Sunday, November 19, 2023

05. Beneran ingin Merdeka, atau hanya Angan-angan?

Kita sering sekali mendengarkan kata-kata Merdeka / Bebas / Freedom...

Ada lagunya lho: tujuh belas agustus tahun empat lima... itulah hari kemerdekaan kita... 


Siapa yang tidak ingin menjadi merdeka / bebas?

Siapa yang tidak merasakan kebahagiaan dalam kondisi merdeka?


Pertanyaan mendasar: Apakah kita benar-benar ingin merdeka?

Keinginan untuk menjadi merdeka, perlu benar-benar kita renungkan... apa iya kita ingin menjadi merdeka/bebas dan bahagia?


Ayah pernah menyampaikan tips bagaimana caranya untuk menjadi merdeka... menurut Beliau untuk menjadi bebas (merdeka), caranya adalah menjadi tidak terikat... hehehe.... terkesan sederhana, hanya bolak-balik kata ya Bro... tapi sebenarnya maknanya dalem lho, Bro....

... maksud Ayah tidak berhenti sampai di situ, Bro... untuk menjadi tidak terikat, perlu didahului dengan KETIDAKTERTARIKAN... Jika kita sampai tertarik terhadap sesuatu, saat itulah tumbuh bibit keterikatan... 

Saat kita tertarik terhadap sesuatu (khususnya yang bersifat fisik), semakin kita masuk ke dalam jebakan keterikatan, secara halus.... nah... kalau kita sudah terikat... mulailah kita merasa tidak bebas, tidak merdeka, dan merasa tertekan... 

hehehe... setelah tertekan, biasanya baru muncul keinginan untuk bebas / merdeka... 


Untuk menjadi terikat, prosesnya sesederhana di atas, Bro.... tetapi.... setelah merasa terikat bahkan tertekan, dan ingin menjadi bebas, prosesnya sulit... sulit kuadrat, Bro... mungkin pernah melakukan refleksi/perenungan mengenai hal ini? 


Lalu, bagaimana cara agar kita bisa menjadi bebas dari keterikatan?

Menurut Ayah saya, prinsipnya adalah KETIDAKTERTARIKAN.... untuk memiliki KETIDAKTERTARIKAN, perlu dua langkah di awal, yaitu: 


1. Pertama, renungkan dari situasi/kondisi apa, kita ingin merasa bebas (merdeka)?  Misalnya, kita ingin bebas dari situasi/kondisi: (a) emosi negatif seperti benci, minder/malu, sedih, tertekan, lonely, cemas, takut, gelisah; (b) tidak asyik/kurang semangat dalam menjalani kegiatan; (c) berkonflik dengan orang lain; (d) kurang produktif, sering menunda-nunda tugas/pekerjaan; atau (e) merasa hidup kurang berarti.

2. Kedua, renungkan kebiasaan (pola pikir, kata-kata, atau perilaku) yang berulang kali kita lakukan, yang membuat kita terjebak masuk dalam situasi/kondisi yang dimaksud pada langkah Nomor 1. Misalnya, gegara kita sering nonton film (sambil rebahan, kebiasaan yang terbentuk pada jaman pandemic 2020-2022 😊), banyak tugas-tugas yang tertunda, kurang produktif, dimarahin sahabat/teman tugas kelompok, dll. Misalnya lho ya... misalnya.... mungkin bisa kita renungkan kebiasaan-kebiasaan lainnya selain kebiasaan nonton film yang kurang relevan dengan tugas/pekerjaan/tujuan hidup kita. 

Setelah dua langkah awal tersebut, cetuskan dalam pikiran (nyatakan dalam buah pikiran): saya mampu memiliki KETIDAKTERTARIKAN terhadap kebiasaan (pola pikir, perilaku) yang tidak menguntungkan saya. Berdasarkan permisalan di atas, cetuskan dalam pikiran (nyatakan dalam buah pikiran): saya memiliki KETIDAKTERTARIKAN terhadap tontonan yang sebenarnya tidak berhubungan / tidak relevan dengan tugas-tugas/pekerjaan/tujuan hidup saya.


hehehe... sulit rasanya ya Bro., menjadi tidak tertarik terhadap sesuatu yang sering kita lakukan (tidak tertarik terhadap tontonan kesukaan kita), sulit ya Bro.... tontonannya kok rasanya/tampaknya lebih menarik daripada tugas/pekerjaan/tujuan hidup kita ya Bro.?  

