Sunday, July 22, 2012

01. Darimana Datangnya Cinta Sejati? Dari .... turun ke ....


Apa yang membuat kita mampu melihat keindahan yang ada di lingkungan kita?
  • Mata yang bersih? atau
  • Pikiran/hati yang bersih? atau
  • Keduanya?
Idealnya, kita akan memilih keduanya (mata yang bersih dan pikiran/hati yang bersih). Dengan mata dan pikiran/hati bersih, dunia ini benar-benar indah... kalau saja kita ada waktu sejenak, kita boleh merefleksikan beberapa pertanyaan di bawah ini:
  • seberapa indah bunga di pinggir jalan atau taman yang kita lewati? 
  • seberapa indah senyuman orang-orang di sekitar kita saat saling bertegur sapa?
  • seberapa indah tata letak kamar tidur kita (atau kamar mandi kita :-)? 
  • seberapa indah kenangan yang ada dalam album foto kita? atau 
  • seberapa indah catatan/diary yang kita tulis?
Namun sayang, mata yang bersih kadang tidak selalu terjaga saat usia badan semakin tua. Ada kalanya, saat usia menua, mata kita mengalami gangguan seperti katarak (lensa mata menjadi keruh/kabur), atau bahkan menjadi buta. (mudah-mudahan, mata kita selalu sehat...) 

Kalau kita berandai-andai... jika mata kita mengalami gangguan.... apakah kita masih mampu melihat keindahan dunia?  Dengan penuh kerendahan hati, dan mengigat hakikat kita sebagai jiwa, kita harus optimis bahwa kita tetap bisa melihat keindahan dunia... ya... melalui "mata batin"

Seberapa yakin, bahwa jiwa dilengkapi dengan mata batin?

Orang awam menyebut mata batin sebagai mata ke tiga; Jung menyebutnya sebagai intuition. Kalau berusaha didefisinisikan secara konseptual, sepertinya agak sulit; mungkin karena sifat mata batin yang memang tidak bersifat rasional (tidak bersifat thinking). 
   
Tapi, kalau memang diminta untuk mendefinisikan, saya akan mengatakan bahwa mata batin (intuition) adalah keistimewaan jiwa untuk mampu melihat nilai-nilai yang ada di setiap objek fisik atau nilai-nilai yang ada pada orang-orang di sekitar kita.

Mata batin terbuka dengan lebar, pada saat kondisi pikiran/hati kita bersih :)

Saat kita menggunakan mata batin, kita mampu melihat nilai yang terkandung dalam setiap objek di lingkungan sekitar kita. Melihat nilai yang terkandung dalam setiap objek, membuat objek tersebut menjadi lebih indah. Dengan kata lain, objek fisik hanya akan menjadi indah, jika kita melihat nilai yang terkandung di dalamnya.

...ngomong-ngomong, maksud/arti nilai yang terkandung dalam setiap objek, bukan nilai Rupiah/Dollar lho ya...Nilai yang terkandung dalam setiap objek, maksudnya adalah nilai-nilai kehidupan. Misalnya:
  • Tanaman di pinggir jalan, menjadi lebih indah saat kita melihat ada kedamaian (peace) di balik tanaman tersebut; ada tanggung jawab (responsibility) dari pihak yang mengurus tanaman di pinggir jalan tersebut;
  • Senyuman orang-orang di sekitar kita, menjadi lebih indah saat kita melihat ada ketulusan cinta (love) di antara kita; ada keramahan (humility) di antara kita. 
  • Tata letak kamar tidur kita, menjadi lebih indah saat kita melihat ada keteraturan dan kesederhanaan (simplicity) di kamar tersebut; atau ada kebersamaan (togetherness) di kamar tersebut...  
Jadi...kalaupun mata yang bersih kadang tidak selalu terjaga saat usia badan semakin tua, mudah-mudahan mata batin kita tetap sehat/bersih... 


