polisi...

Tanda-pangkat umumnya berupa garis, berupa bunga, berupa bintang...

Semakin banyak jumlah garis, semakin banyak jumlah bunga, atau semakin banyak jumlah bintang, semakin tinggi pangkat/tingkatannya...


Jumlah tanda-pangkat minimal adalah satu dan jumlah maksimal adalah empat... jarang-jarang kita melihat jumlah tanda-pangkat lebih dari empat, walaupun ada (seperti jenderal bintang 5)

Apa sih makna jumlah garis 1, garis 2, garis 3, garis 4?


Hari ini, Orang Tua saya memberikan inspirasi bahwa diri kita secara alami memiliki tanda-pangkat. Tanda-pangkat tersebut tampak di dahi masing-masing; bukan di bahu pakaian, Bro...

Nah... coba lihat tanda-pangkat / kerutan garis di dahi kita masing-masing.... hehehe... jumlah kerutan garis di dahi adalah tanda-pangkat alami, Bro...

Semakin banyak kerutan garis di dahi, (seharusnya) semakin senior, (seharusnya) semakin wise dalam menjalani kehidupan... semakin tinggi pangkatnya...


Lalu, apa makna dari kerutan setiap garis tersebut?

Kerutan Garis 1: Sebagai tanda awal yang menyadarkan bahwa kita sudah hidup untuk sekian lama sejak kelahiran lho... 

Kerutan Garis 2: Tanda yang menunjukkan bahwa kita perlu mensyukuri karunia / cinta kasih / pemeliharaan yang telah kita terima selama ini dari Tuhan, dari Orang Tua, dari Alam Semesta, dari semua unsur kehidupan yang ada di sekitar kita. 

Kerutan Garis 3: Tanda bahwa kita banyak berpikir; kita senang memikirkan pengetahuan/keterampilan untuk perjuangan hidup ini; atau tanda bahwa kita senang studi / belajar dari kehidupan ini.

Kerutan Garis 4: Tanda bahwa kita perlu melakukan pelayanan demi kebahagiaan berbagai pihak: bagi diri sendiri, orang lain, makhluk hidup, dan bagi alam sekitar. Pelayanan yang membahagiakan adalah pelayanan tanpa ego, tanpa sifat buruk, dalam bentuk halus/tersamar tanpa wujud.


Di antara keempat garis tersebut, garis mana yang paling penting? 

Jawabannya adalah Garis 1. Saat kita melihat Garis 1, (mudah-mudahan) kita mulai menyadari perjalanan hidup yang telah kita lalui sejak kelahiran. 

Ibarat baru terbangun dari tidur, lalu kita melihat kaca. Ketika melihat kerutan Garis 1 di dahi; kita mulai menyadari (bertanya) kepada diri sendiri: kapan dan sudah berapa lama saya lahir? sudah berapa lama saya hidup?  

Ibarat baru terbangun dari tidur.... setelah terbangun ada dua pilihan: (a) tidur lagi? atau (b) lanjut dengan perasaan happy/senang/bersyukur? lanjut dengan semangat/aktivitas studi, dst. hingga naik pangkat... 

Sunday, October 10, 2021

08. Closeness Will Bring Success Close (Kedekatan akan Membawa Sukses semakin Dekat)

Orangtua boleh senang melihat tanda-tanda kesuksesan yang ditunjukkan oleh anak-anaknya. 

Mulai sejak anak-anak masih kecil, orangtua boleh senang (puas) melihat tanda-tanda kesuksesan yang ditnujukkan oleh anak-anaknya. 

Senang (puas) tidak perlu menunggu jika anak-anak sudah besar nanti; jika anak-anak sudah mencapai cita-citanya, jika mereka sudah tamat sekolah, jika sudah dapat pekerjaan, jika sudah memiliki posisi, jika sudah kaya, jika sudah pensiun, atau tidak perlu menunggu jika kita sudah meninggalkan (badan) 😄   

Senang (puas) sebagai orangtua boleh dimulai saat ini atau ketika kita melihat tanda kesuksesan yang ditunjukkan oleh anak-anak. 

Apa tanda-tanda yang ditunjukkan oleh anak-anak yang akan sukses?

Setidaknya, ada tiga tanda yang ditunjukkan oleh anak-anak yang akan sukses, yaitu:

02. Anak-anak memiliki cinta dalam melakukan pelayanan. Pelayanan dimulai dari hal-hal kecil, misalnya: membantu orang tua membersihkan tempat tidur, membantu orang tua membersihkan ruangan, membantu orang tua membuat makanan, dll. Anak-anak yang menunjukkan sikap pelayanan (service), tanpa mengeluh, diprediksi akan memiliki kesuksesan di masa depan. Hidup ini adalah pelayanan. Jadi, jika anak-anak sudah menunjukkan sikap bersedia melayani (service) sejak kecil, kita sebagai orangtua boleh senang. 

04. Anak menunjukkan rasa senang saat menekuni suatu kegiatan; anak menyukai belajar suatu pengetahuan / keterampilan. Anak-anak yang senang dalam mempelajari (apapun), diprediksi akan memiliki kompetensi (pengetahuan / keterampilan). Penguasaan terhadap suatu kompetensi adalah dasar kesuksesan di masa depan. Semakin banyak kompetensi yang dimiliki anak-anak, semakin besar kemungkinan mereka menjadi lebih percaya diri dan berinisiatif. Kepercayaan diri dan inisiatif adalah penyerta dari kesuksesan. Jadi sebagai orangtua, jika kita melihat anak-anak tekun dan menyukai belajar sesuatu, bolehlah kita senang melihat tanda ini. 

06. Anak menunjukkan kemampuan menyesuaikan diri atau mudah bekerjasama (cooperative). Dalam setiap setiap proyek/pekerjaan besar, yang dibutuhkan bukan saja kompetensi teknis dari setiap anggota tim; tetapi hal yang juga sangat dibutuhkan adalah kemampuan dan kesediaan menyesuaikan diri. Terbayang... ketika melihat suatu hasil proyek/pekerjaan besar (bangunan bersejarah, karya teknologi, international event, dll.), dibalik proyek/pekerjaan besar tersebut, tersirat keistimewaan (kompetensi teknis) dari setiap orang yang turut serta dalam proyek/pekerjaan tersebut. Jadi, jika kita melihat anak-anak sedang bekerja sama dengan teman-temannya, dan berhasil menyelesaikan suatu tugas/pekerjaan, bolehlah kita bersenang hati. Kita sedang melihat tanda-tanda kesuksesan pada anak-anak. 

Nah.., sebagai orangtua, jika kita melihat anak-anak menunjukkan: (02) cinta kasih dalam membantu tugas-tugas rumah tangga; (04) kesenangan dalam belajar/menekuni sesuatu; dan (06) penyesuaian diri dan sikap bekerjasama dengan teman; bolehlah kita bersenang dan memprediksi bahwa anak-anak akan sukses.  


Lalu, apa yang membuat anak-anak menunjukkan ketiga hal tersebut (02, 04, & 06)?

Jawabannya adalah: Kedekatan orangtua dengan anak-anak 👪

02. Kedekatan/kebersamaan orangtua dan anak, menjadi awal anak bersedia memberikan pelayanan menyelesaikan tugas-tugas rumah tangga.

04. Kedekatan/kebersamaan orangtua dan anak, menjadi pintu masuk orangtua mengkondisikan anak-anak senang dalam mempelajari/menekuni suatu keterampilan.  

06. Kedekatan/kebersamaan orangtua dan anak, menjadi pengalaman (pertama) anak-anak memiliki teman yang baik dan belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan. 

Kedekatan orangtua dengan anak-anak, membawa sukses orangtua dan anak, semakin dekat.

Sunday, September 26, 2021

12. Kompetensi Kerja berbasis Nilai-nilai Kehidupan

Suyasa (2010) pernah membuat pemetaan kompetensi kerja berbasis nilai. Menurut Suyasa, jumlah jenis kompetensi, mirip dengan banyaknya jumlah bintang di langit... buanyak banget... coba hitung.... berapa hayo?

Sebanyak-banyaknya bintang di langit, kita bisa kita kelompokkan menjadi 12 zodiak. (berdasarkan pola bentuk/kedekatan) 

Demikian pula jenis kompetensi kerja, sebanyak-banyaknya jenis kompetensi kerja, bisa kita kelompokkan menjadi 12. Dasar dari usaha pengelompokkan jenis kompetensi adalah Nilai-nilai Kehidupan (yang juga kalau dikelompokkan berjumlah 12). 


Berikut adalah 12 jenis kompetensi berbasis Nilai-nilai Kehidupan (sebagai updated Suyasa, 2010):


No. Nama Kompetensi ~ Nama Nilai Kehidupan


01. Information Seeking ~ Respect

02. Customer Service ~ Love

03. Impact & Influence ~ Humility

04. Technical Expertise ~ Happiness

05. Analytical Thinking ~ Freedom

06. Relationship Building ~ Cooperations

07. Achievement Orientation ~ Responsibility

08. Conceptual Thinking ~ Unity

09. Self-Confidence ~ Honesty

10. Flexibility ~ Tollerance

11. Concer for Order, Quality, and Accuracy ~ Simplicity

12. Leaderhsip ~ Peace

Sambil membaca ulang kompetensi di atas, coba kita renungkan: 

  • mengapa bintang-bintang di langit yang begitu banyak, dikelompokkan menjadi 12?
  • mengapa nilai-nilai kehidupan yang begitu banyak, dikelompokkan menjadi 12?
  • seberapa perlu mengelompokkan jumlah kompetensi yang terlalu banyak menjadi 12?

05. Isi Diskusi Para Psikolog sebelum Melakukan Asesmen: Apa Perbedaan Potensi dan Kompetensi?

Kompetensi vs. Potensi ?

Wahhh ini dua kata sering banget menjadi bahan diskusi di antara para praktisi psikologi (khususnya para psikolog yang sering melakukan kegiatan asesmen).

Menurut Rekan Psikolog pertama: potensi belum berupa perilaku; sedangkan kompetensi sudah berwujud perilaku. Misalnya: kompetensi analytical thinking atau kemampuan menganalisis; menurut rekan psikolog pertama, oleh karena kompetensi individu dalam menganalisis sesuatu merupakan hal yang tidak terlihat bentuk perilakunya (sulit dilihat atau sulit diobservasi); maka kompetensi menganalisis belum dapat dikatakan sebagai kompetensi; kompetensi menganalisis hanya bisa dikategorikan sebagai potensi. 

Menurut Rekan Psikolog ke dua: potensi dan kompetensi dibedakan berdasarkan metode asesmen yang digunakan; potensi diukur dengan menggunakan alat-alat psikotes tradisional (paper & pencil); sedangkan kompetensi diukur menggunakan metode wawancara dan observasi, dengan metode unjuk perilaku, presentasi, dokumen portofolio, dll. Lebih lanjut menurut rekan psikolog ke dua: perbedaan potensi dan kompetensi berdasarkan metode ini, perlu format psikogram yang berbeda.... Di sebelah kiri adalah format/tabel psikogram untuk hasil pengukuran/asesmen potensi, dan di sebelah kanan adalah format/tabel psikogram hasil pengukuran/asesmen kompetensi...

Menurut Rekan Psikolog ke tiga: potensi dan kompetensi dibedakan berdasarkan istilah yang digunakan; istilah yang digunakan untuk menyebut potensi adalah aspek psikologis: ketelitian, kerapihan, kesukaan terhadap detil, dll. Sedangkan, sebutan/istilah yang dipakai untuk menggambarkan kompetensi adalah: concern for order, quality, and accuracy (COQA). Ibarat ilmu pengukuran kompetensi adalah psychological construct yang akan diukur/diperiksa, sedangkan potensi adalah sub-dimensi atau sub-component dari psychological construct yang akan diukur/diperiksa.


Hehehe.... banyak versi ya... dari kata kompetensi vs. potensi, ternyata menghasilkan Psikolog yang banyak versi Bro.. 

Mohon izin nimbrung dan ikutan sumbang saran / berpendapat ya Mba' Sis. / Mas Bro. (supaya variasi Psikolog semakin banyak 😂)


Yuk, sebelum nimbrung sumbang saran, kita coba kita lihat dahulu definisi potensi dan kompetensi menurut  KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), serta menurut Merriam-Webster Dictionary.


Menurut KBBI

Definsi potensi adalah: (a) kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan; (b) kekuatan; (c) kesanggupan; (d) daya. (https://kbbi.web.id/potensi)

Sedangkan definisi kompetensi adalah: (a) kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan sesuatu); (b) kemampuan menguasai gramatika suatu bahasa secara abstrak atau batiniah. (https://kbbi.web.id/kompetensi)


Menurut Merriam-Webster Dictionary...

Definisi potency adalah: (a) FORCE, POWER; (b) the quality or state of being potent; (c) the ability or capacity to achieve or bring about a particular result; disamakan dengan istilah: energy, force, might, power, puissance, strength.(https://www.merriam-webster.com/dictionary/potency#synonyms)

Sedangkan definisi competency adalah: (a) possession of sufficient knowledge or skill; (b) legal authority, ability, or admissibility; disamakan dengan istilah: ability, capability, capableness, capacity. (https://www.merriam-webster.com/dictionary/competency#synonyms)


Nah.... lalu bagaimana?; Menurut Mas Bro. bagaimana?