Nahh... kalau kita merasa sulit.... bolehlah kita kembali pada pertanyaan (sambil direnungkan lho ya....): Apakah kita benar-benar ingin merdeka? ingin bahagia?

Kalau jawabannya "iya kita benar-benar ingin merdeka / bahagia"... lakukan langkah-langkah pembebasan... renungkan, renungkan, dan miliki KETIDAKTERTARIKAN

KETIDAKTERTARIKAN dicapai melalui kombinasi: (a) PENGETAHUAN mengenai kebutuhan psikologis (psychological needs) yang esensi dari sang jiwa dan (b) Latihan MENGHENINGKAN CIPTA (MERENUNGKAN PENGETAHUAN). 

Yuk Bro... Mengheningkan Cipta sambil ngopi-ngopi dan menikmati instrumen The Real Freedom / Always 


Kalau Bro. and Sis., mau tips yang lebih rumit dan ilmiah 😋, bolehlah dibaca artikel mengenai konsep Psychological Detachment (Sonnentag & Bayer, 2005). 

Psychological DetachmentNon-Attachment

Psychological detachment berhubungan positif dengan kesejahteraan psikologis

Semakin kita menyempatkan diri untuk melakukan psychological detachment, semakin kita bahagia (mengalami emosi positif) --> terkesan aneh ya? sepertinya anomali nggak sih?..... kita kira.... saat kita menuruti ketertarikan kita, maka kita akan bahagia.... tetapi ternyata sebaliknyaBro... saat kita tertarik, malah kita masuk ke dalam situasi/kondisi keterikatan.... saat kita terikat, kita tidak bebas, tidak merdeka, tidak bahagia... 

Apakah kita benar-benar ingin merdeka? ingin bahagia? 

yuk... pelan-pelan kita detach terhadap kebiasaan lama, hingga kita benar-benar bisa merdeka / bebas / freedom

Sunday, November 12, 2023

11. X, M1, M2: Cara Mengatasi Frustrasi (Y)

Apa yang terjadi ketika kita tidak mendapatkan hasil yang kita inginkan? 

Boleh jadi kita akan mengalami frustrasi, Bro. / Sis.


Frustrasi bagaikan saat seorang anak dilarang bermain, dilarang mendapatkan mainan yang dilihat/disukainya. 

Frustrasi tampak sebagai respons emosional saat individu mengalami penghalangan terhadap pemenuhan kebutuhan/keinginannya. Saat mengalami frustrasi, individu merasakan perasaan campur aduk seperti kesal, kecewa, marah, sedih, namun tidak tahu apa yang harus dilakukan...


Kalau boleh mengusulkan model penelitian, trajectory terjadinya frustrasi kita hipotesiskan sebagai Gambar 1 berikut ini.


Gambar 1

Trajectory terjadinya Frustrasi, menuju Positive Outcomes



1. Frustasi sebagai dependent variable (Y).

2. Keinginan/motivasi/kebutuhan sebagai independent variable (X).

3a. Keterbatasan internal (kemampuan fisik, kapasitas kognitif, dll.) sebagai moderator variable (M1).

3b. Hambatan external (peraturan, keputusan pihak otoritas, dll.) sebagai moderator variable (M2).


Pada saat ada keinginan/motivasi/kebutuhan (X), namun terdapat keterbatasan internal (M1) dan hambatan external (M2), maka individu berpotensi mengalami frustrasi (Y).


Lalu pertanyaannya, kalau Mas Bro./Mba Sis. mengalami frustrasi, apakah mau diam saja terpaku pada kondisi frustrasi, atau mau move-on keluar dari kondisi frustrasi yang dialami?

Jika kita mau move-on keluar dari kondisi frustrasi yang dialami, kita perlu mememiliki mekanisme coping


Apa sih coping tersebut? (apakah sama dengan Koping Ho?)

