Friday, November 22, 2013

Sangat Bosan .......; ..02..; .......; ..04..; .......; ..06..; ....... Sangat Bermakna/Bernilai



Saat rekan/saudara kita, dirundung kebosanan, sering kali solusi yang diambil didasarkan pada logika yang SANGAT SEDERHANA, yaitu: “agar tidak bosan, maka perlu adanya pergantian suasana, perlu adanya variasi kegiatan, perlu langganan lebih banyak channel TV, dan seterusnya... bahkan sampai berpikir.... untuk menghilangkan kebosanan, sesekali perlu berganti partner...” wooww... LOGIKA SANGAT SEDERHANA namun SANGAT BERISIKO... (hehehe... jadi inget konstruk psikologis yang namanya risk taking behavior...)

Logika di atas, bukanlah logika kita yang memahami sumber kebahagiaan...

Kita yang memahami sumber kebahagiaan, akan sangat berhati-hati dalam menganalisis mengapa sang jiwa mengalami kebosanan.

Coba ingat-ingat, saat terakhir kali kita pernah merasa bosan....

Saat itu..., besar kemungkinan muncul pikiran bahwa hal-hal di sekitar kita, tidak ada yang dapat memenuhi apa yang kita inginkan. Hal-hal di sekitar kita (misalnya, situasi pekerjaan, orang-orang, atau berbagai acara TV), dirasa tidak membuat hidup ini bergairah/bermakna... dirasa tidak memberikan sensasi.... Pokoknya... bosan... bosan banget... nget...

Coba kita teliti berulang-ulang... kira-kira... darimana datangnya kebosanan tersebut?

Dari luar diri, atau dari dalam diri...

Logikanya... kalau kebosanan datang dari luar, maka dengan mengganti pekerjaan, beralih dari orang-orang di sekitar kita, atau dengan mengganti-ganti acara TV, kebosanan itu akan hilang... Iya kalau kebosanannya hilang... kalau minggu depan datang lagi? atau kalau besok datang lagi? atau yang lebih parah... sudah gonta-ganti sono sini, tetap saja bosan.... nah lho...?!??!!

Apakah tesis bahwa sumber kebosanan tersebut datang dari luar diri, masih kuat? (cek saja dengan pengalaman pribadi; apa hal-hal dari luar diri kita yang menjadi sumber kebosanan. Kira-kira, kalau sumber kebosanan itu kita ganti, apakah sumber kebosanan itu akan hilang atau datang lagi?)

Hanya kita yang cukup cerdas, yang dapat memahami bahwa ternyata kebosanan tersebut datang dari atau ada di dalam diri, tepatnya bercokol dengan sangat kuat, di dalam pikiran kita sendiri... hiii.... kalau saja kita bisa melihat sosoknya.... mengerikan lho Bro...

Kebosanan pada hakikatnya adalah cara berpikir yang salah.

Cara berpikir yang salah, membuat kita merasa bosan... Mendiskusikan cara berpikir yang salah boleh saja, namun lebih kompleks dan agak membuang waktu...

Lebih mudah dan lebih efisien kita mendiskusikan bagaimana CARA BERPIKIR YANG BENAR...

CARA BERPIKIR YANG BENAR, membuat hidup ini lebih bergairah dan lebih bersemangat...


CARA BERPIKIR YANG BENAR adalah:

Berpikir bahwa setiap hari setidaknya sudah ada satu TUJUAN yang sedang/telah kita capai; atau berpikir bahwa setidaknya ada satu AGENDA yang sedang/telah kita selesaikan. 
  
Berpikir bahwa setiap hari setidaknya ada tiga NILAI yang kita terapkan, contoh: (02) nilai Love, (04) nilai Happiness, atau (06) nilai Cooperation. Arti dari contoh tersebut, yaitu: 
  • (02) hari ini setidaknya ada satu pengetahuan/pengalaman yang kita berikan/bagikan/ceritakan kepada orang lain, atau kepada-Nya;
  • (04) hari ini setidaknya ada satu peristiwa atau satu orang yang membuat kita bersyukur menjadi lebih mengenal-Nya; 
  • (06) hari ini setidaknya ada satu orang yang kita ajak berkomunikasi... berkomunikasi tentang apa... ya tentang NILAI.... NILAI yang sudah kita atau rekan/saudara kita terapkan hari ini :-)


CARA BERPIKIR YANG BENAR, membuat hidup ini lebih bernilai (jauh dari kebosanan) :-)

Yuk... kita ukur NILAI hidup kita yuk...  
:-)

Tuesday, September 17, 2013

02. Bangun pagi-pagi: Tanda cintaku kepada-Mu...


Mungkin ada banyak alasan mengapa kita bisa bangun dini hari (pk. 03.45).

Namun sampai saat ini, saya menduga ada dua kelompok alasan, mengapa kita bisa bangun dini hari, yaitu:
  1.  karena TAKUT persiapan/rencana yang dilakukan untuk hari itu, minim/gagal;
  2. untuk MENIKMATI aktivitas yang akan dilakukan pada waktu dini hari.