Potensi (Potency)

Potensi adalah: kemungkinan/peluang, kesanggupan/daya untuk berkembang. (sedikit mengambil potongan kata dari KBBI)

Potency adalah: state of being potent atau capacity (daya) to achieve or bring about a particular result. (sedikit mengambil potongan kata dari Merriam-Webster Dictionary)

Berdasarkan definisi tersebut, potensi (potency) adalah keterangan mengenai sesuatu bahwa sesuatu tersebut memiliki peluang, kapasitas, atau daya untuk berubah; berubah ke arah (result) tertentu; umumnya ke arah yang lebih tinggi tingkatannya. 

Misalnya: potensi individu dalam bermain piano; potensi individu dalam menari ballet; potensi invdividu dalam pengetahuan/keterampilan matematika. 

Artinya: Individu berpeluang (memiliki kapasitas/daya) untuk menjadi lebih baik dalam bermain piano, berpeluang menjadi lebih baik dalam menari ballet, atau berpeluang menjadi lebih baik dalam mengerjakan soal matematika. 

Sekali lagi, penekanan potensi (potency) adalah pada peluang untuk mencapai hasil tertentu (umumnya hasil yang lebih baik).


Lalu, Kompetensi itu opo rek?


Kompetensi (Competency)

Kompetensi adalah: kemampuan / penguasaan individu terhadap sesuatu. Jika individu memiliki kemampuan, atau penguasaan terhadap pengetahuan / keterampilan tertentu, maka ia bisa mendapatkan kewenangan terkait dengan kemampuan tersebut. (sedikit mengambil potongan kata dari KBBI)

Competency adalah: kondisi di mana individu memiliki pengetahuan/keterampilan dengan kadar tertentu (possession of sufficient knowledge, skill, ability). Dengan adanya kompetensi, individu memiliki otoritas (authority). (sedikit mengambil potongan kata dari Merriam-Webster Dictionary)

Berdasarkan definisi tersebut, kompetensi (competency) adalah keterangan mengenai kondisi yang dimiliki individu; bahwa di dalam diri individu terkandung suatu jenis pengetahuan / keterampilan dengan kadar tertentu. Kadar yang tercukupi dari suatu jenis pengetahuan dan keterampilan, membuat individu punya otoritas (wewenang) dalam bidang yang relevan/terkait dengan jenis pengetahuan dan keterampilan tersebut. 

Misalnya: Individu / seorang alumni fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam (FMIPA) jurusan matematika (seharusnya) memiliki kompetensi matematika. 

Artinya: Individu tersebut (seharusnya) memiliki jenis pengetahuan dan keterampilan di dalam bidang matematika dengan kadar tertentu. Jika kadar pengetahuan dan keterampilan matematika individu tersebut tergolong tinggi, maka individu tersebut boleh jadi mendapatkan otoritas / wewenang untuk mengajar matematika di sekolah tertentu. 

Penekanan kompetensi (competency) adalah pada kadar pengetahuan dan keterampilan individu pada jenis bidang tertentu


Jadi, potensi dan kompetensi ada bedanya, Mas Bro.?

Ada bedanya Mas Bro./Mba' Sis., tetapi BUKAN seperti empat pendapat umum yang menyatakan bahwa:

1. Potensi belum berupa perilaku, sedangkan kompetensi sudah berwujud perilaku; potensi berupa perilaku yang belum terlihat, sedangkan kompetensi dalam bentuk perilaku yang terlihat; 

2. Potensi diukur dengan menggunakan alat-alat psikotes tradisional (paper & pencil); sedangkan kompetensi diukur menggunakan metode wawancara dan observasi, presentasi, dokumen portofolio, dll;

3. Format psikogram untuk menggambarkan hasil pengukuran potensi: sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi; sedangkan format psikogram untuk menggambarkan kompetensi adalah berupa uraian evidence perilaku, lalu disimpulkan tinggi, sedang, rendah. 

4. Potensi identik dengan aspek-aspek psikologis (sub-dimensi), sedangkan kompetensi identik dengan sebutan psychological contruct yang bersifat global (uni-dimensi).


Menurut penulis, perbedaan potensi dan kompetensi ada pada empat dimensi berikut ini:


1. Dimensi 1: vertical vs. horizontal.

- potensi: peluang (kapasitas/daya) untuk berubah (menjadi meningkat / menjadi lebih baik); cara pandang (perspektif) bersifat vertical: perubahan/peningkatan suatu jenis pengetahuan dan keterampilan dari kadar rendah ke tinggi. 

- kompetensi: jenis pengetahuan dan keterampilan individu pada bidang tertentu; cara pandang (perspektif) bersifat horizontal: jenis-jenis pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki individu.


2. Dimensi 2: dinamis vs. statis/status.

Potensi ~ Dinamis

- potensi: objek (pengetahuan & keterampilan) bersifat dinamis; potensi terkait dengan peluang perubahan kadar suatu jenis pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki individu. Berapa banyak tingkat pengetahuan bisa bertambah, berapa banyak tingkat keterampilan bisa bertambah. 

Secara ringkas, potensi terkait dengan berapa banyak kadar pengetahuan dan keterampilan individu bisa berubah/berkembang; semakin banyak kadar pengetahuan dan keterampilan yang bisa berubah/berkembang, semakin besar potensi yang dimiliki. 

Misalnya

Siswa A; kadar keterampilan matematika individu sebelum pelatihan/kursus = 6, kadar keterampilan matematika setelah pelatihan berubah menjadi = 7. Potensi Siswa A = 7 - 6 = 1.

Siswa B; kadar keterampilan matematika individu sebelum pelatihan/kursus = 4, kadar keterampilan matematika setelah pelatihan berubah menjadi = 7. Potensi Siswa B = 7 - 4 = 3.

Potensi Siswa B (3) lebih besar dibandingkan Potensi Siswa A (1).


Kompetensi ~ Statis ~ Status

- kompetensi: objek (pengetahuan & keterampilan) bersifat statis; jenis kompetensi identik dengan skala nominal yang menyatakan pengetahuan apa, keterampilan apa; kadar kompetensi identik dengan skala ordinal/interval yang menyatakan seberapa tingkat pengetahuan, seberapa tingkat keterampilan (pada saat diukur). 

Secara ringkas, kompetensi terkait dengan jenis pengetahuan/keterampilan yang dimiliki individu dan berapa banyak/tingkat pengetahuan/keterampilan individu pada saat dilakukan pengukuran.

Misalnya:

Siswa A; kadar pengetahuan / keterampilan matematika individu = 6. 

Siswa B; kadar pengetahuan / keterampilan matematika individu = 4. 

Dalam bidang Matematika, kompetensi Siswa A lebih tinggi dibandingkan kompetensi Siswa B.


3. Dimensi 3: prediksi masa depan vs. kondisi saat ini.

Potensi ~ Prediksi Masa Depan

- potensi: umumnya dihubungkan dengan perkiraan terkait dengan prediksi masa depan. 

Misalnya

Siswa A (Kelas 6) diberikan tes matematika dengan level yang lebih tinggi  daripada level/kelas saat ini (Kelas 7). Dari hasil tes matematika, Siswa A (Kelas 6) mampu mengerjakan tes matematika dengan level yang lebih tinggi (Kelas 7).

Artinya: Siswa A yang saat ini Kelas 6, jika naik ke level/kelas yang lebih tinggi (Kelas 7), maka Siswa A diprediksi bisa/mampu mengikuti pelajaran di level/kelas yang lebih tinggi (Kelas 7).


Siswa B (Kelas 4) diberikan tes matematika dengan level yang lebih tinggi  daripada level/kelas saat ini (Kelas 7). Dari hasil tes matematika, jika Siswa B (Kelas 4) mampu mengerjakan tes matematika dengan level yang lebih tinggi (Kelas 7), maka Siswa A bisa mengikuti pelajaran di level/kelas yang lebih tinggi (Kelas 7).

Artinya: Jika Siswa A yang saat ini Kelas 4 (loncat) naik ke level/kelas yang lebih tinggi (Kelas 7), maka Siswa B diprediksi bisa/mampu mengikuti pelajaran di level/kelas yang lebih tinggi (Kelas 7).



Kompetensi ~ Kondisi Saat Ini 

- kompetensi: umumnya dihubungkan dengan kondisi pengetahuan dan keterampilan yang sudah dicapai sampai dengan saat ini. 

Misalnya

Siswa A (Kelas 6) diberikan tes matematika yang berisi kompetensi (pengetahuan & keterampilan) yang seyogyanya wajib dikuasai oleh siswa level/kelas 6.  

Artinya: Jika Siswa A yang saat ini Kelas 6 mampu mengerjakan tes/soal matematika level/kelas 6, maka Siswa A dinyatakan sudah layak, kompeten/mampu. Jika Siswa A yang saat ini Kelas 6 hanya mampu mengerjakan tes/soal matematika selevel/sekelas siswa kelas 4, maka Siswa A dinyatakan belum kompeten sebagai siswa level/kelas 6.


Siswa B (Kelas 4) diberikan tes matematika yang berisi kompetensi (pengetahuan & keterampilan) yang seyogyanya wajib dikuasai oleh siswa level/kelas 4.  

Artinya: Jika Siswa B yang saat ini Kelas 4 mampu mengerjakan tes/soal matematika level/kelas 4, maka Siswa B dinyatakan kompeten/mampu; walaupun Siswa B hanya mampu mengerjakan tes/soal matematika level/kelas 4, Siswa B (Kelas 4) tetap dinyatakan kompeten.



4. Dimensi 4: to change / to be vs. to know / to do 

- potensi (potency): ability to change, ability to be something, ability to be someone.

- kompetensi (competency): ability to know ..., ability to do ..., ability to live together, dll.. 

Nah... tampaknya kata-kata "ability" ini yang menjadi titik di mana kita seringkali tertukar dalam menggunakan istilah potensi vs. kompetensi, dan berdebat. Baik potensi maupun kompetensi sama-sama mempersoalkan kemampuan (ability), tetapi mungkin perlu kita kritisi ability to apa dulu ya Mba' Sis./Mas Bro.   


Demikian sekadar urun rembug, ikutan nimbrung terkait diskusi mengenai perbedaan potensi vs. kompetensi. Intinya potensi vs. kompetensi dibedakan berdasarkan empat dimensi, yaitu: 

1. vertical vs. horizontal

2. dinamis vs. statis/status

3. prediksi masa depan vs. kondisi saat ini

4. to change / to be vs. to know / to do


Sebagai tambahan sekaligus penutup, penulis mohon izin mengajukan empat pandangan terkait wacana potensi vs. kompetensi yang beredar umum, bahwa:

1. Potensi dan kompetensi bukan dibedakan berdasarkan ada / tidak adanya wujud perilaku; juga bukan berdasarkan perilaku tidak terlihat vs. perilaku terlihat. Kompetensi bisa juga mengandung perilaku yang tidak terlihat. Misalnya: Siswa A yang cepat dan tepat dalam proses berpikir mengerjakan soal/tes matematika. Kecepatan dan ketepatan dalam proses berpikir mengerjakan soal matematika, yang tidak terlihat / tidak tampil dalam bentuk perilaku, bukan hanya diartikan bahwa Siswa A hanya memiliki potensi dalam bidang matematika, tetapi juga dapat diartikan Siswa A memiliki kompetensi dalam bidang matematika. 

2. Potensi dan kompetensi bukan dibedakan berdasarkan alat-alat psikotes tradisional (paper & pencil) vs. metode wawancara dan observasi, presentasi, dokumen portofolio, dll. Kompetensi dan potensi matematika sama-sama dapat diukur menggunakan ujian tertulis (paper & pencil), metode wawancara (memberikan pertanyaan [men-congak] kepada siswa: berapakah 3 x 3, dst. 😃), presentasi mengerjakan soal matematika di depan kelas, berdasarkan nilai rapport sebelumnya, dll. Skor tinggi sebagai hasil ujian/tes matematika menggunakan metode tradisional (paper &  pencil), tetap bisa sebagai metode dalam mengukur potensi / kompetensi bidang matematika. Hal yang membedakan pengukuran potensi / kompetensi, apakah level soal matematika yang diberikan kepada siswa, lebih tinggi dibandingkan dengan level/kelas dari si siswa. Misalnya: Siswa A (Kelas 4) diberikan soal matematika yang setara dengan level/kelas 6; nah ini... adalah tes potensi terhadap kompetensi matematika untuk memprediksi pengetahuan/keterampilan siswa tersebut di level/kelas yang lebih tinggi.    

3. Format Laporan hasil pengukuran/pemeriksaan potensi dari suatu kompetensi boleh saja sama dengan Format Laporan hasil pengukuran/pemeriksaan suatu kompetensi. Misalnya, format hasil pelaporan hasil pengukuran/pemeriksaan potensi dari kompetensi matematika dapat menggunakan angka, huruf , uraian text evidence, dll. Demikian pula format hasil pelaporan hasil pengukuran/pemeriksaan kompetensi matematika pada level/kelas tertentu, juga dapat menggunakan angka, huruf , uraian text evidence, dll. 