Mengacu pada Gambar 1 di atas, yang dimaksud coping  adalah cara/mekanisme agar kondisi frustrasi, yang diakibatkan tidak tercapainya keinginan/kebutuhan (X1), dapat teratasi menjadi kondisi positive outcomes

Dengan memahami coping strategy kita akan berhasil melakukan recovery hingga tercipta positive outcomes (merasakan emosi positif, mampu berkonsentrasi dalam aktivitas, berhubungan baik dengan orang lain, merasa berharga, dll.); sedangkan tanpa memahami coping strategy, kita terhambat melakukan recovery dan terjebak pada kondisi yang buruk (negative outcomes). 


Berdasarkan Gambar 1 di atas, cara mengatasi frustrasi dapat dilakukan setidaknya dengan tiga strategi:

1. Strategi X, yaitu dengan memodifikasi keinginan/motivasi/kebutuhan. Modifikasi dapat dilakukan dengan cara (a) mencari alternatif target keinginan atau (b) menurunkan standard yang kita inginkan. Contoh (a): kita ingin mencapai nilai 8 pada mata pelajaran Matematika; namun karena seringkali tidak tercapai walau sekeras apapun usaha kita, maka bolehlah kita mencari mata pelajaran lain yang dapat dijadikan target alternatif untuk mendapatkan nilai 8 (misalnya mata pelajaran seni musik, olah raga, bahasa daerah, dll.). Contoh (b): oleh karena nilai 8 sulit mencapai nilai 8 pada mata pelajaran Matematika, maka target kita turunkan; tidak usah mencapai nilai 8, tetapi mencapai nilai 6 saja; kita berpikir bahwa nilai 6  yang penting lulus Bro. / Sis.

2. Strategi M1, yaitu dengan mencoba mengatasi keterbatasan internal yang kita miliki. Keterbatasan internal dapat berupa pengetahuan kognitif, kemampuan sosial, keterampilan fisik, dll. pada diri kita. Sebelum kita atasi, keterbatasan internal perlu kita evaluasi Bro./Sis. Ada kalanya keterbatasan internal bersifat permanen, tidak dapat kita tingkatkan. Nah, pada kasus keterbatasan internal bersifat permanen..., mau nggak mau kita belajar menerima keterbatasan yang ada pada diri kita, Bro.... Namun, jika keterbatasan internal tidak bersifat permanen, berarti masih ada harapan bagi kita untuk mengatasi keterbatasn internal yang ada. Kita bisa berusaha/belajar untuk meningkatkan pengetahuan kognitif, kemampuan sosial, atau keterampilan fisik. Belajar bisa secara formal, bisa secara informal. Contoh (jika keterbatasan internal tidak permanen): saat kita ingin mencapai nilai 8 pada mata pelajaran Matematika, kita bisa mengikuti pelajaran tambahan dengan cara les Matematika, nonton video Matematika, ngobrol banyak dengan guru Matematika, latihan soal Matematika, dll.; (dengan catatan hasil pemeriksaan psikologis menunjukkan bahwa kemampuan numerik kita tergolong baik ya Bro./Sis.).   

3. Strategi M2, yaitu dengan cara mengetahui, memahami, dan mengikuti pola aturan dan arahan pihak otoritas. Umumnya sesuatu yang bersifat external (peraturan, keputusan pihak otoritas, situasi, cuaca, kemacetan lalu lintas, dll.) berpengaruh terhadap sukses/tidaknya kita mencapai/memenuhi kebutuhan/keinginan kita; namun sayangnya situasi external tersebut berada di luar kendali kita. Pada saat ada hambatan yang bersifat eksternal, sulit kita untuk melakukan modifikasi. Hal yang bisa kita lakukan adalah berusaha untuk memahami dan mengikuti pola, tuntutan, aturan, situasi eksternal. Jika hambatan external masih bisa kita prediksi/atasi, bolehlah kita tetap berusaha mencapai  keinginan/kebutuhan kita; dengan cara menetapkan ulang level target yang lebih terjangkau sejalan dengan keinginan/kebutuhan kita; atau dengan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan yang kita miliki. Namun demikian, jika hambatan external ini tidak mungkin kita atasi, apa boleh buat keinginan yang kita miliki sebelumnya, kita lepas, kita tinggalkan, kita lupakan; kita pertimbangkan target alternatif lainnya, yang mungkin sama baiknya atau bahkan lebih baik bagi pencapaian tujuan hidup.