Saat yang paling pas/bagus untuk membuka mata batin, adalah pada saat kita membuka mata di pagi hari :)

Jika di siang hari atau di sore hari, mata batin kita mengantuk..., apakah ada tips untuk menjaganya agar tetap terbuka? :) 

Monday, July 9, 2012

03. Kring kring kring, ada sepeda... Sepedaku roda tiga...


Menghormati diri sendiri bukan berarti gila hormat. Kalau "gila", identik dengan kegiatan yang dilakukan tanpa kesadaran. Menghormati diri, dilakukan justru dengan penuh kesadaran. Lebih lanjut, kalau kita amati, ciri orang yang mampu menghormati diri sendiri, banyak bersinggungan dengan ciri orang yang rendah hati. Lho kok?

Apa hakikat menghormati diri sendiri?

Menghormati diri sendiri adalah mengidentifikasi, mengenali, dan melihat dengan nyata kualitas yang ada di dalam diri. Mungkin sebagian dari kita tidak menghormati diri sendiri karena kurang tepat dalam mengidentifikasi kualitas yang ada di dalam diri sendiri. Kualitas yang dimaksud bukan kepandaian, bukan bakat, bukan keterampilan, apalagi harta kekayaan. Kualitas yang dimaksud adalah sifat-sifat baik, yang dimiliki oleh diri kita sebagai sang jiwa.

Sifat-sifat baik, ada pada setiap individu. Kepandaian, bakat, keterampilan, harta kekayaan, boleh jadi tidak sama pada setiap jiwa. Tetapi sifat-sifat baik relatif sama. Prinsip yang perlu diingat bahwa sifat baik bukan milik jiwa tertentu. Sifat baik adalah hak untuk dimiliki oleh setiap jiwa. Hal yang menjadi masalah adalah, terkadang sang jiwa sulit mengenali sifat-sifat baik yang dimilikinya, atau sang jiwa menolak bahwa dirinya memiliki sifat baik? Hehehe...parahh :)

Sifat baik yang perlu kita kenali dan kita lihat dengan nyata, tidak perlu banyak-banyak, cukup tiga. Mengapa tiga? Tiga adalah angka minimal yang mencerminkan keseimbangan. Seperti halnya kendaraan, untuk membuatnya stabil, setidaknya dibutuhkan tiga roda. Kalau lebih dari tiga, ya lebih baik lagi. Lihat saja truk gandengan yang membawa beban dalam hitungan ton, rodanya bisa belasan.

Sepeda roda tiga adalah contoh yang paling konkret untuk menggambarkan jumlah minimal roda yang dibutuhkan (http://www.youtube.com/watch?v=ycp_BVcElbY&feature=related). Kalau kurang dari tiga, wah.... kalau si pengendara tidak mahir, bisa jatuh ke kiri atau jatuh ke kanan. Nah kalau roda tiga, cukup amanlah... :-) 

Sehubungan dengan minimal tiga sifat baik; kita mau pilih kombinasi tiga sifat baik yang mana?
  • Suka menolong, rajin, dan jujur
  • Rendah hati, ceria, dan bisa bekerjasama
  • Sederhana, jujur, dan suka menolong
  • Disiplin, bisa bekerjasama, dan sederhana
  • Rajin, rendah hati, dan sabar
  • Tegas, sederhana, dan sopan
  • Ramah, terbuka, dan disiplin   
  • Apapun kombinasinya (boleh dibuat sendiri lho...), yang penting MINIMAL tiga sifat baik.


Nah... Setelah kita mengenali (minimal) tiga sifat baik tersebut, perhatikan sifat baik tersebut secara konsisten.

Dengan mengenali, memerhatikan, dan memikirkan sifat-sifat baik yang kita miliki, berarti kita sudah menghormati diri sendiri :-)

Kalau kita lihat lebih lanjut, hampir di setiap kombinasi tiga sifat baik tersebut, tampak unsur rendah hati ya?

Sekarang permasalahannya,...
Dalam sehari, kapan kita sediakan waktu untuk menghormati diri atau memerhatikan (minimal) tiga sifat baik yang kita miliki?

:-)