4. Potensi dan kompetensi bukan dibedakan berdasarkan multi/sub-dimensi vs. uni-dimensi pada suatu bidang pengetahuan/keterampilan. Kompetensi (pengetahuan/keterampilan) aljabar, geometri, trigonometri, dll. adalah sub-kompetensi matematika, bisa disebut sebagai potensi dari (sub) kompetensi matematika. Sebutan apakah siswa memiliki potensi atau tidak memiliki potensi, tergantung dari penggunaan hasil pengukuran terhadap kompetensi (pengetahuan / keterampilan) aljabar, geometri, dan trigonometri tersebut; Apakah hasil pengukuran dipergunakan untuk mempredikasi potensi di level/kelas yang lebih tinggi; atau hanya dipergunakan untuk mengukur level penguasaan (achivement) saat ini (tidak dipergunakan untuk memprediksi level penguasaan kompetensi di masa mendatang).


Kira-kira demikian Mas Bro. / Mba' Sis., sekadar sharing... 

Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca...

Selamat melanjutkan aktivitas...

Sunday, July 18, 2021

07. Do your best...

Selain perasaan "senang" (happy),  perasaan positif yang sangat disarankan oleh Orangtua kepada anak-anak adalah "bergairah" (zeal) dan "bersemangat" (enthusiasm).


Jika kita merasa bergairah dan bersemangat, setidaknya ada tiga keuntungan/manfaat yang akan didapatkan. 

Manfaat pertama, ketakutan dan kecemasan yang sedang kita alami menjadi netral. Saat kita bergairah dan bersemangat, kondisi pikiran kita sedang terfokus pada suatu titik/topik yang spesifik. Bayangkan ketika kita sedang bergairah dan bersemangat mendiskusikan suatu topik yang bermakna/menarik dengan sahabat, anak, atau dengan Orangtua. Inspirasi yang didapatkan dari fokus pada titik/topik yang bermakna/menarik, membuat pikiran kita bekerja. Saat kita bergairah dan semangat terhadap titik/topik, kita melupakan hal-hal di luar titik/topik tersebut; termasuk lupa terhadap permasalahan yang membuat kita ketakutan/cemas.

Manfaat kedua, hubungan kita dengan sosok tertentu menjadi dekat. Jika kita masih memiliki kesempatan hidup di dunia ini dalam hitungan hari (kurang dari satu minggu), siapa sosok yang kita inginkan untuk "bersama" kita? Saat kita bergairah dan bersemangat, akan muncul kekuatan/tenaga untuk melakukan pelayanan. Pelayanan (berupa memberikan tindakan/kata-kata/raut wajah/pikiran/vibrasi yang positif), akan membuat sosok yang kita inginkan ada "bersama" di saat akhir kehidupan, menjadi semakin nyata. Jika kita boleh memilih satu diantara Tuhan/Orangtua, Saudara, Anak; siapa yang akan kita pilih untuk dekat dan "bersama" kita di akhir kehidupan? 

Manfaat ketiga, berbagai rintangan dan hambatan akan terlewati. Gairah dan semangat membuat kita bagaikan berada dalam arena permainan. Pernah merasakan berada di area halang/rintang dalam suatu arena permainan, Bro.... Bayangkan lagi di Dufan, Bro... Ingat masa kecil kita, ketika berada di area permainan halang/rintang...  sampai sore/malam pun kita betah. Dengan gairah dan semangat kita, tampaknya halang/rintang justru membuat kita merasa tertantang/tertarik untuk melewatinya. Demikian pula setelah kita melalui halang/rintang tersebut, bukannya udahan ketika dipanggil/disuruh pulang, ehhh... malahan minta nyoba lagi dan nyoba lagi... (untung Orangtua kita dengan sabar menunggu dan senang melihat anak-anaknya bermain)


Oke Mas Bro. / Mba' Sis., alami gairah dan semangat sepanjang hari sejak pagi hari... Orangtua selalu berpesan untuk selalu bagun pagi; miliki gairah dan semangat untuk beraktivitas sejak pk. 04.00 pagi... wow 👍😇


Masa-masa pandemi ini, adalah waktu yang paling pas, paling baik, untuk tetap bergairah dan bersemangat... 


09. gairah dan semangat membuat kita tidak takut...

02. gairah dan semangat membuat kita bisa melayani sosok yang kita kasihi...

10. gairah dan semangat membuat kita mampu melewati halangan/rintangan...

Sunday, July 11, 2021

06. Juara ke - 1, ke - 2, ke - 3 ada.... Lha... Juara ke - 6, emang ada?

Kehidupan ini seperti Perlombaan

PERSAMAAN antara kehidupan dan perlombaan, setidaknya ada dua hal, yaitu: (a) dalam hal tujuan/harapan dan (b) dalam hal rasio jumlah pemenang/jumlah peserta. 

(a) Dalam hal tujuan/harapan. Baik dalam kehidupan dan perlombaan, harapan kita tidak hanya sekadar berpartisipasi sebagai peserta, tetapi kita berharap sebisamungkin menjadi pemenang. 

(b) Dalam hal rasio antara jumlah pemenang/jumlah peserta. Baik dalam kehidupan dan perlombaan, rasio antara jumlah pemenang/jumlah peserta, selalu kecil. Jumlah pemenang selalu lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah peserta.


Lalu, apa perbedaannya antara Kehidupan dan Perlombaan?


PERBEDAANNYA, dalam hal: (a) jumlah pemenang dan (b) kriteria/definisi pemenang.

(a) Dalam konteks perlombaan, jumlah pemenang biasanya berkisar antara 1, 2, 3, dengan sebutan Juara 1, Juara 2, Juara 3. Kalau pun ternyata juri ingin menambah jumlah pemenang, predikat diganti dengan juara harapan (Juara Harapan 1, 2, 3). He he he... jarang kita dengar Juara 4, Juara 5, dst. 

Nah, dalam konteks kehidupan, pemenang bisa banyak Bro... tidak dibatasi dengan jumlah tiga pemenang. Sejauh kita berusaha dalam kehidupan, kita bisa menjadi pemenang... 


(b) Kriteria/definisi pemenang. Jika mengacu kepada oympiade motto, dalam perlombaan kriteria pememang umumnya berdasarkan kecepatan (citius), ketinggian (altius), dan kekuatan (fortius). 

Nah dalam kehidupan, kriterianya beda Bro... Menurut Ayah, dalam kehidupan kriterianya lebih mudah. Kriteria/definisi pememang adalah menjadi sosok yang berfungsi seimbang (balance)... walaupun tampak sederhana, tetapi jangan anggap remeh, Bro...  

Seimbang (balance) antara hubungan Vertical dan hubungan Horizontal.

Hubungan Vertical dioperasionalisasikan dengan selalu mengingat (remember) sosok Orangtua / sosok Sang Sumber Kehidupan, sosok yang maha pengasih dan penyayang.

Hubungan Horizontal dioperasionalisasikan dengan selalu memiliki restu baik, tidak berpikiran buruk kepada Bro. & Sis (sesama anak-anak).

Ibarat Teori dan Praktik... Hubungan Vertical = Teori dan Hubungan Horizonal = Praktik.


Yuk.. kita cek, apakah penerapan hubungan Vertical dan hubungan Horizontal kita sudah seimbang?

Mudah-mudahan kita semua bisa seimbang, dan kita semua menjadi pemenang...  

Sunday, July 4, 2021

10. Jalan ToL = rute Tercepat (Hemat Waktu) atau rute Terpendek (Hemat Energi)? (ToL = Tax on Location)

Dalam SETIAP perjalanan, kita bisa menempuh dua rute... 

Rute Terpendek, dan rute Bukan Terpendek.

Ketika kita menempuh rute Bukan Terpendek, waktu dan energi akan lebih banyak terkonsumsi daripada menempuh rute Terpendek. 


Rute Terpendek dan rute Bukan Terpendek adalah analogi yang diberikan oleh Ayah saya ketika Beliau mengajarkan arti Toleransi.


Saat kita bertoleransi, kita memilih untuk menempuh rute Terpendek. 

Bagaimana maksudnya?


Toleransi, ditandai dengan kemampuan kita memahami konteks, menemukan esensi/inti dari konteks. 


Misalnya

Anak mau memakan makanan A

Orang tua tidak mau anak memakan makanan A


Perlu Toleransi? 

ya...


Apa esensi/intinya?

Apakah makanan A?

tampaknya bukan...


Perlu kita sepakati bahwa esensi/inti dari suatu pembicaraan bukanlah hal yang terlihat secara fisik.

Esensi/inti pada suatu konteks, bersifat buah pikiran, yang disertai suatu bentuk perasaan dari suatu kebutuhan psikologis (psychological needs) 


Sebagai orang tua, sekiranya kita bisa memahami apa yang sedang terlintas di layar pikiran anak, bagaimana perasaan yang dialami anak sebagai refleksi dari kebutuhan psikologis (psychological needs) yang dimilikinya... (seperti kita menonton film, apa yang terlintas di layar, perasaan yang kita alami, sebenarnya adalah refleksi dari pesan yang akan disampaikan oleh aktor)


Kegiatan mencoba memahami isi pikiran, mencoba merasakan apa yang dialami oleh orang lain, dalam psikologi disebut sebagai Empati (Empathy). 

Hasil dari proses empathy, sebenarnya lebih jauh lagi adalah memahami esensi/inti apa kebutuhan psikologis dari orang lain. 

Saat kita berusaha/mencoba untuk berempati; kemampuan toleransi kita akan semakin terlatih. 


Bro & Sis... 

mencoba memahami isi pikiran dan isi perasaan orang lain adalah pintu masuk memahami kebutuhan psikologis dari seseorang...

memahami kebutuhan psikologis dari seseorang, adalah pintu masuk dalam membantu orang lain dalam memenuhi kebutuhannya...

memenuhi kebutuhan psikologis seseorang, bukan berarti kita harus menyetujui kebutuhan fisiknya, seperti apa yang disampaikan. 


Berdasarkan asumsi di atas, orang tua memang tidak harus memenuhi makanan yang diinginkan oleh si Anak, dalam kasus:

Anak mau memakan makanan A

Orang tua tidak mau anak memakan makanan A


Anak mengemukakan keinginannya... (bukan) hanya sekadar untuk dipahami, tetapi kadang ingin dipenuhi apa yang menjadi kebutuhannya (kebutuhan psikologis). 


Jika di mata anak, kita sebagai orang tua terlihat berusaha untuk memahami, walau tidak sampai pada tahap menuruti keinginannya, sering kali anak sudah merasa terpehuni kebutuhan psikologisnya; misalnya kebutuhan untuk diperhatikan dan kebutuhan untuk diajak bermain... misalnya lho ya...

Di antara dua kebutuhan tersebut, kebutuhan untuk diajak bermain, boleh jadi menjadi esensi/inti di balik konteks yang disampaikan oleh anak... 

Permasalahnnya, kebutuhan psikologis tidak se-simpel kebutuhan untuk diajak main... ada banyak kebutuhan psikologis, Bro & Sis., misalnya:

01. Kebutuhan untuk dipuji

02. Kebutuhan untuk dibantu

03. Kebutuhan untuk dimaklumi

04. Kebutuhan untuk suasana yang menyenangkan

05. Kebutuhan untuk merasa bebas/tidak terkukung

06. Kebutuhan untuk ditemani

07. Kebutuhan untuk disemangati

08. Kebutuhan untuk diceritakan tentang kebenaran yang terjadi di masa lalu

09. Kebutuhan untuk berterus terang (dan tidak dimarahi)

10. Kebutuhan untuk dimaafkan

11. Kebutuhan untuk merasa nyaman

12. Kebutuhan untuk merasa dilindungi

- dst., dst.


Jadi, kembali dengan analogi rute; di saat anak menyampaikan keinginannya, dan di saat kita menanggapi, kita bisa menempuh dua rute: rute Terpendek atau rute Bukan Terpendek.


Saat kita menempuh rute Terpendek, kita akan bisa langsung berusaha memahami apa isi pikiran dan bagaimana perasaan yang dialaminya... kita berusaha mengidentifikasi kebutuhan psikologis anak; kita bisa bersama berdiskusi mencari solusi yang mungkin bersifat kompromi.   


Nah... saat kita menempuh rute Bukan Terpendek, kita akan muter-muter Bro..., ibarat dari Jakarta mau ke Bogor, lewat jalan biasa Bukan Tol. .... udah jauh, lama, muacet, banyak perempatan, dll. 

Saat menanggapi si anak, belum selesai apa yang disampaikan anak, kita sudah menolak, mencari alasan penolakan kita, mencari apa kelemahan dari apa yang disampaikan anak..., Di ujung diskusi, kadang kita punya prinsip, "pokoknya .... ", dst., dst.

Ujungnya cape' lah Bro... Kita banyak kehabisan energi...


Rute Bukan Terpendek = menghabiskan lebih banyak waktu dan energi.

Rute Terpendek = menghabiskan lebih sedikit waktu dan energi.