Walaupun kedua kelompok alasan di atas, dapat membuat kita menjadi bangun dini hari, namun kalau kita diminta memilih, lebih baik memilih yang Nomor Dua (2), yaitu untuk MENIKMATI aktivitas yang akan dilakukan.

Bangun pada saat dini hari dengan motivasi TAKUT, kok rasanya akan berbeda ya dengan kondisi bangun dengan motivasi MENIKMATI.

Coba kita telaah, apa saja kemungkinan perbedaannya ya?

Perbedaan
Bangun dengan motivasi
TAKUT gagal/minim persiapan
Bangun dengan motivasi
MENIKMATI aktivitas dini hari
Emotional Stability
Kemungkinan diliputi perasaan diburu-buru / tergesa-gesa.
Kemungkinan diwarnai dengan perasaan santai / rileks.
Concentration / Focus / Creativity
Saat berpikir, kemungkinan akan kurang fokus/kurang berkonsentrasi; ide-ide cemerlang menjadi terbatas (blocking).
Saat berpikir, kemungkinan akan lebih mampu berkonsentrasi/ lebih fokus; ide-ide akan lebih mengalir dan bersifat positif.
Social Acceptance
Hubungan dengan orang rumah  / orang lain kemungkinan akan didomininasi oleh perasaan sensitif (mudah marah).
Hubungan dengan orang rumah  / orang lain kemungkinan akan diwarnai oleh emosi cinta kasih dan rasa ingin melayani.
Spiritual / Hubungan dg. Orang Tua
Besar kemungkinan kelupaan untuk menyapa / berterima kasih kepada Orang Tua.
Besar kemungkinan menjadi lebih ada waktu untuk menyapa / ngobrol sejenak dg. Orang Tua.
Physical Condition
Kemungkinan pagi hari (sekitar pk. 10.00) sudah terasa lelah dan banyak menguap. (hehehe, apa lagi di sore hari...)
Kemungkinan pagi hari (sekitar pk. 10.00) masih terasa segar dan bersemangat. (tampak dari cahaya di mata ya Bro...)

Mudah-mudahan kita mampu merencanakan bangun saat dini hari, dengan motivasi untuk MENIKMATI aktivitas yang akan dilakukan pada waktu itu.

...atau.... bangun pagi dengan motivasi untuk MENCINTAI Sesama, MENCINTAI Diri Sendiri, MENCINTAI Orang Tua, dan MENCINTAI Alam, melalui aktivitas yang dilakukan pada saat dini hari tersebut?

:-)

Thursday, August 15, 2013

06. Katakan “ya” pada Mama / Papa...

Apakah kata “ya” dan “TIDAK”, memiliki fungsi emosi yang berbeda?

Ketika kita berkomunikasi dengan orang lain, mungkin orang lain akan lebih memiliki emosi positif kepada kita, saat kita mengucapkan kata “ya”, daripada saat kita mengucapkan kata “TIDAK”.

Kebalikannya, mungkin ada (sedikit/banyak) perasaan negatif (negative affect) yang dialami orang lain, pada saat kita mengucapkan kata “TIDAK”.

Kata-kata “TIDAK”, memiliki konotasi “penolakan”, penolakan memiliki konotasi “benturan”, dan benturan memiliki konotasi “rasa sakit”. (Apakah pernah bermain bola, dan saking serunya, tanpa sadar saling beradu tulang kering?... wow... Amit-amit Bro...)

Kembali ke topik...

Jadi... apakah kita harus selalu mengatakan “ya”?
hehehe... “ya” tentu “TIDAK” dong...

Untuk situasi dan kondisi tertentu, kita justru harus berani mengatakan “TIDAK”. Misalnya, katakan “TIDAK” pada Narkoba; katakan “TIDAK” pada Korupsi; katakan “TIDAK” pada Perilaku Konsumtif; katakan “TIDAK” pada Penundaan Tugas; dan katakan “TIDAK” pada SEMUA yang efeknya negatif (atau pada SEMUA yang efeknya tidak jelas? hehe...).

Bagaimana, “ya” atau “tidak”?  :-)



Nah... kapan saat yang tepat bagi kita untuk mengatakan “ya”?

Saat kita percaya bahwa orang lain memiliki niat/maksud baik, kita tampaknya boleh yakin untuk mengucapkan “ya”; apalagi pada saat orang lain menyampaikan pandangan/pendapat/usulan atau melakukan konfirmasi, sangat bagus respons kita didahului oleh kata "ya" ("iya")

Mengatakan “ya” berarti percaya pada niat baik orang lain dan mencoba memahami orang lain.

Dengan mengucapkan “ya” kita masuk dalam inti sari yang ada di balik kata-kata orang lain.

