Saturday, September 3, 2011

11. Mengapa kita sulit untuk melupakan…?

Saat kita memikirkan suatu hal yang merugikan secara terus menerus, atau ketika kita berpikir tentang suatu hal (yang merugikan) lagi dan lagi, maka kita telah terjebak dalam rasa sakit, penyesalan, atau ketidakbahagiaan.

Apakah kita ingin benar-benar terbebas dari rasa sakit? Orang normal, pada umumnya, menginginkan kebebasan dari rasa sakit atau sembuh dari luka (luka psikologis). Ada lho… orang-orang tertentu, justru mencari dan menikmati rasa sakit…wadoo

Bagi kita yang ingin benar-benar terbebas dari rasa sakit, boleh mencoba resep berpikir (yang sederhana). Ketika kita bisa berpikir (yang sederhana), maka kita bisa bebas dari rasa sakit atau bebas dari luka (psikologis).

Bagaimana caranya berpikir (yang sederhana)?

Caranya…, ya…. berpikir (yang sederhana). Orang awam umumnya mengatakan, untuk bebas dari rasa sakit, kita harus melupakan peristiwa/pengalaman yang merugikan/menyakitkan tersebut. Namun demikian, setelah kita coba untuk melupakan, ternyata sangat sulit. Mengapa?

Mengapa kita sulit untuk melupakan? Pada hakikatnya, tugas pikiran adalah untuk berpikir. Pikiran adalah ibarat mesin yang patuh terhadap tugasnya, yaitu “berpikir”. Oleh karena itu pikiran kita akan bersifat aktif, aktif, dan aktif; bahkan pada saat tidur, pikiran kita aktif (kita sebut sebagai mimpi).

Dengan demikian, akan sangat sulit bagi pikiran, jika kita memintanya untuk berhenti mengingat (melupakan) suatu kejadian. Bukannya lupa, malah justru semakin diingat…hehehe…(hukum paradoks berlaku di sini)

Untuk melupakan sesuatu, kita perlu memberi tugas (yang sederhana) kepada pikiran. Hanya dengan cara memberikan tugas (yang sederhana) kepada pikiran, peristiwa/pengalaman yang merugikan/menyakitkan dapat kita lupakan. Tugas (yang sederhana) kepada pikiran, bisa dalam bentuk bacaan spiritual, memaknai lagu spiritual, menonton film spiritual, atau melakukan apapun, yang pada prinsipnya spiritual.

Lhoo kok spiritual???

Percaya tidak percaya… seharusnya percaya…ya sudah percaya saja… bahwa sesuatu yang bersifat spiritual membuat kita menemukan esensi/inti rahasia kehidupan. Penemuan esensi/inti kehidupan membuat kita dapat memahami setiap peristiwa (yang menyenangkan, yang merugikan, yang menyakitkan, yang membahagiakan, dll.). Spiritualitas merujuk pada akhir kehidupan, pada sesuatu yang bersifat tidak material, pada makna/nilai-nilai universal, yang ada sejak kita (manusia) turun ke bumi. (tahun berapa tuhh???)

Dengan memberi tugas (yang sederhana) kepada pikiran (berupa bacaan spiritual, memaknai lagu spiritual, menonton film spiritual, atau melakukan wisata spiritual), kita bisa mengambil manfaat dari peristiwa/pengalaman dari masa lalu, tanpa merasa sakit. Peristiwa/pengalaman masa lalu justru akan membuat kita merasa kaya; membuat kita merasa bahwa suatu saat dibutuhkan, kita bisa sharing tentang pengalaman yang berharga kepada orang lain.

Dengan tugas (yang sederhana), pikiran kita menjadi LUPA…. (lupa tanpa disadari…)