Kalaupun keduanya boleh jadi berpotensi ada kemacetan, kalau dibandingkan rumusannya ya tetap sama.


Hemat waktu dan energi = Menghabiskan lebih sedikit waktu dan energi;

Menghabiskan lebih sedikit waktu dan energi = menempuh rute Terpendek;

Menempuh rute Terpendek = Tidak muter-muter;  

Tidak muter-muter = Memahami esensi/inti; 

Memahamai esensi/inti = Bertoleransi;

Bertoleransi = Hemat waktu dan energi.

Sunday, June 20, 2021

01. Minggu ke tiga di Bulan Juni: Happy Father's Day

 Hari ini adalah Minggu ke tiga di Bulan Juni....

Ada apa dengan Minggu ke tiga di Bulan Juni?


Minggu ke tiga di Bulan Juni adalah peringatan Hari Ayah (Father's Day). 

Bro. & Sis. yang ingin mengetahui lebih lanjut mengapa Minggu ke tiga di Bulan Juni, adalah Father's Day, silakan menelusuri lebih lanjut sejarah Father's Day 


Hari peringatan Father's Day berbeda dengan hari peringatan International Men's Day (IMD)

International Men's Day (IMD) diperingati pada tanggal 19 November di seluruh dunia. Namun seringkali tanggal 19 November diperingati sebagai Father's Day.


Lepas dari kapan tanggal persisnya peringatan Father's Day, yang juga berbeda di setiap negara/daerah; yang jelas setiap Ayah adalah Men; namun sosok Ayah lebih dari sekadar Men...


Hari ini, pas di hari Minggu ketiga Bulan Juni, saya mencoba mengingat-ingat sosok Ayah dan mencoba menelusuri riwayat kehidupannya. 


Pada saat Beliau belum meninggal(kan tubuh),


01. Beliau membuat anak-anak merasa berharga; beliau membuat anak-anak sangat dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan rumah, sekecil apapun;

02. Beliau menyerahkan / mengabdikan seluruh hidupnya (waktu, tenaga, dan pemikiran) untuk kebaikan lingkungan; 

03. Saat berhadapan dengan anak-anak, Beliau menempatkan diri semanis anak-anak; Saat berhadapan dengan kakak-kakak remaja/dewasa awal, Beliau menempatkan diri seperti teman/sahabat

04. Beliau mengatakan bahwa semua (waktu, tenaga, dan pemikiran) yang diserahkan untuk kebaikan lingkungan, tidaklah sebanding apa yang telah/akan diterimanya

05. Beliau tampak pasrah (menyerahkan diri kepada-Nya), tidak memiliki kekhawatiran terhadap apa yang akan terjadi atau bagaimana sesuatu akan terjadi; 

06. Beliau senang bermain, Beliau membuat anak-anak yang sedang merasa lemah, terbang dan berputar-putar di atas panggung; 

07. Beliau memberikan semangat/antusiasme kepada anak-anak dengan perkataan/ucapannya; Beliau menumbuhkan harapan, di saat anak-anak merasa hampir putus asa; 

08. Beliau selalu penuh keyakinan bahwa masa lalu, saat ini, dan masa depannya penuh dengan keberuntungan

09. Beliau sangat berani dalam mengambil langkah; Beliau memiliki prinsip bahwa kejujuran, keberanian, dan keyakinan (faith), akan membawa kesuksesan...


Sifat terakhir adalah sifat yang paling khas dari Ayah; ya Beliau sangat memiliki keberanian...

Keberanian adalah ciri dari seorang Pahlawan...

Ayah = Pahlawan 

iya Bro... selayaknya Ayah adalah seorang Pahlwan (Hero).


Happy Father's Day 

Sunday, June 13, 2021

06. Pikiran ini.... Panggung Sandiwara.... (dinyanyikan dengan Nada seperti Lagu "Panggung Sandiwara" [Karya Ian Antono & Taufik Ismail])

Hari ini, Brother Prashant (Dr. Prashant Kakoday), seorang Brother dari Cambridge BK Centre, sharing mengenai ilustrasi yang inspirasional.


Mungkin, ilustrasi umum yang biasa kita ketahui adalah sebagai berikut:

1. Dunia ini adalah Panggung Sandiwara / Drama.

2. Yang Maha Kuasa adalah sang Sutradara.

3. Kita sang Jiwa adalah sang Aktor


Nah... hari ini, ilustrasi dari Bro. Prashant cukup menggugah pikiran kita... 


Bro. Prashant memberikan ilustrasi, terkait Panggung Sandiwara, Sutradara, dan Aktor adalah sebagai berikut:

1. Layar Pikiran kita diilustrasikan sebagai Panggung Sandiwara / Drama.

2. Akal Budi kita (sang Jiwa) diilustrasikan sebagai sang Sutradara. (sekaligus sang Penulis Cerita) 

3. Buah Pikiran adalah sang Aktor

Buah Pikiran Positif (P1) diilustrasikan sebagai Tokoh Pahlawan / Aktor 1 

Buah Pikiran Positif (P2) diilustrasikan sebagai Tokoh Pahlawan / Aktor 2

Buah Pikiran Negatif (N1) diilustrasikan sebagai Tokoh Antagonis / Aktor 3

dst. 


Nah, Drama dimulai ketika Panggung (Layar Pikiran) diisi oleh Aktor 1, Aktor 2, Aktor 3, dst. 


Pertanyaannya: Bagaimana jalan cerita yang diinginkan oleh penonton atau orang-orang pada umumnya?


Sang Sutradara yang berpengalaman, akan berusaha membuat penonton bahagia. 

Sang Sutradara, akan menyusun jalan cerita yang berakhir dengan bahagia (happy ending). 


Gimana menurut Bro./Sis., benar tidak? Apakah sering/pernah menonton film/drama?

Apapun film/dramanya, di penghujung film, penonton ingin sekali drama berakhir happy ending... hehehe... dan biasanya emang dibuat happy ending oleh sang Sutradara. 


Agar jalan cerita membahagiakan penonton (happy ending), maka sang Sutradara akan membuat Tokoh Pahlawan / Aktor Baik menguasai Panggung Sandiwara. 

Tokoh Pahlawan / Aktor Baik sebagai ilustrasi Pikiran Positif akan dibuat menang melawan Tokoh Antagonis / sebagai ilustrasi Pikiran Negatif. 

(pada akhirnya), Tokoh Pahlawan / Aktor Baik akan dibuat mendominasi Panggung Sandiwara dibandingkan Tokoh Antagonis. 


Hayoo... Bro./Sis.

Mungkin kita bisa mulai mengedit jalan cerita kita di penghujung hari ini...

Buatlah di penghujung hari ini, Aktor Baik menguasai Panggung Sandiwara...

Buatlah di penghujung hari ini, Buah Pikiran Positif menguasai Layar Pikiran...


Niscaya penonton-sandiwara akan menjadi lebih bahagia...

hehehe... kalau kita boleh ikutan membuat ilustrasi, kira-kira penonton-sandiwara adalah ilustrasi dari apa/siapa ya?

Sunday, May 2, 2021

12. Characterizing: The Power of Churning (Proses Pembentukan Karakter: Hasil dari Kegiatan Merenung)

Di mata Orangtua saya, ada tiga level anak-anak dalam menyikapi topik Damai.

Anak-anak level pertama, anak-anak yang senang bertanya/berdiskusi mengenai apa itu konsep kedamaian.

Anak-anak level ke dua, adalah anak-anak yang suka merenungkan/memaknai apa itu konsep kedamaian.

Anak-anak level ke tiga, adalah anak-anak yang sering terlihat dalam kondisi (mengalami) kedamaian.  


Ketiga level anak-anak tersebut semuanya bagus, tetapi Orangtua saya salut jika anak-anak sudah sampai pada level ke tiga.

Tahap bertanya/diskusi/wacana sebenarnya sudah bagus; anak-anak mau bertanya/berdiskusi mengenai apa itu kedamaian. Namun demikian, kondisi damai dalam level ini, seringkali sifatnya sementara atau situasional. 

Orangtua saya memberikan inspirasi mengenai cara/metode; bagaimana agar anak-anak tidak berhenti sampai level bertanya/berdiskusi/wacana mengenai konsep damai; tetapi anak-anak bisa lanjut sampai level mengalami kedamaian / menjadi wujud kedamaian itu sendiri. 


Setelah mencapai level bertanya/berdiskusi mengenai apa itu konsep rajin dan apa itu bahagia, anak-anak berpotensi untuk lanjut pada level merenungkan/memaknai. 

Selanjutnya, melalui penekanan pada level merenung, anak-anak akan sampai pada tahap pengalaman atau memiliki karakter (damai). 


Nahhh... apa itu kegiatan merenungkan (churning)?

Untuk memahami apa itu merenung (churning), bolehlah kita pinjam konsep dari Benjamin Samuel Bloom ya... kita coba pahami bagaimana proses suatu konsep menjadi karakter (characterizing).

Sebelum mencapai tahap characterizing, ada beberapa tahap yang perlu dilalui. Sebelum menjadi karakter, suatu konsep perlu melalui tahap receiving, responding, valuing, dan organizing. (a scaffolding hierarchy of the affective domain related to learning)

Mohon izin Masbro./Mba'sis., tahap "merenung" (merenungkan suatu konsep) saya setarakan dengan tahap valuing

(tahap receiving & responding setara dengan tahap wacana/bertanya/berdiskusi; tahap organizing dan characterizing setara dengan tahap memanfaatkan/mengelola/mengalami/menginternalisasi) 


Apa yang terjadi pada tahap valuing

Pada tahap ini, kita mendapatkan jawaban atas pertanyaan apa pentingnya atau apa akibat perasaan damai (merasakan kedamaian)? 

Pada saat merenung, kita akan menemukan berbagai jawaban, hingga kita dapat memaknai apa itu damai. 


Yuk, kita bersimulasi mengenai kondisi merenung. 

Saat merenung, bertanyalah pada diri sendiri: mengapa damai itu penting? apa arti kedamaian bagi saya? 

Saat kita hanyut dalam perenungan, beberapa jawaban seperti di bawah ini akan sangat mungkin muncul, misalnya: 

  1. Ketika saya merasakan kedamaian, maka saya akan bisa fokus terhadap apa yang menjadi target saya hari ini, saya akan bisa fokus terhadap hal-hal yang perlu saya selesaikan;
  2. Kalau saya berhasil menyelesaikan target / tugas, maka keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge), atau kemampuan (ability) saya akan semakin meningkat
  3. Kalau saya punya skillknowledge, dan ability, maka saya bisa ditawarkan pekerjaan, saya bisa dipromosikan, atau saya bisa menciptakan peluang kerja
  4. Kalau saya memiliki pekerjaan atau bisa menciptakan peluang kerja, maka saya akan memiliki penghasilan (income);
  5. Kalau saya memiliki income, maka saya akan bisa memberikan sesuatu / membantu / berkontribusi kepada lingkungan (Orangtua, Saudara/Kerabat, Rekan-rekan, dsb.);
  6. Kalau saya bisa membantu / berkontribusi kepada lingkungan, saya akan merasa bahagia
  7. Kalau saya merasa bahagia, maka tubuh fisik saya akan menghasilkan hormon Dopamine dalam jumlah optimal;
  8. Kalau tubuh saya menghasilkan hormon Dopamine, maka pencernaan saya akan lebih lancar, daya tahan tubuh menjadi lebih baik, saya menjadi lebih bertenaga, saya menjadi lebih bersemangat;
  9. Kalau tubuh saya menghasilkan hormon Dopamine dengan jumlah cukup (optimal), risiko terhadap berbagai penyakit (seperti Parkinson's diseaseSchizophrenia, dan ADHD [attention deficit hyperactivity disorder]) setidaknya menjadi berkurang;  
  10. Kalau tubuh saya menjadi lebih sehat, terhindar dari berbagai penyakit, maka saya dapat beraktivitas dengan baik;
  11. Kalau saya dapat beraktivitas dengan baik, maka saya akan banyak memiliki kesempatan untuk melakukan perbuatan baik / menabur kebaikan;
  12. Kalau saya banyak menabur perbuatan baik, maka saya akan... dst. ... dst


Demikianlah simulasi dari proses merenung yang identik dengan proses memaknai (valuing).


Tapi Bro., proses di atas hanya simulai, sebenarnya masih pada tataran wacana / diskusi...

Nah untuk benar-benar masuk ke dalam proses merenung, Orangtua saya menambahkan satu tips, Bro..

Inget-inget ya Mas Bro. / Mba' Sis.:

....agar proses perenungan berjalan dengan baik, kita butuh kondisi introvert,... 


Kondisi intovert itu nggak bisa ditawar-tawar Bro. and Sis., hanya dengan kondisi introvert, proses memaknai (valuing) dapat terjadi secara efektif.  Hehehe... tahan/kuat kan Bro. dalam kondisi introvert? 😇 (duduk hening [sit in silence] seperti seorang Yogi yang sedang ber-Yoga / ber-Meditasi)

Kegiatan "merenung" ibarat kita sedang mencerna makanan. Hanya jika makanan dicerna, maka makanan akan menghasilkan energi. Jika makanan hanya dibicarakan/didiskusi/diwacanakan, makanan tersebut belum bisa ditransformasi menjadi energi. 