Kalau bahasa puitisnya... kira-kira begini nih Bro... “Wahai anak-anak yang manis... hanya jika engkau mengucapkan kata “ya”, maka engkau akan bisa masuk ke dalam hati-Ku... “

Bagaimana, “ya” atau “tidak”?  :-)

Sunday, June 23, 2013

10. Risiko Berbuat Baik bagi Orang Baik

Saat ada waktu sejenak untuk ngobrol-ngobrol, teman saya sekalian curcol....
  • “itu gimana sih supir taksi... sudah dikasih lebihan, bukannya bilang terima kasih, malah mukanya cemberut...”
  • “itu gimana sih karyawan... sudah dinaikkan gajinya, bukannya tambah rajin, ehh malah mukanye teteup jutek...dasarr... nggak tahu diuntung...”

Sebagai pendengar yang baik, tentunya kita turut berempati bagaimana perasaan teman tersebut saat menceritakan apa yang dialaminya. Hati-hati, maksud saya empati !! bukan malahan manes-manesin teman tersebut lho ya :-)

Saya yakin bahwa teman tersebut bukan tidak tulus atau tidak ikhlas memberi kebaikan...

Ikhlas/tulus sudah dilakukannya sebelum memutuskan berapa jumlah lebihan yang akan diberikan kepada supir taksi; atau pada kasus kenaikan gaji, ikhlas/tulus sudah terjadi sebelum memutuskan berapa jumlah kenaikan gaji yang akan diberikan.

Indikasi lain kalau teman tersebut memang tidak tulus atau tidak ikhlas, tentu di kesempatan naik taksi berikutnya, ia tidak lagi memberikan lebihan. Sedangkan pada kasus kenaikan gaji, kalau teman tersebut tidak tulus atau tidak ikhlas, tentu pada bulan berikutnya, ia akan memberikan gaji dengan jumlah seperti sebelum kenaikan gaji.

By the way... masalah ini bisa terjadi pada siapa saja, termasuk pada diri kita, khususnya yang sering melakukan kebaikan... hehehe...

Sebagai antisipasi, saat kita memberikan kebaikan kepada orang lain, kita perlu mengetahui setidaknya ada empat respons yang boleh jadi akan kita terima dari orang lain. Jika diurutkan berdasarkan tingkat risiko emosi negatif, maka keempat respons tersebut adalah:
  • Orang lain menerima, dengan mengucapkan terima kasih (valensi emosi: +1);
  • Orang lain menolak, namun tetap mengucapkan terima kasih (valensi emosi: 0);
  • Orang lain menerima, namun diam saja atau tidak mengucapkan terima kasih (valensi emosi: -1);
  • Orang lain justru mengeluhkan nilai kebaikan yang kita berikan (valensi emosi: -2).

Berdasarkan refleksi dari Ayah saya, saat kita memberikan banyak kebaikan kepada orang lain, sudah seberapa banyak toleransi yang kita miliki?

Artinya, sebelum memberikan kebaikan kepada orang lain, periksa dahulu seberapa banyak kesiapan hati/pikiran kita. Seberapa siapkah kita, seandainya orang lain yang menerima kebaikan tersebut, justru berespons negatif terhadap kita. Hehehe... seperti kata pepatah... air susu dibalas dengan air tuba... maunya, air susu dibalas dengan air kelapa ya' :-)

Toleransi dapat dianalogikan dengan car airbags (kantung udara pada mobil) yang disimpan di suatu rongga (di depan pengemudi/penumpang). Fungsi dan cara kerja Car Airbags sangat mirip dengan fungsi dan cara kerja toleransi.

Saat kebaikan yang kita tawarkan/berikan kepada orang lain mendapatkan  penolakan, saat itu terjadi benturan hati/pikiran kita terhadap respons orang lain...

Saat terjadi penolakan, airbags/kantung udara/toleransi yang sudah dipersiapkan, akan mengembang untuk melindungi sang jiwa (sebagai pengemudi pikiran/tubuh ini).

Untuk keselamatan, airbags memiliki harga mati, tidak bisa ditawar...
Harga airbags itu tidak murah...

Kalau ditanya, berapa harga airbags untuk sang jiwa...
Orang terkaya sekalipun mungkin tidak dapat membelinya...
Orang termiskin sekalipun boleh jadi membeli/memilikinya...

Airbags untuk sang jiwa hanya bisa dibeli dengan waktu...
Mau orang kaya, mau orang miskin, yang penting punya waktu...
(uang tidak bisa ditukar menjadi waktu; walaupun waktu bisa ditukar menjadi uang)

Seberapa banyak waktu yang kita donasikan untuk “membeli/memiliki” airbags/kantung udara (seberapa banyak waktu yang kita investasikan untuk melatih keterampilan bertoleransi)?

Beliau mendonasikan sebagian besar waktunya (ribuan tahun) dalam keheningan, dan selalu memberikan toleransi kepada putra/putri-Nya untuk belajar menjadi pemain yang terbaik dalam teater drama kehidupan :-)

Sunday, June 2, 2013

01 & 04. Berhitung... Tung itung itung itung itung... Beruntung...

Konon katanya, pertama kali belajar berhitung, anak lebih dahulu mengenal angka 1 daripada angka 0.