Mudah-mudahan dengan tiga jenis coping strategy X, M1, M2 di atas, kita bisa move on dan mencapai positive outcomes

Ibarat kita sampai di terminal, apakah kita mau pilih lanjutkan perjalanan, atau mau pilih diam di terminal, Bro. / Sis.?

Pilih lanjutkan perjalan: berarti kita mampu move-on dari kondisi frustrasi, kita melanjutkan perjalanan menuju lokasi wisata positive outcomes; kita tidak membiarkan diri / pikiran larut pada hambatan yang bersifat internal external

Pilih diam (stay) di terminal: berarti kita sedang ragu ke arah mana kita akan melanjutkan perjalanan; kita berpotensi menghabiskan waktu, menghirup udara terminal yang mungkin kurang sehat, hingga kondisi kesehatan melemah (menjumpai negative outcomes)


Hayooo kita berangkat... Bus Sibual Buali sudah menunggu, Bro./Sis.

(puter youtube-nya / dengerin sampe habis ya

Versi lain Bus Sibuali Buali campursari

=============== Sejarah Bus Sibual Buali

Sejarah Sibual Buali

bus Sibualbuali, PO tertua di Indonesia

Tuesday, November 7, 2023

08. Thank you, God...

Terima kasih Bro. Jonathan Pratama Siladjaja... berkat ngobrol dengan Bro. Jonathan, saya menjadi dapatkan lagu bagus ✌️🙏 Nadanya bagus, liriknya juga bagus 👍👌

Lagu tersebut judulnya "Thank you" (by Cosmo Korg)

Saking bagusnya, Bro. Brilliant Sanny bersedia membantu membuatkan video dengan terjemahan Bahasa Indonesia untuk digunakan dalam MK Psikologi Positif (Gratitude). Terima kasih Bro. Sanny...

Dalam lagu Thank you tersebut berisi kata-kata yang sangat bagus untuk membantu ingatan kita kepada Tuhan, kepada sosok yang selalu memberikan cinta kasih kepada kita. 


Saya jadi ingat diskusi dengan Ayah mengenai bagaimana sih wujud cinta kasih Tuhan?

Apakah cinta kasih Tuhan hadir dalam bentuk barang/harta-benda, kemenangan, kesehatan, atau apa ya


Mendiskusikan bersama Ayah, mengenai bentuk cinta kasih Tuhan menghasilkan setidaknya tiga renungan:

Renungan 1. Jika cinta kasih Tuhan hadir dalam bentuk barang/harta-benda, Tuhan berpotensi dipersepsi tidak adil lho Bro... Orang yang punya banyak barang/harta-benda, terkesan lebih banyak menerima cinta kasih Tuhan; dibandingkan dengan orang yang hanya memiliki sedikit barang/harta-benda. Terkesan orang yang sedikit memiliki barang/harta-benda, kurang mendapatkan cinta kasih Tuhan. Bagaimana, Mas Bro./Mba' Sis. termasuk yang punya banyak barang atau yang punya sedikit barangCoba deh dipikir, apakah cocok Bro. jika cinta kasih Tuhan diidentikkan dengan barang/harta-benda yang kita miliki?  