Energi membuat kita bertenaga atau memiliki kekuatan (power). Energi membuat kita bisa melakukan transformasi, dari level diskusi/wacana ke level pengalaman (experience).   

yuk Mas Bro./Mba' Sis., kita bereksperimen... barang sejenak meluangkan untuk merenung dalam kondisi introvert... tingkatkan kegiatan diskusi kedamaian menjadi kegiatan mengalami kedamaian...


Sunday, March 28, 2021

04. Bagaimana Menjalani Masa Pensiun dengan Bahagia?

Hari ini, saya membaca catatan Ayah bagaimana kondisi psikologis yang dimilikinya di saat-saat akhir masa kehidupannya (waktu itu, ia sedang dalam masa pensiun). 

Dalam catatannya, Ayah saya menyatakan bahwa di akhir kehidupan, kondisi terbaik adalah kondisi sebagai Raja Rishis. (kalau boleh diterjemahkan kira-kira artinya adalah seorang Raja yang sangat berkuasa; namun sekaligus adalah seorang Resi/Pendeta yang sangat sederhana)

Waktu membaca catatan masa pensiun Ayah saya, saya jadi teringat tahapan perkembangan psikologi menurut Erik Homburger Erikson mengenai tahapan perkembangan psikologis pada orang usia lanjut. 

Menurut Ko Erik (panggilan sok akrab saya kepada Om Erik Erikson), tahapan usia lanjut di mulai sejak usia 65 tahun (hehehe... sama dengan usia pensiun dosen yang memiliki tingkat pendidikan Doktor, namun belum mencapai jenjang Guru Besar; kalau Guru Besar / Profesor, katanya secara resmi akan pensiun di usia 70 tahun; Nomor Induk Dosen Nasional [NIDN] yang dimilikinya akan berakhir pada usia tersebut)

Menurut Ko Erik, kondisi psikologis yang terbaik untuk orang-orang usia lanjut (65 tahun ke atas) adalah berada pada tahapan kebijaksanaan (wisdom) atau minimal mencapai kondisi ego integrity

Ego integrity adalah kondisi pada saat seseorang mencapai integrasi / kesatuan / titik temu / kompromi antara hal-hal yang diinginkan (kondisi ideal) dengan hal-hal nyata yang dihadapinya (kondisi real).

Dalam kondisi ego integrity, seseorang mampu MENERIMA sepenuhnya seluruh proses kehidupan yang sudah dilalui:

- menerima hal yang sudah dicapai dan hal yang belum tercapai;

- menerima peristiwa menyenangkan dan peristiwa yang menyakitkan;

- menerima siapa yang mendukung/mendekati dan siapa yang menentang/menjauhi;

- menerima berbagai penyebab dan akibat dari perilaku kita di masa lalu;

- menerima cara / metode yang sesuai dengan ide pribadi maupun cara / metode yang tidak sesuai dengan ide pribadi;

- menerima dsb. - dsb.nya


Singkat kata begini... udahlah Bro. ... di masa pensiun, nggak perlu mikirin lagi apa-apa yang masih belum kesampaian (belum ideal) dalam kehidupan ini. 


Di laman Erik Homburger Erikson, dijelaskan lebih lanjut bahwa jika seseorang berhasil mencapai kondisi ego integrity, baru ia akan mencapai kebijaksanaan (wisdom).  (wisdom sebagai hasil dari ego integrity)

Nah.... di sini serunya... syarat agar seseorang dapat mencapai kebijaksanaan adalah orang tersebut memiliki ego integrity (bisa menerima/mengintegrasi antara kondisi ideal dan kondisi real). 

Dari catatan Ayah, saya mendapatkan insight, bahwa syarat mendasar agar seseorang bisa menjadi bijaksana (wisdom) adalah ia mampu mancapai tahap ego integrity

Ego integrity yang dimiliki seseorang, akan membuat orang tersebut mampu menerima berbagai kondisi kehidupannya, ia dapat menerima berbagai kondisi (real) yang dihadapinya sebagai kondisi terbaik (ideal) yang dapat dicapainya.


Untuk mencapai kondisi mampu menerima berbagai kondisi, Ayah saya memberikan satu tips, yaitu: Ia melepas/menanggalkan ketertarikan terhadap hal-hal yang bersifat terbatas. (terbatas = bersifat sementara = akan hancur seiring dengan berjalannya sang Waktu = seperti hal-hal terkait fisik / tubuh). 

Katakanlah Beliau memiliki sesuatu, tetapi perhatian Beliau tidak tertarik terhadap sesuatu tersebut; 

Konsep tidak tertarik bukan harus diartikan menjauh dari sesuatu tersebut, tetapi bisa juga diartikan sebagai kondisi tidak terikat.

Dalam hitungan waktu, tanda tidak terikat adalah melepaskan/melupakan sesuatu, dalam hitungan satu detik. Berapa lama kita langsung bisa mencapai tahapan melupakan apa yang (seolah-olah) kita miliki? 


Di catatan Ayah sebelumnya, saya sering membaca istilah: melihat tetapi tidak melihat; lalu istilah mendengar tetapi tidak mendengar.... Hari ini saya merasa mendapatkan validasi terhadap istilah tersebut:

- melihat sih melihat, tetapi tidak tertarik / tidak terikat dengan apa yang kita lihat; 

- mendengar sih mendengar, tetapi tidak tertarik / tidak terikat dengan apa yang kita dengar.

kayaknya cool nggak sih, Mas Bro. / Mba' Sist.?

(kalau ada pertanyaan bandel: lha... nanti kalau kita tidak tertarik, berarti kita jadi tidak konsentrasi donk?; hehehe. mohon izin menjawab dengan pernyataan yang juga bandel: mungkin lebih baik kita berkonsentrasi pada hal-hal yang lebih penting daripada konsentrasi terhadap sesuatu [hoax] yang membuat kita menunda tugas/pekerjaan kita)


Di saat Ia tidak lagi tertarik dengan kondisi yang terbatas (bersifat sementara); Ia merasa menjadi Raja atas dirinya sendiri. Ia mampu mengendalikan berbagai organ fisiknya (kebutuhan tubuh/fisiknya berada dalam kendali penuh); Ia juga merasa mampu mengendalikan sesuatu yang sangat halus (pikiran dan emosi yang dialaminya), sehingga Ia merasa menjadi sangat stabil dan sederhana bagaikan Rishis (seorang Resi/Pendeta). 

Bagaikan kehidupan di istana, seorang Raja bisa mengendalikan secara penuh dan memberikan perintah dengan penuh kharisma kepada para bawahannya. Tidak ada satupun bawahan yang berani menunda apalagi melawan perintah sang Raja. Perintah yang diberikan sang Raja, bukan membuat urusannya semakin rumit; tetapi membuat berbagai urusan menjadi lebih sederhana.... 


Selain kondisi Raja Rishis yang dialaminya, Ayah saya juga menceritakan bahwa di masa pensiun, hari-harinya diwarnai dengan kegiatan menyanyikan lagu kebahagiaan

Menurut Beliau, hingga masa pensiun ini, sudah banyak sekali keberuntungan / kebahagiaan yang Ia terima:

- Ia merasa banyak mencapai tanggung jawab / prestasi tertentu;

- Ia berhasil melalui berbagai peristiwa yang menegangkan, Ia tegar dalam berbagai peristiwa yang mengharukan, Ia banyak mengalami peristiwa (event) yang menyenangkan;

- Ia merasa orang-orang di sekitar sangat membantu/mendukungnya;

- Ia merasa sudah memahami hukum tertinggi dalam kehidupan (the law of karma);

- Ia merasa sudah banyak ide-idenya diterima oleh orang lain;

- dst.nya - dst.nya


Dalam kegiatan menyanyikan lagu kebahagiaan ini, menurut pengakuan Ayah, awalnya Ia merasa agak sulit... suaranya sering sumbang Bro. (maklumlah bukan penyanyi)


Tetapi setelah ia sering latihan, kok semakin lama semakin Ia merasa mudah dan semakin dapat menikmatinya... malah kalau tidak ada yang melihat, Ia mengaku sambil menyanyikan lagu kebahagiaan, Ia juga sambil menari-nari, Bro. 😄


Wow... dari cerita tersebut, tampak bahagia sekali masa pensiun Beliau... Semoga Ayah selalu berbahagia...😘😇🙏


Hehehe... jangan-jangan Ayah saya pernah kenalan/bertemu dengan Ko Erik (Erikson)... 😃

Sunday, February 21, 2021

02. Cintailah Diri Sendiri seperti Engkau Mencintai Orang Lain (kalimat segaja dibalik, bukan salah ketik / typo)

Kepada siapa kita harus berbuat baik?

Sejak masa anak-anak, kita diajarkan oleh Orangtua untuk berbuat baik kepada orang lain, kepada orang-orang di sekitar kita (pembantu, supir, ibu/bapak guru, teman/sahabat, dll.), dan kepada keluarga (adik, kakak, orangtua)...

Hari ini, Orangtua mulai mengajarkan kepada anak-anak yang manis bahwa jangan lupa untuk berbuat baik kepada diri sendiri...


iya serius... berbuat baik kepada diri sendiri...

Berbuat baik kepada diri sendiri = melayani diri sendiri = mencintai diri sendiri = berusaha menyempurnakan kualitas diri sendiri menjadi lebih baik ==> sehingga menjadi mampu menolong orang lain = mampu berbuat baik kepada orang lain = mampu melayani orang lain = mencintai orang lain.


Saya mulai mendapatkan insight: boleh jadi kita berhasil melayani orang lain oleh karena kita berhasil melayani diri sendiri = meningkatkan kualitas diri kita menjadi lebih baik. 


Kalau kita melayani diri, apanya dari kita yang paling perlu dilayani?

Hal yang paling perlu dilayani / disempurnakan dari diri sendiri adalah pikiran kita. 


Pikiran adalah komponen terpenting dari diri sendiri yang perlu mendapatkan pelayanan. 


Seringkali pikiran sudah melayani kita dengan baik... ehh... kita kelupaan untuk melayani pikiran kita. (nggak ada timbal balik Bro...) 


Lho... kok pikiran dilyanani.... aneh lo Bro...


Begini.... melayani pikiran dapat dilakukan dengan cara memberikan perhatian kepada pikiran; 

Memberikan perhatian kepada pikiran identik dengan memeriksa apa yang dibutuhkan oleh pikiran. Hehehe... seperti halnya kita melayani anak-anak, kita memberikan perhatian kepadanya, dan memeriksa apa kebutuhannya

Dengan cara yang sama, coba kita memberikan perhatian dan kita periksa apa kebutuhan pikiran...


Kalau saja kita punya waktu untuk memperhatikan pikiran, maka pikiran seolah-olah berdialog kepada kita dan sang pikiran mengemukakan kebutuhannya.


Bro... Masbro / Mba' Sist. .... saya (sang pikiran) sebenarnya ingin banget lima hal di bawah ini:


1. Dibuat simple / diistirahatkan oleh si empunya. Saya (sang pikiran) sebenarnya ingin tidak kecapekan mikiran itu, mikirin ini dalam waktu yang bersamaan; saya sangat senang berpikir fokus satu hal; tidak berpikir masa lalu, tidak berpikir masa depan; saya sangat senang hanya berpikir tentang apa yang saya perlu kerjakan hari, jam, atau detik ini; Saya sangat senang jika dikasih kesempatan untuk fokus pada satu tugas, maksimal 5 deh... tidak terlalu banyak pikiran / gagal fokuslah intinya; atau setidaknya dikasih kesempatan untuk beristriahat sejenak di tempat (seperti kalau Masbro lagi ikut upacara gitu lho... dikasih kesepatan oleh Kumendan.... istirahat di tempat..... grak !!!); Juga, kalau Masbro punya waktu, janganlah saya diajak begadang sampai malam; kasihanilah saya... beri saya waktu buat rebahan... hehehe... mosok yang rebahan Masbro aja..., sedangkan saya tetap disuruh kerja sampai lewat tengah malam (Masbro rebahan sambil denger berita, nonton, baca, dll.).

2. Disayang-sayang oleh si empunya. Dengan makanan/gizi yang sehat (baca: di-supply pengetahuan/berita-berita/informasi yang baik/bermutu). Begini lho Bro... saya (sang pikiran) bakalan makan apa saja kalau laper... jadi kalau bisa... sebelum laper, Masbro kasih makanan yang sehat penuh gizi yang baik... nanti kalau saya sudah kenyang, pasti saya tidak akan lagi makan-makanan yang kurang bergizi (junk food / baca: saya sang pikiran mengkonsumsi berita-berita/film/cerita/gosip/dll. yang kurang penting, yang sebenarnya kalau nggak ditonton pun nggak apa-apa; atau hindari memikirkan situasi yang tidak ada faedahnya bagi peningkatan kualitas hidup / quality of life).