Ingat saja lagu Berhitung yang populer sekitar tahun 1998, “Ini satu... ini dua... ini tiga...berhitung... “ hehehe...

Mengenal angka 1 sendiri adalah suatu keberuntungan :-)

Dengan mengenal angka 1, kita dapat mengenali bahwa selalu saja ada, minimal ada satu, keberuntungan yang datang pada hari kemarin, hari ini, atau hari esok...

Masalahnya, kadang kita mengabaikan angka 1. Kita langsung loncat ke angka yang lebih tinggi... Maksudnya, kita langsung menginginkan bahwa keberuntungan yang datang tersebut bukan hanya 1, melainkan 10, 100, atau 1000.

Atau masalahnya, kalau pun kita mendapatkan 10, 100, atau 1000 keberuntungan, mungkin yang kita lihat bukannya angka 1 di depannya, tetapi angka 0 yang ada di belakang angka 1... sampai-sampai (sampai hati) kita mengatakan bahwa hari ini tidak ada keberuntungan yang datang...

Jadi, kalau waktu pelajaran berhitung di sekolah, Ibu/Bapak Guru mengatakan bahwa bilangan asli dimulai dari angka 1, rasanya klop buanget. (klop bahwa aslinya [sebenarnya] keberuntungan selalu ada, setidaknya 1 keberuntungan)

Kemampuan mengenali 1 keberuntungan (yang ada pada hari ini), membuat kita mampu menyadari bahwa sebetulnya selalu saja ada keberuntungan yang kita dapat.

Untuk menguji bahwa mengenali angka 1 (2, 3, dst.) dalam berhitung membuat kita menyadari selalu saja ada keberuntungan, coba kita tes dengan lagu berikutnya:

Satu, satu, aku sayang ibu... dua, dua, juga sayang ayah... tiga, tiga, sayang adik-kakak... dst.
(seberapa beruntung kita mempunyai ibu, ayah, adik, atau kakak?)

Dua mata saya, hidung saya satu, dua kaki saya, pakai sepatu baru... dst.
(seberapa beruntung kita mempunyai mata, hidung, kaki, dst.?)

Selamat menghitung keberuntungan :-)
mohon dikerjakan tanpa menggunakan kalkulator.... waktu yang diberikan 10 menit... selesai tidak selesai kumpulkan... hehehe.... emangnya ujian...

Saturday, June 1, 2013

03. Fungsi Hati secara Psikologis

Pernyataan 1: Kritik dari orang lain terhadap kita, belum tentu kebenarannya; Dengan demikian... mungkin kita tidak perlu mendengarkan kritik dari orang lain.

Pernyataan 2: Saat kita tidak mau mendengarkan kritik dari orang lain, tidak ada perbaikan yang akan kita usahakan.

Lhaaa piye... (hehehe... piye kabare...) pernyataan mana yang kita mau anut: Pernyataan 1 atau Pernyataan 2?

Dengan penuh kerendahan hati, bagaimana kalau kita pilih Pernyataan 2.

Ketika kita mendengarkan orang lain dengan sungguh-sungguh dan tulus, kita menemukan ada beberapa aspek dari kita, yang selama ini sebenarnya dapat kita perbaiki, namun masih terabaikan.

Mendengarkan kritik secara tulus, mendorong kita melakukan refleksi diri, menemukan diri sejati, dan mengetahui posisi dan arah sukses. Saat kita berkenan mendengarkan kritik dari orang lain secara tulus, kita berhasil menghentikan aliran konflik yang semakin meruncing.

Pada saat kita mendengarkan orang lain dengan tulus, serta berhasil melakukan usaha perbaikan, berarti hati kita masih bekerja dengan baik.

Hati kita masih mampu bekerja dengan baik, mengubah kritik menjadi vitamin/zat gizi bagi pikiran dan badan :-)

Friday, May 31, 2013

07. Spaadaa.... tuk, tuk, tuk,... bolehkan "Saya" masuk?

Pikiran yang mengendalikan kita; atau Kita yang mengendalikan pikiran?

Tanda bahwa kita sedang mengendalikan pikiran adalah saat pikiran kita tidak berfokus pada kelemahan (khususnya kelemahan diri pribadi).

Daripada berpikir tentang kelemahan diri pribadi, lebih baik berpikir bahwa,

  • "Saya memang belum sempurna, tapi perlahan saya sedang berjalan menuju ke arah sempurna..." 
  • "Setiap hari, pikiran saya membawa saya ke arah yang lebih baik..." 

Hanya melalui pintu pikiran, kelemahan diri pribadi dapat kita hentikan.

:-)

Thursday, May 30, 2013

06. The Power of Hope

Ketika ada prosedur yang menurut kita tidak berjalan dengan benar, jangan berhenti berharap...

Berhenti berharap berarti menutup kesempatan kita untuk sukses.

Ketika kita berharap, pikiran kita akan terus bekerja untuk mencari cara-cara / ide alternatif untuk mencapai sukses.