Renungan 2. Jika cinta kasih Tuhan dalam bentuk kemenangan, bagaimana? Nah... ini juga... Tuhan bisa-bisa dipersepsi tidak adil / kurang fair. Misalnya ada dua kubu sepak bola akan bertanding, Tim Kesebelasan A dan Tim Kesebelasan B. Lalu, Tim Kesebelasan A memohon agar diberikan kemenangan, demikian pula Tim Kesebelasan B, tidak kalah khusyuk tiga hari tiga malam berpuasa dan berdoa memohon agar diberikan kemenangan... Lalu, di akhir pertandingan, hehehe... Tim Kesebelasan A menang, dan Tim Kesebelasan B kalah... hiks... kasihan Tim Kesebelasan B...  Nah... Tim Kesebelasan mana yang lebih disayang Tuhan? Apakah Tim Kesebelasan A lebih banyak menerima cinta kasih Tuhan dibandingkan Tim Kesebelasan B? Apakah Tim Kesebelasan A bersyukur atas "kemenangan" yang diterima dari Tuhan? dan Tim Kesebelasan B tidak ada yang patut disyukuri, karena tidak menerima kemenangan dari Tuhan? Lagi-lagi Tuhan berpotensi dipersepsi tidak adil, jika cinta kasih Tuhan hadir dalam bentuk kemenangan/kesuksesan.

Renungan 3. Bagaimana jika cinta kasih Tuhan kita hipotesiskan hadir dalam bentuk kesehatan? Sepertinya juga nggak dehh Bro... Saya kenal seorang sahabat (yang sudah almarhum) yang tidak diragukan lagi bahwa ia sangat dekat hubungannya dengan Tuhan. Sahabat saya termasuk orang yang menjaga kesuciannya, meluangkan waktu lebih dari orang pada umumnya untuk melayani Tuhan, berusaha menjaga kesehatan, menjaga makanan, rajin berolah raga, dll. Ehhh..., ternyata sahabat saya tetap jatuh sakit, bahkan hingga meninggal di usia relatif lebih muda daripada orang pada umumnya... Apa yang kurang coba? Apakah Tuhan tidak memberikan cinta kasihnya kepada sahabat saya? Mengapa Tuhan lebih memberikan kesehatan kepada orang lain? Mengapa sahabat saya yang sudah berusaha menjalin hubungan baik dengan Tuhan terkesan kurang diberikan kesehatan, jatuh sakit, hingga meninggal


Dari tiga renungan di atas, saya yakin bahwa cinta kasih Tuhan hadir bukan dalam bentuk harta-benda, kesuksesan/kemenangan, kesehatan, atau apapun dalam bentuk fisik. 

Cinta kasih Tuhan hadir dalam bentuk apa Mas Bro./Mba' Sis.?


Hasil diskusi dengan Ayah, menyimpulkan bahwa cinta kasih Tuhan hadir dalam bentuk vibrasi / gelombang pikiran.  

Vibrasi / gelombang pikiran di-encoding dalam bentuk pesan (message).

Ya, pesan... (pesanan sudah sesuai aplikasi ya 😊)


Cinta kasih Tuhan hadir secara sangat sangat halus, dalam bentuk vibrasi / gelombang pikiran. Orang umumnya menyebutnya dengan ilham, inspirasi, wangsit, buah pikiran baik, bisikan hati-nurani, atau apapun namanya, yang jelas dalam bentuk pesan yang sangat sangat halus... yang mungkin hanya bisa "didengar" pada saat kita benar-benar dalam keadaan hening.

Pesan (cinta kasih) Tuhan membimbing kita; membimbing kita agar bijak dalam memperoleh, mendapatkan, menggunakan harta-benda; agar kita berusaha berjuang memperoleh kemenangan, namun tidak patah semangat saat menghadapi kekalahan/kegagalan; agar kita mampu menerima/menghadapi rasa sakit...


Mungkin tidak terlalu salah jika kita tetap berterima kasih / bersyukur kepada Tuhan atas semua harta-benda, fasilitas, kesejahteraan, kesuksesan, kemenangan, kesehatan, makanan dan semua yang terbaik yang kita alami. 

Saya menduga, rasa terima kasih / syukur kepada Tuhan atas harta-benda, fasilitas, kesejahteraan, kesuksesan, kemenangan, kesehatan, makanan, semua hal terbaik yang pernah kita terima, boleh jadi karena kondisi psikologis yang bercampur aduk, saking bahagianya... 

Bahagia karena banyaknya pengalaman pikiran positif (eudaimonic) dan bahagia karena emosi positif terkait kesenangan fisik (hedonic). 


Terima kasih, Thank you God...