3. Disapa oleh si empunya. Saya lihat Masbro itu suka ramah menyapa orang-orang di sekitar lho.... nah... saya juga sebenarnya ingin disapa Bro... misalnya cukup dengan kata-kata seperti ini: "Hallo pikiran... bagaimana kabar hari ini 😊 semoga sehat-sehat ya 😇; sedang mikirian apa sang pikiran?" Wahh... kalau saja Masbro punya waktu, sebenarnya saya ingin disapa kaya gitu lho... Masbro bisa melihat apa saja yang selama ini saya kerjakan... Masbro bisa membantu saya sang pikiran merapikan kamar-kamar / folder yang saya miliki. Yahh.. istilahnya bantu saya bersih-bersih gitulah... (baca: bersih-bersih pikiran) Hayolah Masbro... please... kapan pun punya waktu buat menyapa saya (sang pikiran), sapalah...  biar Masbro / Mba'sist. juga nggak merasa lonely gitu lho... 

4. Dihargai oleh si empunya. Begini Bro... mbok yao kalau Masbro mau melakukan hal penting Masbro melibatkan... mintalah kepada saya (sang pikiran) untuk mempertimbangkan dan memutuskan... atau.... di awal hari, mintalah kepada saya (sang pikiran) untuk merencanakan apa saja yang Masbro perlu lakukan hari ini. Anggap saja saya ini Sekretaris-Pribadi Masbro... di waktu-waktu tertentu, tanyakan kepada saya (sang pikiran), apa agenda Masbro hari ini... gitu lho Bro... jangan hari-hari berjalan seperti auto pilot... rutinitas... nanti kalau saya (sang pikiran) jarang dipakai, nanti pas mau dipakai macet lho... hehehe... 

5. Diajak berimajinasi oleh si empunya. Nah ini, sebenarnya hobi saya (sang pikiran), Bro... Bro. kalau sempat ngajak saya berimajinasi, saya akan sangat senang... saya senang sekali berimajinasi... ibaratnya kalau Masbro ngajak saya berimajinasi, seperti Masbro mengajak saya berwisata... berwisata ke kehidupan yang penuh kedamaian, kesenangan/kebahagiaan... orang-orang bilangnya diajak bermimpi... Percaya deh Bro... kalau Masbro sering ngajak saya wisata / berimajinasi ke dunia yang lebih baik, pasti nanti jadi kenyataan... kata orang: jangan pernah berhenti bermimpi...  jangan takut untuk bermimpi... suatu saat nanti mimpi Masbro akan menjadi kenyataan... kalau kata Eleanor Roosevelt begini: “The future belongs to those who believe in the beauty of their dreams.” (Masa depan adalah milik mereka yang percaya pada keindahan impian mereka)


Ok Masbro / Mba'sist. ... begitulah lima kebutuhan saya (sang pikiran), ...


Haayo Masbro/Mba'sist., luangkan waktu untuk memeriksa kebutuhan pikiran... sayangi dan layani pikiran Masbro/Mba'sist... 


Memperhatikan dan memeriksa kebutuhan pikiran kita = berbuat baik kepada diri kita = melayani diri kita = mencintai diri kita = berusaha menyempurnakan kualitas diri menjadi lebih baik.



Sunday, February 14, 2021

09. Self-Realization di Awal Tahun Baru Imlek 2021 / 2572

Masih dalam suasana Tahun Baru Imlek 2021. Biasanya di awal tahun baru, kita sering melihat/mendengar di antara kita saling memberikan restu baik/harapan/doa: Semoga tahun ini lebih baik .... lebih sejahtera... lebih beruntung... dst. dst.  

Tentu maksud dari restu baik/harapan/doa tersebut bukan sekadar situasi menjadi lebih baik, tetapi justru yang terpenting adalah kondisi diri (pikiran, emosi, kata-kata/perbuatan) kita yang menjadi lebih baik... lebih sejahtera.

Untuk proses menuju menjadi lebih baik, tampaknya kita membutuhkan self-realization.  

Kira-kira... apa sih maksud dari self-realization dalam artikel ini


Dari sekian panjang kali lebar kali tinggi pembahsaan mengenai self-realization, intinya self-realization adalah proses menghadirkan diri sendiri...

hehehe.... emangnya saat ini diri loe ke mana Bro.? nggak hadir apa? 😀


Untuk menjelaskan hal ini, coba kita eksperimen kecil pada diri (pikiran) sendiri ya Bro...

Coba sekarang inget-inget masa-masa kecil hingga masa dewasa yang pernah kita lalui.  

Menyadari dan mengingat masa-masa kecil kita hingga dewasa adalah proses self-realization

Kesadaran / ingatan terhadap hal-hal yang pernah kita alami tersebut adalah simulasi proses "menghadirkan" ...sekali lagi.... "menghadirkan"... diri kita. Kesadaran / ingatan terhadap hal-hal yang pernah kita alami adalah simulasi dari proses self-realization.

Lalu, kalau sudah self-realization gunanya apa?

Nah ini... kan katanya mau membuat diri menjadi lebih baik di tahun ini....


Jika diri kita mampu menghadirkan masa-masa kecil kita hingga dewasa (hadir di hadapan pikiran kita), maka kita akan bisa melakukan transformasi diri. (transformasi = membuat diri kita menjadi lebih baik / luhur)


Apa yang terjadi saat kita berusaha melakukan self-realization?

Saat kita melakukan self-realization, ingatan/kesadaran mengenai diri kita bergerak di antara dua kutub, yaitu: kutub kiri dan kutub kanan


Kutub kiri. Pada saat kesadaran/ingatan kita berada di kutub kiri, pikiran kita diingatkan bahwa kita sedang berada dalam kondisi yang sangat merosot / lemah. Kita akan melihat bahwa kondisi (keinginan, perasaan, dan pikiran) yang kita alami, berada di bawah pengaruh eksternal (situasi / orang lain). Kita merasa kurang memiliki kedaulatan diri; harga diri kita cenderung rendah. Artinya, kita cenderung berpikir bahwa diri kita banyak hal negatif. Kehidupan kerja kita negatif, kehidupan sosial kita negatif, kehidupan keluarga kita negatif,  dll. Intinya kita berpikir banyak hal negatif terkait diri kita. 

Saat kita punya waktu untuk diri kita sendiri, kita boleh mengakui secara jujur bahwa berbagai pengalaman yang ada (saat pikiran kita berada di kutub kiri) sebenarnya adalah akibat dari pilihan kita. Secara jujur kita boleh periksa bahwa berbagai pengalaman negatif yang kita alami sering kali terjadi sebagai akibat/konsekuensi dari usaha kita memenuhi/memuaskan keinginan, perasaan, atau hasrat dalam dalam pikiran kita; kita perlu menyadari bahwa kita telah mengizinkan diri kita berada di bawah pengaruh eksternal (situasi / orang lain). 

Pengalaman negatif yang kita alami boleh jadi karena kelemahan kita, namun kelemahan tersebut sebenarnya bukan milik kita. Namun oleh karena (pikiran dan emosi) kita sedang berada di bawah pengaruh eksternal, maka kelemahan yang kita alami tersebut seolah-olah menjadi milik kita. Saat kita menyadari/mengingat secara penuh bahwa berbagai kondisi yang sedang kita alami, adalah karena pilihan kita - bukan karena situasi atau kondisi orang lain - maka kita sedang dalam proses membebaskan diri dari kelemahan yang sedang kita alami. 


Nah, bagaimana jika saat kita melakukan self-realization, ingatan/kesadaran mengenai diri kita bergerak ke kutub kanan. 

Kutub kanan. Pada saat kesadaran kita berada di kutub kanan, umumnya kita akan mengingat hal-hal yang kita kuasai secara intelektual, kita merasa banyak pengetahuan yang kita miliki, kita merasa bahwa kita banyak memiliki kemampuan/keterampilan. Kita merasa superior, pintar, dan sangat percaya diri. Kita berpikir bahwa hal-hal yang sedang kita alami sepenuhnya berada di bawah pengaruh (internal) diri kita. Saat ingatan/kesadaran kita bergerak ke kutub kanan, kita cenderung merasa semangat, merasa bebas, boleh jadi merasa sangat positif

Namun demikian, saat kita merasa sangat positif dan hebat, kita perlu hati-hati dan perlu memastikan bahwa positivity kita perlu di-aktivasi pada seluruh aspek. Kalau kita sangat positif hanya pada aspek tertentu, maka aspek positif lainnya bisa jadi tertutupi atau berpotensi terabaikan. 

Misalnya, kita merasa sangat positif di aspek happiness (aspek No. 04), maka kondisi ini akan berisiko membuat aspek empathy/tolerance (aspek No. 10) terabaikan/terlupakan. Jadi ingatan pada kutub kanan, perlu kita waspadai

Saat kita punya waktu untuk diri kita sendiri, saat pikiran kita berada di kutub kanan, pastikan bahwa positivity yang kita miliki terdistribusi secara merata di berbagai aspek. Setidaknya terdistribusi pada tiga aspek, misalnya: 

  • (04) Happiness, (10) Tolerance, dan (02) Love;
  • (05) Freedom, (12) Peace, dan (07) Responsibility;
  • (06) Togetherness, (03) Humility, dan (08) Unity;

Misalnya lho...


Baik Mas Bro. / Mba' Sist... yuk kita berusaha melaku transformasi diri (self-transformation) menjadi lebih baik.

Self-transformation bisa dilakukan dengan dasar self-realization.

Diskusi (untuk penelitian lebih lanjut): Apakah ada hubungan antara self-realization dan self-actualization (dalam konsep Maslow's Hierarchy of Needs)?


hehehe... kok tiba-tiba sudah masuk sub-bab Diskusi...  


Friday, February 12, 2021

01. Continous Learning: Apa perlunya rajin belajar Ma / Pa?

Setiap orangtua selalu berpesan kepada anak-anaknya "Ayo Nak... rajin-rajin belajar ya...."


Lalu anak-anak bertanya: "Mengapa kita harus rajin belajar Pa/Ma?"

Orangtua menjawab: "iya, dengan rajin belajar kita akan mendapatkan pengetahuan/keterampilan"


Kemudian anak-anak bertanya kembali: "Lalu, kalau sudah mendapatkan pengetahuan/keterampilan untuk apa Pa/Ma?"

Orangtua menjelaskan dengan singkat namun penuh makna, mengapa pengatahuan adalah sesuatu yang sangat penting. 


Alasan pertama mengapa pengetahuan sangat penting adalah bahwa pengetahuan akan membawa kita mengerti terhadap apa yang kita lihat/dengar/sentuh/dll., hingga kita bisa mengambil keputusan. 

Orangtua mengatakan bahwa apa yang kita lihat/dengar boleh jadi akan membuat kita bahagia/senang. Namun, kebahagiaan/kesenangan tersebut tidak terlalu bermanfaat dan malahan bisa membuat kita salah arah, sakit, atau bermasalah dalam mengambil keputusan.

Semua yang terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga, tersentuh indrawi kita bisa bersifat negatif (membawa masalah), atau bisa bersifat positif (membawa manfaat lebih lanjut). 

Pengetahuan membuat kita mengerti/memahami, membedakan, dan menemukan inti/kebenaran dari apa yang kita lihat / apa yang kita dengar.

Dalam istilah Metodologi Penelitian, pengetahuan akan membuat kita mampu melakukan berbagai validasi mengenai apa yang kita lihat / dengar / sentuh / dll. terkait proses indrawi. 

Dengan pengetahuan,  kesenangan/kebahagiaan yang didapat melalui proses melihat/mendengar, akan menjadi sejati tidak membuat kita salah arah, sakit, atau bermasalah (khususnya dalam proses mengambil keputusan). 

Contoh: Ketika kita melihat suatu jenis makanan, mungkin kita akan bahagia/senang. Dengan pengetahuan, maka jenis makanan yang kita lihat tersebut akan kita pahami: apakah akan membuat kita sehat, atau justru berpotensi membuat kita sakit. 

Ini adalah hal pertama mengapa Pengetahuan sangat Penting. Dengan pengetahuan, kita bisa lebih mengerti (hingga memanfaatkan) apa yang kita lihat/dengar.


Alasan ke dua mengapa Pengetahuan sangat penting adalah sebagai dasar dari kesuksesan yang kita peroleh. 

Dengan pengetahuan, kita berpotensi mendapatkan keterampilan tertentu.

Dengan keterampilan, berbagai tugas/tantangan akan dapat kita lalui; kita akan menjadi ahli, dan berprestasi. 

Tidak ada kesuksesan yang dicapai tanpa pengetahuan/keterampilan. 

Sukses = Penghasilan/Status 

Ya... kesuksesan kadangkala/seringkali dikaitkan dengan penghasilan/status. 


Penghasilan/Status dapat didasarkan atas salah satu atau kombinasi dari pengetahuan/keterampilan mengenai: 

01. Seni (Artistic)

02. Pelayanan Sosial (Social Service) --> Ahli mengenai Love

03. Sastra (Literary)

04. Terkait Kelucuan (Humor) --> Ahli mengenai Happiness

05. Metode Ilmiah (Scientific Method)

06. Musik (Musical)

07. Olahraga (Sport)

08. Keteknikan/Mekanika (Mechanical)

09. Presentasi/Persuasi (Persuasive) --> Ahli mengenai Honesty/Purity

10. Matematika/Komputasi (Computation)

11. Administratif (Clerical)

12. Spiritual --> Ahli mengenai Peace

dll.