Ketika kita berharap, pikiran kita memancarkan gelombang/sinyal kepada alam semesta; alam semesta menerima gelombang tersebut, dan mengirimkan  jawaban atas harapan kita.

Jawaban atas harapan kita seringkali dalam bentuk gelombang emosi positif, semangat, ide alternatif, atau pertolongan/kerjasama dari utusan-Nya **)

**) syarat dan kententuan berlaku.

Syarat dan ketentuan: selalu rendah-hati dalam pikiran, kata-kata, & perbuatan :-)

Thursday, March 21, 2013

05. Dua Jenis Kreativitas

Orang awam sering berpendapat bahwa semakin kita puas, semakin kita dianggap tidak akan berusaha mengembangkan secara kreatif apa yang sudah ada. Dengan kata lain, semakin kita puas atau cepat puas, semakin kita dianggap tidak akan kreatif.

Menurut saya, dugaan tersebut belum tentu benar, Bro.

Saya justru berpendapat bahwa,
  • Semakin kita puas atau cepat puas, semakin kita kreatif;
  • Semakin kita tidak puas, semakin kita kreatif.
Lhoo.. kok sama?

Hal yang membedakan kreativitas pada jiwa yang puas dan jiwa yang tidak puas adalah jenis kreativitas yang dihasilkan. 
  • Jiwa yang puas, akan menghasilkan karya kreatif, yang banyak mengandung muatan positif, yang banyak diwarnai oleh rasa syukur dan welas asih; karya kreatif yang dihasilkan banyak mewakili perasaan puas yang ada dalam pikirannya.
  • Jiwa yang tidak puas, juga akan menghasilkan karya kreatif, namun banyak mengandung muatan negatif, banyak diwarnai oleh kritik/keluhan; karya kreatif yang dihasilkan banyak mewakili perasaan kecewa yang ada dalam pikirannya.

Setiap jiwa kreatif...Kita adalah jiwa...
Jiwa yang puas :-)

Wednesday, March 20, 2013

10. Berlian Montong

Setiap kali kita kecewa atau mengharapkan penghargaan dari lingkungan, kita perlu mengingat-ingat prinsip berlian.

Lima Prinsip Berlian:
  • Berlian diam seribu bahasa, berlian tidak pernah berbicara tentang kilau/speciality yang dimilikinya;
  • Berlian selalu merasa puas, tidak pernah merasa diabaikan, khususnya saat harus disimpan dalam lemari;
  • Berlian selalu memantulkan kembali cahaya/kebaikan yang datang padanya, tanpa meminta kembali cahaya/kebaikan tersebut;
  • Berlian bersedia dan siap diletakkan di ujung/di sudut manapun, bahkan dengan ukuran yang sangat mungil sekalipun, tanpa mengeluh;
  • Berlian hanyut dalam keheningan, seraya tetap menjalankan tugas (memantulkan/memancarkan kilau cahaya) kepada lingkungan.
Siapa pemilik berlian tersebut? :-)

Friday, February 1, 2013

03. "...without Money, we are still something...without Health, we are nothing..."