Penghasilan bisa diartikan sebagai "Status/Kemuliaan" untuk kehidupan saat ini; atau bisa diartikan sebagai "Status/Kemuliaan" untuk kehidupan di masa yang akan datang

Anak-anak menginterupsi penjelasan Orangtua: "Lho... jadi bisa juga bukan untuk status/kemuliaan dalam kehidupan saat ini ya Pa/Ma?"

Orangtua menjawab dengan menggunakan analogi Hukum Kekekalan Energi (Conservation of Energy): Pengetahuan/keterampilan suatu bentuk energiKalau pengetahuan/keterampilan tersebut belum sempat dituai untuk kehidupaan saat ini, pengetahuan/keterampilan tersebut akan dituai di kehidupan mendatang.

Di akhir penjelasan, Orangtua mengajak kami anak-anak untuk berpikir lebih lanjut: 

"Pernah melihat bayi kecil mungil lahir di keluarga kerajaan / di keluarga yang sangat baik?"

"Kok ada bayi kecil mungil langsung lahir di keluarga kerajaan / di keluarga baik-baik?"

"Pernahkah melihat anak-anak yang penuh dengan karakter love, happy, honest, dan peace?"

".... baru lahir kok ya langsung sukses Bro. ... darimana / kapan anak-anak itu sempat belajar?"

"Ayo Nak... rajin-rajin belajar ya...."



Sunday, February 7, 2021

08. "Mens sana in corpore sano" hanyalah potongan. Lengkapnya bagaimana?

Hari ini, saya baru memahami diskursus mengenai kesehatan jiwa vs. kesehatan fisik?

Istilah Mens Sana in Corpore Sano yang sering diartikan "di dalam Tubuh yang Sehat terdapat Jiwa yang Kuat", dan dipergunakan untuk mendorong perlunya olah raga, ternyata hanya potongan kalimat.


Saya coba cek minimal langsung ke Wikipedia: https://en.wikipedia.org/wiki/Mens_sana_in_corpore_sano


Saya menemukan bahwa penjelasan asal-usul (origin) dari istilah tersebut sebenarnya adalah puisi / Satire X: Wrong Desire is the Source of Suffering


Puisi tersebut bicara mengenai apa / bagaimana seharusnya isi doa kita.... wahhh berat Bro...


Jadi kira-kira cuplikan puisinya begini: 


Orandum est ut sit mens sana in corpore sano.


Fortem posce animum mortis terrore carentem, 

qui spatium vitae extremum inter munera ponat naturae, 

qui ferre queat quoscumque labores,

nesciat irasci, 

cupiat nihil et potiores.


hehehehe... Bahasa Latin Bro... kita butuh translator, setidaknya Google Translator, Bro...


nah hasil terjemahannya, kurang lebih jadinya seperti ini Bro.:


Orandum est ut sit mens sana in corpore sano.

Berdoalah untuk roh/jiwa/mental yang sehat dalam tubuh yang sehat.


Fortem posce animum mortis terrore carentem, 

Mintalah kehidupan jiwa / mental yang (memiliki keberanian) tidak takut akan kematian,


qui spatium vitae extremum inter munera ponat naturae, 

yang berpikir bahwa kesehatan/umur panjang adalah karunia alam,


qui ferre queat quoscumque labores,

yang dapat menanggung segala jenis tugas/pekerjaan,


nesciat irasci, 

tidak mengenal murka (perasaan marah),


cupiat nihil et potiores.

tidak punya keinginan/nafsu.


Kira-kira demikian Bro... mudah-mudahan tidak jauh-jauh amat dari arti aslinya...


Tapi yang menarik perhatian saya adalah, jika kita berdoa dan boleh meminta, maka permintannya adalah mengenai karakteristik roh/jiwa yang sehat. Jiwa yang bagaimana? 


Jiwa/Mental yang sehat:

 

09. Jiwa yang pemberani (tidak takut)

04. Jiwa yang penuh syukur

07. Jiwa yang kuat / bertanggung jawab

03. Jiwa yang rendah hati

05. Jiwa yang bebas dari keinginan/nafsu


Jadi mengacu kepada teks awal mens sana in corpore sano, sebenarnya dalem maknanya Bro.: Berdoalah untuk roh/jiwa/mental yang sehat dalam tubuh yang sehat.


Saya mau tambahkan boleh ndak... dua tambahan ciri jiwa yang sehat:


Pertama, pikiran yang berkonsentrasi / tidak mengembara. Tanda jiwa yang sehat adalah ketika pikirannya tidak mengembara. Pikiran dapat dikendalikan oleh sang Jiwa; bukan sebaliknya: sang Jiwa yang dikendalikan oleh Pikiran. Jiwa yang sehat / kuat adalah ketika pikiran berada di bawah kendali, mampu berkonsentrasi (tidak mengembara) terhadap tugas / hal yang positif. Nah, lanjutannya adalah hipotesis: Pikiran yang mampu berkonsentrasi (tidak mengembara), akan membuat kondisi emosional menjadi stabil, tenang, dan damai.


Kedua, hubungan / relasi yang benar. Mungkin Mas Bro. / Mba' Sist. pernah mendengar peribahasa "Seribu Teman Kurang, Satu Musuh Kebanyakan". Intinya, yang kita butuhkan adalah teman yang baik (bukan musuh), anggaplah setiap orang teman. 

Kalau boleh sedikit saya tambahkan operasionalnya: 

  • Kalau kita punya 10 orang kenalan anggaplah 10 kenalan itu sebagai teman, tidak ada yang musuh. 
  • Kalau kita punya 100 kenalan, anggaplah 100 kenalanan itu teman, tidak ada yang musuh. 
  • Dst., kalau kita punya 1000, 10.000, 100.000 kenalan, semuanya anggap sebagai teman, tidak ada yang musuh.

Jadi seberapa sedikit / seberapa banyak banyak kenalan, bukan ukuran; yang menjadi ukuran adalah relasi yang sehat (sebagai teman). Hipotesis: semakin sedikit jumlah kenalan, semakin kecil kemungkinan ada salah satu teman yang berpotensi kesal terhadap kita; atau membuat kita kesal (kalau tidak mau dikatakan ada pihak yang berpotensi sebagai musuh). 

Jadi, kenalan sedikit tetapi baik-baik semua tampaknya malahan bagus ya 😃. Hehehe... Ayah saya sering berkata, lupakan semua hubungan yang sia-sia... Jalin hubungan dengan Jiwa Utama Sang Sumber Kehidupan dan Keluarga Ilahi. Hubungan/relasi ganda tersebut akan membuat kita terus-menerus berada dalam suasana cinta kasih, altruist, dan bekerjasama


Orandum est ut sit mens sana in corpore sano

Berdoalah untuk roh/jiwa/mental yang sehat dalam tubuh yang sehat.


Jiwa/Mental yang sehat:


09. Jiwa yang pemberani (tidak takut);

04. Jiwa yang penuh syukur;

07. Jiwa yang kuat / bertanggung jawab;

03. Jiwa yang rendah hati;

05. Jiwa yang bebas dari keinginan/nafsu;


01. Jiwa yang mampu mengendalikan pikiran;

06. Jiwa yang punya hubungan/relasi yang sehat.

Sunday, January 24, 2021

09. Inner Beauty

Pada masa pandemik COVID-19 ini, setidaknya satu tahun belakangan ini, baju bagus dan perhiasan tampaknya tidak banyak dipakai orang... atau... bisa jadi karena satu tahun ini, saya di rumah melulu jadi tidak banyak melihat orang pakai baju bagus dan perhiasan.... 

Dari hasil ngobrol dengan teman-teman yang biasanya membeli baju dan perhiasan, mereka menyatakan bahwa baju bagus dan perhiasan tidak lagi menguras anggaran mereka. 

Mereka menyatakan bahwa salah satu hikmah dari pandemik ini adalah menjadi lebih irit atau lebih sederhana. Kalau mereka pakai baju bagus dan perhiasan, mau ngeceng ke mana coba... hehehe...


Pertanyaan 1: Mengapa orang memakai baju bagus dan perhiasan?

Salah satu jawaban top of mind adalah... yahhh... agar menjadi lebih menarik... menarik perhatian gitu lohh Bro... terlihat layak (proper)

iya sihh... dalam psikologi ada kebutuhan individu untuk diperhatikan oleh orang lain...


Pertanyaan 2: Faktor apa yang menyebabkan baju bagus atau perhiasan membuat si pemakainya menjadi lebih menarik? Harga? Merk? Warna? Bentuk? Kredibilitas si penjual? atau apa?

Bisa tergantung kombinasi banyak faktor ya... 

Hari ini Ayah memberikan inspirasi bahwa yang membuat anak-anak menjadi menjadi menarik adalah Kesucian...


ya Kesucian... 


Kesucian umumnya (bisa kita lihat) ada pada anak-anak...

Anak-anak tidak memakai perhiasan, namun tetap menarik perhatian lho...

Kesucian anak-anak adalah perhiasan itu sendiri...

Kesucian (kepolosan / kemurnian) menjadi aksesoris atau perhiasan alami... 


Darimana kita mengidentifikasi ciri-ciri kesucian (kepolosan / kemurnian) pada anak-anak?

1. Dari pandangan matanya yang memancarkan vibrasi pikiran yang lugu (tidak ada kesia-siaan/negativity dalam pikirannya; anak-anak tidak memiliki banyak hasrat/keinginan/desire);

2. Dari kata-katanya yang sederhana, berterus terang, tanpa berdalih, tanpa banyak alasan;

3. Dari tangan dan kakinya yang kecil/mungil. Tangan dan kaki yang kecil/mungil adalah simbol dari pengalaman duniawi yang minim, simbol dari belum adanya perbuatan/langkah yang keliru.


Kesucian/kemurnian adalah perhiasan sesungguhnya / asli / real.

Kesucian/kemurnian adalah dekorasi yang membuat jiwa lebih menarik.

Kesucian/kemurnian adalah inner beauty... sumber kecantikan yang alami, dari dalam diri... 


Kalau perhiasan fisik begini cara nge-test asli (real) / palsu (fake): 

https://www.youtube.com/watch?v=BXnTA_1eJwM


Kalau perhiasan jiwa, bagaimana cara nge-test-nya? 



Sunday, January 17, 2021

08. Peran Ayah/Ibu sebagai Teman/Sahabat: OK. Sebagai Anak?

Ayah/Ibu sering mengatakan bahwa silakan melupakan semua hubungan yang bersifat fisik dengan teman-teman...

Hari ini saya mendapatkan jawaban mengapa Ayah/Ibu sering menyampaikan hal tersebut...

Hari ini, Ayah/Ibu memberikan pemahamanan (insight) mengenai variasi/jenis hubungan dengan orang tua. 

Sebelum menyampaikan insight dari orang tua, saya jadi teringat dengan istilah "kualitas"....

hehehe... juga jadi teringat dengan prinsip dalam penelitian kualitatif; Teman-teman suka bertanya: berapa idealnya jumlah partisipan dalam penelitian kualitatif

nahhh... insight dari Ayah/Ibu pada hari ini menambah pemahaman saya, bahwa jumlah partisipan dalam penelitian kualitatif dirasa cukup, ketika seluruh variasi data sudah diperoleh... bahkah dari sedikit partisipan, jika kita sudah mendapatkan seluruh variasi data, proses pengambilan data boleh kita akhiri.

Hari ini, Ayah memberikan insight bahwa ternyata satu sosok Ayah/Ibu, bisa untuk semua variasi/jenis hubungan.

Selama ini saya hanya menganggap Ayah/Ibu hanya sebagai Orang Tua...

Tetapi hari ini, Ayah/Ibu mengatakan bahwa Ia boleh lho dianggap sebagai Teman/Sahabat, bahkan juga boleh sebagai Anak.... 


l h o   k o k.... el ha o, ka o ka ?


Ayah/Ibu sebagai Teman/Sahabat.

Peran ini sering kita dengar... 

Dari sudut pandang orang tua... konon katanya di usia tertentu (remaja), anak sebaiknya kita anggap sebagai teman.... 

Saya setuju dengan konsep di atas... namun saya pikir konsep yang ditawarkan oleh orang tua hari ini agak berbeda... bedanya?

Kalau dari sudut pandang orang tua: Anak kita anggap sebagai Teman/Sahabat. (subjeknya adalah anak)

Kalau dari sudut pandang anak: Orang Tua sebagai Teman/Sahabat (subjeknya adalah orang tua)

Ayah/Ibu menyatakan bahwa mereka siap lho anggap sebagai teman/sahabat...

Dengan peran ini, Ayah/Ibu bersedia diajak sharing/curhat mengenai berbagai masalah yang kita hadapi... Kita nggak perlu repot mencari siapa teman yang bisa dipercaya untuk curhat... di depan mata... Ayah/Ibu menawarkan diri sebagai teman curhat....  