  1. Darimana asal kata vegetarian dan kapan pertama kali gaya hidup vegetarian ada?
  2. Sejauhmana gaya hidup vegetarian mempengaruhi kesehatan (asupan gizi)?
  3. Apakah benar, rekomendasi Johns Hopkins Hospitals bahwa manusia sebenarnya tidak membutuhkan susu jenis apapun, selain ASI?
  4. Apakah benar bahwa susu hanya menyuburkan sel kanker?
  5. Rumah Sakit mana saja di Jakarta, yang mengakomodasi pasien dengan gaya hidup vegetarian?
  6. Apakah benar, teori yang mengatakan bahwa susu dapat mencegah osteoporosis belum terbukti kebenarannya?
  7. Mengapa di Australia, yang merupakan populasi terbesar pengkonsumsi susu, justru sebagai populasi terbanyak pengidap osteoporosis?
  8. Apakah benar, Food and Drug Administration (FDA) tidak merekomendasikan penambahan zat DHA (yang berasal dari mata ikan) pada susu olahan?
  9. Sayur/buah jenis apa yang paling efektif mencegah kanker prostat?
  10. Apakah zat beta-caroteen yang ada di dalam wortel, masih berfungsi mencegah kanker pada saat diisolasi/dikemas dalam tablet?
  11. Apa saja khasiat tempe? Mengapa Jepang begitu gencar mempatenkan proses pembuatan tempe (yang sebenarnya sudah lama dikenal sebagai makanan khas/tradisional orang Indonesia)?
  12. Apakah benar bahwa pasien penyakit asam urat masih boleh memakan produk kedelai/tempe?
  13. Sayur/buah jenis apa saja yang kaya akan protein?
  14. Bagaimana rekomendasi Menteri Kesehatan Malaysia terhadap publik-nya untuk menjalani gaya hidup vegetarian?
  15. Bagaimana kesesuaian antara gaya hidup vegetarian dengan konsep Pedoman Umum Gizi Seimbang ([PUGS], sebagai pengganti konsep empat sehat lima sempurna yang diperkenalkan oleh Prof. Soedarmo), yang dicanangkan oleh Departemen Kesehatan RI sejak 1993?
  16. Mengapa rekomendasi/informasi DepKes RI, untuk banyak makan sayur dan buah tidak sampai secara meluas di kalangan masyarakat?
  17. Sehubungan dengan kepentingan memberikan rekomendasi kepada pasien, berapa lama/berapa semester/berapa banyak bobot materi mengenai kesehatan gizi yang seharusnya diterima oleh seorang calon dokter?
  18. Bagaimana rekomendasi Kepala Program Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) bagi masyarakat untuk menjalankan gaya hidup sehat vegetarian?
  19. Bagaimana hasil-hasil penelitian mengenai diet vegetarian, dari Mahasiswa Pascasarjana jurusan Gizi FKM UI?
  20. Sejauhmana dunia international mendukung/menganjurkan gaya hidup vegetarian?
  21. Apa hubungan "Global Warming" dan Gaya Hidup Vegetarian? Bagaimana rekomendasi mantan Wakil Presiden Amerika (Al Gore) terhadap gaya hidup vegetarian?
  22. Apakah banyak kelompok masyarakat di daerah Timur Tengah mengikuti gaya hidup vegetarian?
  23. Apakah benar, orang-orang Hunza, yang dikenal berusia sampai 120 - 140 tahun, adalah orang-orang yang bergaya hidup vegetarian?
  24. Bagaimana hasil-hasil penelitian mengenai hubungan antara gaya hidup vegetarian dan happiness/well-being?
  25. Bagaimana rekomendasi hasil-hasil penelitian American Dietetic Association (ADA) dan Dietitians of Canada mengenai diet Vegetarian?
  26. Apakah hasil penelitian American Medical Association (AMA) benar, bahwa diet Vegetarian dapat menurunkan 90-97% resiko penyakit jantung?
  27. Apakah benar, fastfood/junkfood sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat Amerika/Eropa?
  28. Apa saja perbedaan struktur usus hewan pemakan daging dan struktur usus manusia?
  29. Apakah hasil penelitian American Cancer Society benar, bahwa diet Vegetarian dapat menurunkan 40-60% resiko penyakit "cancer"?
  30. Apakah mungkin, hewan yang dikenal pemakan daging, dapat menjalani gaya hidup vegetarian? Perubahan perilaku apa yang terjadi pada kucing yang menjalankan gaya hidup vegetarian?
  31. Apakah memang benar mitos yang menyatakan bahwa orang Jepang pintar karena banyak makan Ikan. Bagaimana dengan orang Indonesia yang juga banyak makan ikan? Bagaimana dengan orang India yang dikenal maju dalam bidang teknologi komputer/IT, apakah juga banyak makan ikan?
  32. Bagaimana hasil penelitian mengenai hubungan IQ dan gaya hidup vegetarian? Gaya hidup vegetarian mempengaruhi pola/cara berpikir atau pola/cara berpikir membuat orang cenderung menjadi vegetarian?
  33. Apakah benar, Einstein, Thomas Alva Edison, dan Isaac Newton adalah orang-orang yang menjalani gaya hidup vegetarian?

Temukan berbagai jawaban atas pertanyaan di atas, dalam Seminar Vegetarian yang akan diselenggarakan pada:

Hari & Tanggal
  • Minggu, 3 Februari 2013
Jam
  • 09.00 - 11.30
Tempat

Pembicara
  • Dr. Susianto, MKM (Doktor Gizi Kesehatan Masyarakat FKM UI)

Registrasi dan Informasi lebih lanjut
  • (021) 724-6794

Thursday, January 17, 2013

12. Indikator Kesuksesan... (Tenang dan jangan khawatir, Bro... di zaman / hari gini... ukuran kesuksesan TETAP bukan materi kok..)

Dasar pemikiran: Kesuksesan bukan akhir.... Kesuksesan adalah PROSES...

Di awal tahun baru, sering kali kita memberikan doa/restu baik kepada sesama rekan/kerabat/saudara. Salah satu doa/restu baik yang kita ucapkan adalah... “semoga tahun ini lebih sukses dari tahun kemarin ya...”

Untuk mengukur lebih sukses atau kurang sukses, sepertinya kita membutuhkan indikator kesuksesan.

Sayangnya (unfortunately), indikator kesuksesan biasanya oleh masyarakat cuma dikenal satu, yaitu: fisik/material/rupiah/dollar. Di luar yang satu itu, semulia apapun seseorang, sulit sekali dianggap sukses di tengah masyarakat....

Kemarin pagi, ayah saya mengajarkan bahwa indikator kesuksesan itu ternyata bukan yang satu itu, tetapi ada 12. Semakin banyak kita mencapai ke-12 indikator kesuksesan tersebut, semakin sukseslah kita.

Keduabelas indikator kesuksesan tersebut adalah sebagai berikut:

01. Mendapatkan ide cemerlang. Mendapatkan ide (buah pikiran) yang baik/positif adalah ciri kesuksesan yang bersifat sangat halus. Jarang di antara kita menyadari hal ini.  Satu saja ide/solusi yang kita dapatkan, untuk membuat sesuatu jadi lebih baik, adalah tanda bahwa kita sedang mengalami kesuksesan. Misalnya, hari ini saya mendapat ide (setidaknya bagi saya ide cemerlang), untuk sepakat dengan keluarga mengenai menu/pola makan, pada hari-hari tertentu.

02. Meluangkan waktu bagi sesama. Hari gini... orang suka sekali menyamakan waktu dengan uang... sampai ada istilah time is money... Berdasarkan istilah tersebut,...orang yang mampu mendonasikan waktu kepada orang lain adalah orang yang sukses... Saat kita mendonasikan/meluangkan waktu bagi orang lain, saat itu poin kesuksesan kita bertambah satu.

03. Halus. Kata “halus” digunakan untuk mengungkapkan sesuatu yang  berkebalikan dari kata “kasar”. Boleh dianalogikan dengan kulit; siapa dari kita yang ingin sukses memiliki kulit wajah yang halus (tidak jerawat)? Saya menduga semua dari kita ingin sukses memiliki kulit wajah yang halus (tidak berjerawat). Dengan analogi yang sama, saat kita berhasil menampilkan kehalusan/kelembutan dalam perilaku dan tutur kata, saat itu kita boleh dikatakan sukses... kalau di tingkat SD, yahhh...boleh dianggap kalau perilaku atau tutur kata kita halus/sopan, pasti luluslah mata pelajaran Budi Pekerti... (untuk disegani oleh para sahabat, tidak mesti tampil galak seperti si Browny penjaga rumah kan :-)

04. Perasaan bahagia. Jika hari ini kita mengalami perasaan bahagia/senang, bolehlah kita klaim bahwa hari ini kita sedang mencapai kesuksesan dalam hal emosi. Sebaliknya, kalau tidak ada perasaan senang/bahagia yang kita alami, kita perlu waspada bahwa hari ini ada sedikit indikasi kegagalan (secara emosi). Perasaan bahagia mudah sekali dirasakan, cobalah berdiri di hadapan cermin... Dari situ sang jiwa bisa melihat raut wajah badan fisik serta menentukan apakah sedang mencapai kesuksesan (sedang berbahagia) atau sedang gagal (sedang bersedih)...

05. Mampu menahan godaan materi. Kemampuan menahan godaan materi yang bersifat muluk-muluk, dimulai dari kemampuan menahan godaan materi yang bersifat sederhana. Makanan adalah contoh materi yang bersifat sederhana. Dari 100 jenis makanan, apakah kita hanya mampu menahan 1 jenis makanan, 5 jenis makanan, atau 10 jenis makanan. Saat kita mampu menahan diri dari godaan yang bersifat sederhana (misalnya makanan), saat itu kita boleh dapat tambahan satu poin kesuksesan.

06. Kerjasama. Kerjasama yang kita jalin dengan orang lain, adalah tanda kesuksesan yang kita capai. Kerjasama tidak harus  dibuktikan dengan penandatanganan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding [MoU]) atau kontrak kerjasama. Pernah merasakan suasana/detik-detik penandatanganan nota kesepahaman (MoU) atau kontrak kerjasama kan?; biasanya sebelum/setelah penandatanganan kerjasama, kedua belah pihak saling menyapa, tersenyum, berjabat tangan, atau ngobrol-ngobrol... Nah... ini yang penting... saat kita sedang memberikan senyum, menyapa, berjabat tangan, ngobrol, atau sedang berdadahan dengan seseorang, itu tanda bahwa kita sedang berada dalam suasana kerjasama... (syukur-syukur kalau sampai dibuktikan dengan MoU / kontrak kerjasama)... jalinan kerjasama (senyum, salam, sapa) adalah tanda bahwa kita sedang berhasil/sukses.

07. Semangat (cemunguudhh). Ini adalah tanda kesuksesan bahwa kita berhasil/sukses menyalakan api lokomotif yang akan menarik atau mendorong kita mencapai tujuan tertentu. Saat kita menyadari bahwa kita sedang bersemangat, saat itu kita sedang dalam keadaan sukses... saat kita merasa tidak bersemangat, saat itu pula kita sedang bermain-main ke daerah kegagalan... Pertanyaannya, seberapa sering diri kita berhasil/sukses membuat diri kita senantiasa bersemangat? (hehehe... apalagi kalau pagi-pagi sedang hujan... wauww... kemampuan kita untuk berhasil membuat diri semangat, semakin teruji...)