Sebagai teman/sahabat, Ayah/Ibu menyatakan datanglah kepada kami... kapan pun kita merasa kesepian, Ayah/Ibu boleh kita anggap sebagai teman/sahabat. 

Wahhh... senangnya mendengar bahwa Ayah/Ibu ternyata bersedia lho dianggap sebagai teman/sahabat....


Nah... sekarang giliran penjelasan Ayah/Ibu dianggap sebagai Anak....

Nah... ini yang unik... ini memang kedengarannya Aneh... Ayah/Ibu sebagai Anak lho.... wong... jelas-jelas kita selama ini berperan sebagai anak-anak.... lho kok Ayah/Ibu mengatakan bahwa dirinya boleh dianggap sebagai Anak... lahh piye iki... bagaimana ini dunia persilatan? 

Ayah/Ibu saya tersenyum... dan memberitahu... 

Begini Nak... yang kita bicarakan ini adalah jenis/kualitas hubungan, bukan dalam arti fisik.... ini sangat psikologis.

Perlu kalian anak-anak ketahui, bahwa saat kami pada posisi sebagai orang tua... Kami melihat/mengingat kalian anak-anak dengan kondisi emosional yang banyak kasih, banyak kebanggaan, banyak restu baik... Kadang pada saat kalian anak-anak berbuat salah pun, kami orang tua banyak memakluminya.... hehehe... apalagi kalian anak-anak waktu itu lagi lucu-lucunya....

Ketika kami sebagai orang tua merasakan kesepian, kami melihat kalian anak-anak..., kami sudah merasa bahagia, senang rasanya melihat kalian ada di rumah, walaupun kalian sibuk/asyik main sendiri. 

Bahkan berdasarkan rekan Ayah/Ibu yang tidak memiliki anak, kata mereka hidup ini kurang lengkap... mereka mengangkat anak dan berbahagia melihat sosok anak-anak...  

Terharu saya mendengar apa yang disampaikan Ayah/Ibu.... 

Saya mulai memahami apa yang dimaksud oleh Ayah/Ibu dengan pernyataan bahwa kita boleh menganggap Ayah/Ibu sebagai Anak kita.... 

Saya mencoba merasakan bagaimana pengalaman psikologis ketika mengalami jenis hubungan menganggap Ayah/Ibu sebagai Anak.

Saat kita memiliki pengalaman dimana Ayah/Ibu kita anggap sebagai Anak.... pada saat itu kita akan merasakan banyak kasih, banyak kebanggaan, banyak restu baik terhadap sosok Ayah/Ibu..., kita merasakan bahwa hidup ini terasa lengkap... 

Terima kasih Ayah/Ibu sudah menawarkan diri sebagai Teman/Sahabat, bahkan sebagai Anak.... 

#Kuantitastemananpenting #Kualitashubungandenganayahibulebihpenting

Sunday, January 10, 2021

06. Tiga Jenis Pertemuan (di Rumah) yang Sayang kalau Dilewatkan (Jangan Buru-buru Menyimpulkan, sebelum Selesai Membaca)

Setidaknya ada tiga jenis pertemuan / forum yang bisa kita amati berdasarkan status/level peserta, yaitu:

01. Pertemuan antara petinggi/pemimpin/raja-raja --> Konferensi Tingkat Tinggi

02. Pertemuan antara bawahan dan atasan --> Briefing, Koordinasi, Rapat Kerja, dll.

03. Pertemuan antara teman --> Kongkow-kongkow, Nongkrong, dll.

Di antara ketiga pertemuan tersebut, terbayang suasana yang paling royal / agung, saling berusaha mengutarakan hal-hal yang baik, saling berusaha menguntungkan, dan kalau bisa sampai membuat kesepakatan (MoU), adalah jenis pertemuan pertama (Pertemuan antara Petinggi/Pemimpin/Raja-raja). 

Oleh karena suasana lebih royal / agung / suasana kerajaan, terbayang para peserta akan akan saling memanggil menyebut satu sama lain dengan: "Yang Mulia ...."


Selain berdasarkan status/level peserta yang mengikuti pertemuan, hal yang menentukan jenis pertemuan adalah raut wajah dari masing-masing peserta pertemuan. 

Raut Wajah itu penting lho Bro... coba deh lihat... Para peserta pertemuan biasanya akan menoleh/melihat ke wajah anggota pertemuan. Hehehe... aneh kalau peserta pertemuan malah menoleh ke bagian-bagian lain selain wajah.... (jangan-jangan peserta pertemuan sedang melaksanakan tugas MK Observasi dan Wawancara)


Wajah mengandung banyak informasi, selain padangan/isi pembicaraan yang disampaikan oleh peserta pertemuan. Wajah adalah sumber informasi mengenai kondisi emosi, arah berpikir, serta sikap para peserta. 


Oleh karena wajah adalah sumber informasi, maka wajah juga bisa digunakan untuk mengkategorikan jenis pertemuan. Setidaknya ada tiga jenis pertemuan berdasarkan kondisi raut wajah dari para peserta pertemuan:

01. Pertemuan dengan Wajah yang mencerminkan emosi positif, keterbukaan pikiran, dan sikap yang positif --> Pertemuan Brainstorming; pertemuan membahas berbagai Solusi/Ide Kreatif.

02. Pertemuan dengan Wajah yang mencerminkan emosi datar, kadang cemas, kadang gemes; pikiran menilai/mengevaluasi kegiatan/aktivitas; sikap mendukung kegiatan/aktivitas tertentu --> Pertemuan Membahas Tugas / Pekerjaan.

03. Pertemuan dengan Wajah yang mencerminkan emosi yang kadang netral, kadang negatif; kadang positif (nano-nano). Positif bukan karena mensyukuri keberuntungan orang lain, tetapi malah "mensyukuri" kondisi orang lain yang kurang beruntung. Pertemuan jenis ke tiga ini, juga diwarnai oleh pikiran yang sibuk menilai/mengevaluasi orang lain; sikap kurang disiplin, cenderung membuang-buang waktu --> Pertemuan apa namanya ya?!?


Demikian jenis-jenis pertemuan berdasarkan: (a) Status/level peserta pertemuan; dan berdasarkan (b) Raut wajah yang ditampilkan oleh peserta pertemuan. 


Lalu implementasinya bagaimana?  

Berdasarkan jenis-jenis pertemuan di atas, ada Tiga Jenis Pertemuan yang disarankan (setidaknya) untuk direnungkan (bagus kalau bisa kesampaian untuk diselenggarakan):   

(a) Bagaimana kalau di rumah, kita terapkan pertemuan dengan anak-anak / antar family member, seolah-olah seperti pertemuan antar petinggi/pemimpin/raja-raja yang mulia? Hehe... kenapa tidak anak-anak / family member kita persiapkan untuk menjadi raja... maksudnya bukan Raja di Kerajaan Nusantara lho ya... tetapi maksudnya Raja/Master/Penguasa bagi Diri Sendiri (self-sovereign, a master of the self / penguasa atas buah pikirannya, penguasa atas dinamika emosi yang dialaminya, dan penguasa atas kata-kata/perbuatannya agar sukses mencapai tujuan yang disasar)

(b) Bagaimana kalau pertemuan di rumah, kita selenggarakan dengan raut wajah yang mencerminkan emosi positif, keterbukaan pikiran, dan sikap yang positif --> Pertemuan Brainstorming; pertemuan membahas berbagai Solusi/Ide-ide Kreatif. 

(c) Bagaimana agar Pertemuan Membahas Tugas / Pekerjaan di rumah, kita selenggarakan dengan raut wajah yang mencerminkan emosi positif, keterbukaan pikiran, dan sikap yang positif mendukung kegiatan/aktivitas tertentu --> lho... kok mirip dengan poin (b)?


Yuk... Tarik Sist... 

Mumpung masih anak-anak.... Bagaimana kalau kita terapkan mulai sekarang...

Atau nanti-nanti saja, dengan risiko masa/periode Berlian (Diamond) anak-anak berlalu, dan tidak pernah kembali lagi... "If not now, then never

Smongko...

Sunday, January 3, 2021

04. Satisfaction fit Contentment

Hari ini, Orangtua mengajak saya merenungkan apa itu contentment dan apa itu satisfaction

Sebelumnya, saya berpikir bahwa satisfaction dan contentment hanyalah sinonim saja (https://www.merriam-webster.com/). ya wiss... sinonim tidak perlu dicari-cari lagilah apa bedanya...

Setelah pagi ini Orangtua saya mengajak merenungkan kedua konsep tersebut, saya jadi berpikir-ulang...  

Sebelum menuliskan hasil diskusi/renungan, saya teringat dengan metode statistik pengujian korelasi.

Ibarat psychological construct, satisfaction adalah variabel X dan contentment adalah variabel Y. 

Oleh karena di dalam kamus kedua konsep tersebut adalah sinonim, maka saya berhipotesis bahwa satisfaction (X) dan contentment (Y) akan memiliki hubungan yang kuat atau memiliki koefisien korelasi yang besar (antara 0,5 s.d. 1,0).

Dengan koefisien korelasi yang besar, tampaknya satisfaction dan contentment akan memiliki lebih banyak persamaan daripada perbedaan. Namun, dari hasil diskusi/perenungan bersama Orangtua, kok tampaknya lebih banyak perbedaannya ya... Setidaknya dari jumlah karakter/huruf untuk menguraikan/menjelaskan, lebih banyak karakter/huruf yang digunakan untuk menjelaskan perbedaan, daripada untuk menjelaskan persamaan.

Baiklah.... apa persamaan dan perbedaan satisfaction dan contentment?

Berdasarkan diskusi dengan Orangtua saya, persamaan satisfaction dan contentment, ada dua yaitu: sama penyebabnya dan sama akibatnya.

Pertama, satisfaction dan contentment sama-sama disebabkan oleh harta karun atau oleh berbagai pencapaian yang telah kita terima; misalnya: nama baik/reputasi, sifat/karakter baik, kondisi kesehatan yang baik, pengetahuan mengenai hakikat kehidupan, dll. terkait sumberdaya/kekuatan yang kita miliki. 

Kedua, satisfaction dan contentment sama-sama meyebabkan kebahagiaan. Semakin tinggi skor satisfaction yang kita miliki, semakin bahagia kita. Demikian pula, semakin tinggi skor contentment yang kita miliki, semakin bahagia kita.

Lalu, apa perbedaan satisfaction dan contentment

Menurut Orangtua saya, perbedaan satisfaction dan contentment terletak pada kadar (kualitas) kebahagiaan yang dirasakan. Dengan kata lain, walaupun satisfaction dan contentment menyebabkan kebahagiaan, tetapi kadar kebahagiaannya berbeda.

Kadar kebahagiaan dalam konsep satisfaction, hanya sampai pada level kognitif/intelektual.  Dalam hal ini, saat kita mengingat, menyadari, mendiskusikan / menceritakan harta karun atau berbagai pencapaian yang telah kita terima, kita akan mencapai kebahagiaan secara kognitif/intelektual. Ada kesenangan / kepuasan pikiran di saat kita kita mengingat, menyadari, mendiskusikan / menceritakan harta karun atau berbagai pencapaian yang telah kita terima.

Lain halnya dengan kadar kebahagiaan dalam konsep contentment. Kebahagiaan yang disebabkan contentment, lebih dari sekadar pada level kognitif/intelektual. Kebahagiaan dalam konsep contentment bersifat substansial, mencapai kedalaman batin / jiwa.  Dalam hal ini, saat harta karun atau berbagai pencapaian yang telah kita terima, kita gunakan/manfaatkan dengan baik, kita akan mencapai kepuasan batin / kepuasan jiwa. Ada kondisi Tenang (ketenangan jiwa) di saat kita dalam kondisi contentment

Dalam kondisi contentment, kita bukan saja mengingat, menyadari, mendiskusikan / menceritakan harta karun atau berbagai pencapaian yang telah kita terima, tetapi kita menggunakan harta karun tersebut dengan baik, mengimplementasikan nama baik/reputasi, menunjukkan sifat/karakter yang baik dalam keseharian, memiliki kondisi kesehatan yang baik, menjadi perwujudan dalam menerapkan berbagai pengetahuan mengenai hakikat kehidupan, dll. 

Demikian sekadar catatan/notula hasil diskusi dan renungan bersama Orangtua mengenai perbedaan satisfaction and contentment... Ibarat pengukuran psikologis (psychological measurement), kebahagiaan dalam konsep satisfaction diindikasikan s.d. angka 7 (skala 1 - 10), tetapi kalau kebahagiaan dalam konsep contentment diindikasikan s.d. angka 9 bahkan angka 10 (skala 1 - 10).  

Saat ini saya jadi berpikir-ulang, walaupun suatu konsep adalah sinonim, mungkin kalau direnungkan akan tetap ada perbedaannya ya... setidaknya perbedaan pada kadar/level/kualitas konsep sinonim tersebut. 

Di tengah kesibukan Orangtua, adalah suatu keberuntungan Orangtua (Ayah / Ibu) bisa mengajak mendiskusikan / merenungkan perbedaan satisfaction and contentment... Di mata anak-anak yang manis... Orangtua adalah perwujudan dari harta karun atau berbagai pencapaian yang dimiliki-Nya.