08. Sehat fisik. Guru saya di SMA pernah menjelaskan sekilas perbedaan orang barat dan orang timur. Menurut beliau, orang barat dan orang timur berbeda dalam cara pandang dan cara memperlakukan alam sekitar. Orang barat, memandang alam sekitar sebagai objek, diciptakan untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan umat manusia. Orang timur, memandang alam sekitar sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari umat manusia; alam sekitar diciptakan dilestarikan dengan sebaik-baiknya. Dari penjelasan guru saya, saya berkesimpulan bahwa alam sekitar dan kita (sang jiwa) adalah dua entitas yang berbeda. Alam sekitar yang paling dekat dengan kita adalah tubuh/fisik kita. Fisik kita adalah objek, diciptakan untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya, dan sebisa mungkin dilestarikan sebaik-baiknya (baca: dijaga kesehatannya). Saat badan/fisik dalam keadaan sehat, saat itu boleh kita katakan bahwa kita sedang mengalami kesuksesan/keberhasilan. Ingat... banyak lho kerabat kita yang ingin sekali berhasil/sukses merawat tubuh/badan/fisiknya agar senantiasa sehat-sehat...

09. Memiliki keberanian. Keberanian ditandai dengan rasa tidak takut untuk mengatakan secara jujur atau melakukan hal yang benar. Indikator ini sering kali menjadi indikator bagi anak-anak (khususnya anak-anak TK) yang belajar seni (musik, drama, dll.). Anak-anak bukan dilihat bagus/tidaknya dari performa di depan panggung... tetapi dari keberaniannya untuk tampil di depan panggung...  Saat kita sudah besar, tidak lagi menjadi anak-anak, seberapa sering diri kita berhasil/sukses untuk berani mengatakan/melakukan hal yang benar... Jadi, boleh kita katakan bahwa saat kita sedang memiliki keberanian (untuk jujur/melakukan hal yang benar), saat itu kita sedang mencapai kesuksesan.

10. Tenggang rasa. Tenggang rasa sekilas sama dengan sabar...tapi mungkin ada sedikit perbedaan... (kata orang... sabar ada batasnya... kalau tenggang rasa, tidak ada batasnya...) Tenggang rasa didasari oleh sikap empati (bersedia dan mampu memahami apa yang dipikirkan/dirasakan oleh orang lain). Kalau kita berhasil melakukan empati dan tenggang rasa, sehingga tidak jadi marah/kesal terhadap seseorang, adalah pantas kalau kita digolongkan sebagai orang yang sukses. Tidak semua orang bisa berhasil atau sukses mengantisipasi rasa marah/kesal lho... Kesuksesan dalam hal tenggang rasa adalah keberhasilan/kesuksesan “memaklumi sehingga tidak marah” bukan keberhasilan/kesuksesan “menahan rasa marah”.

11. Rapi dan Bersih.  Rapi dan bersih adalah indikator kesuksesan hidup yang vital. Seberapa sering kita berhasil/sukses menemukan kembali barang yang dimaksud saat dibutuhkan, kalau kita menempatkan/menata barang-barang secara rapi? Atau seberapa berhasil/sukses kita memiliki tempat (space) kerja/belajar, jika kita menata barang-barang secara rapi. Berapa banyak biaya rumah sakit/biaya berobat yang berhasil kita hemat, kalau tubuh kita senantiasa bersih dari kuman/jamur/bakteri?... Jadi begini saja... Ibu guru mau bertanya...siapa yang hari ini sudah merapikan atau membersihkan kamar tidur...angkat tangan...; saya Bu... saya Bu... saya Bu...(seperti suasana di Play Group)... nah yang angkat tangan adalah anak-anak yang sukses...

12. Keheningan (ketenangan). Fenomenanya seperti ini.... ssst... Harap tenang/hening, ada ujian....ssst... Harap tenang, pertunjukan akan berlangsung.... atau... Inspektur upacara (dipimpin oleh Rektor atau Kepala Negara) mengatakan... “Marilah kita sejenak mengheningkan cipta, untuk mengenang jasa para pahlawan yang telah mendahului kita... mengheningkan cipta... mulai...“ Kalau kita sukses/berhasil tenang atau hening barang sejenak... itu adalah tanda bahwa kita berhasil/sukses mengendalikan pikiran; hati-hati lho dengan pikiran yang memiliki kelincahan seperti kera/monyet... (hayo... siapa yang waktu mengheningkan cipta... pikirannya sering loncat-loncat....). Ok Bro... sepertinya, tidak ada indikator lain selain keheningan, untuk mengukur keberhasilan/kesuksesan sang jiwa mengendalikan pikiran... saat kita berhasil/sukses menjalani keheningan, adalah saat kita sukses mengendalikan pikiran. Saat kita berhasil/sukses mengheningkan cipta, adalah saat kita berhasil/sukses mendengarkan suara alam dan suara hati nurani.... Suara alam dan suara hati nurani, hanya bisa didengarkan jika kita berhasil/sukses membuat diri kita dalam keadaan yang sangat hening.

Jadi Bro...
Mudah-mudahan kita sepakat bahwa ukuran kesuksesan itu bukan materi...
(kesuksesan berdasarkan materi, adalah bias cara berpikir dari zaman / hari gini...)

Semoga tahun ini dan tahun berikutnya kita mencapai sukses yang optimal/maksimal...

Salam Sukses, Sukses, dan Sukses selalu...
:-)