Sunday, January 24, 2021

09. Inner Beauty

Pada masa pandemik COVID-19 ini, setidaknya satu tahun belakangan ini, baju bagus dan perhiasan tampaknya tidak banyak dipakai orang... atau... bisa jadi karena satu tahun ini, saya di rumah melulu jadi tidak banyak melihat orang pakai baju bagus dan perhiasan.... 

Dari hasil ngobrol dengan teman-teman yang biasanya membeli baju dan perhiasan, mereka menyatakan bahwa baju bagus dan perhiasan tidak lagi menguras anggaran mereka. 

Mereka menyatakan bahwa salah satu hikmah dari pandemik ini adalah menjadi lebih irit atau lebih sederhana. Kalau mereka pakai baju bagus dan perhiasan, mau ngeceng ke mana coba... hehehe...


Pertanyaan 1: Mengapa orang memakai baju bagus dan perhiasan?

Salah satu jawaban top of mind adalah... yahhh... agar menjadi lebih menarik... menarik perhatian gitu lohh Bro... terlihat layak (proper)

iya sihh... dalam psikologi ada kebutuhan individu untuk diperhatikan oleh orang lain...


Pertanyaan 2: Faktor apa yang menyebabkan baju bagus atau perhiasan membuat si pemakainya menjadi lebih menarik? Harga? Merk? Warna? Bentuk? Kredibilitas si penjual? atau apa?

Bisa tergantung kombinasi banyak faktor ya... 

Hari ini Ayah memberikan inspirasi bahwa yang membuat anak-anak menjadi menjadi menarik adalah Kesucian...


ya Kesucian... 


Kesucian umumnya (bisa kita lihat) ada pada anak-anak...

Anak-anak tidak memakai perhiasan, namun tetap menarik perhatian lho...

Kesucian anak-anak adalah perhiasan itu sendiri...

Kesucian (kepolosan / kemurnian) menjadi aksesoris atau perhiasan alami... 


Darimana kita mengidentifikasi ciri-ciri kesucian (kepolosan / kemurnian) pada anak-anak?

1. Dari pandangan matanya yang memancarkan vibrasi pikiran yang lugu (tidak ada kesia-siaan/negativity dalam pikirannya; anak-anak tidak memiliki banyak hasrat/keinginan/desire);

2. Dari kata-katanya yang sederhana, berterus terang, tanpa berdalih, tanpa banyak alasan;

3. Dari tangan dan kakinya yang kecil/mungil. Tangan dan kaki yang kecil/mungil adalah simbol dari pengalaman duniawi yang minim, simbol dari belum adanya perbuatan/langkah yang keliru.


Kesucian/kemurnian adalah perhiasan sesungguhnya / asli / real.

Kesucian/kemurnian adalah dekorasi yang membuat jiwa lebih menarik.

Kesucian/kemurnian adalah inner beauty... sumber kecantikan yang alami, dari dalam diri... 


Kalau perhiasan fisik begini cara nge-test asli (real) / palsu (fake): 

https://www.youtube.com/watch?v=BXnTA_1eJwM


Kalau perhiasan jiwa, bagaimana cara nge-test-nya? 



Sunday, January 17, 2021

08. Peran Ayah/Ibu sebagai Teman/Sahabat: OK. Sebagai Anak?

Ayah/Ibu sering mengatakan bahwa silakan melupakan semua hubungan yang bersifat fisik dengan teman-teman...

Hari ini saya mendapatkan jawaban mengapa Ayah/Ibu sering menyampaikan hal tersebut...

Hari ini, Ayah/Ibu memberikan pemahamanan (insight) mengenai variasi/jenis hubungan dengan orang tua. 

Sebelum menyampaikan insight dari orang tua, saya jadi teringat dengan istilah "kualitas"....

hehehe... juga jadi teringat dengan prinsip dalam penelitian kualitatif; Teman-teman suka bertanya: berapa idealnya jumlah partisipan dalam penelitian kualitatif

nahhh... insight dari Ayah/Ibu pada hari ini menambah pemahaman saya, bahwa jumlah partisipan dalam penelitian kualitatif dirasa cukup, ketika seluruh variasi data sudah diperoleh... bahkah dari sedikit partisipan, jika kita sudah mendapatkan seluruh variasi data, proses pengambilan data boleh kita akhiri.

Hari ini, Ayah memberikan insight bahwa ternyata satu sosok Ayah/Ibu, bisa untuk semua variasi/jenis hubungan.

Selama ini saya hanya menganggap Ayah/Ibu hanya sebagai Orang Tua...

Tetapi hari ini, Ayah/Ibu mengatakan bahwa Ia boleh lho dianggap sebagai Teman/Sahabat, bahkan juga boleh sebagai Anak.... 


l h o   k o k.... el ha o, ka o ka ?


Ayah/Ibu sebagai Teman/Sahabat.

Peran ini sering kita dengar... 

Dari sudut pandang orang tua... konon katanya di usia tertentu (remaja), anak sebaiknya kita anggap sebagai teman.... 

Saya setuju dengan konsep di atas... namun saya pikir konsep yang ditawarkan oleh orang tua hari ini agak berbeda... bedanya?

Kalau dari sudut pandang orang tua: Anak kita anggap sebagai Teman/Sahabat. (subjeknya adalah anak)

Kalau dari sudut pandang anak: Orang Tua sebagai Teman/Sahabat (subjeknya adalah orang tua)

Ayah/Ibu menyatakan bahwa mereka siap lho anggap sebagai teman/sahabat...

Dengan peran ini, Ayah/Ibu bersedia diajak sharing/curhat mengenai berbagai masalah yang kita hadapi... Kita nggak perlu repot mencari siapa teman yang bisa dipercaya untuk curhat... di depan mata... Ayah/Ibu menawarkan diri sebagai teman curhat....  

Sebagai teman/sahabat, Ayah/Ibu menyatakan datanglah kepada kami... kapan pun kita merasa kesepian, Ayah/Ibu boleh kita anggap sebagai teman/sahabat. 

Wahhh... senangnya mendengar bahwa Ayah/Ibu ternyata bersedia lho dianggap sebagai teman/sahabat....


Nah... sekarang giliran penjelasan Ayah/Ibu dianggap sebagai Anak....

Nah... ini yang unik... ini memang kedengarannya Aneh... Ayah/Ibu sebagai Anak lho.... wong... jelas-jelas kita selama ini berperan sebagai anak-anak.... lho kok Ayah/Ibu mengatakan bahwa dirinya boleh dianggap sebagai Anak... lahh piye iki... bagaimana ini dunia persilatan? 

Ayah/Ibu saya tersenyum... dan memberitahu... 

Begini Nak... yang kita bicarakan ini adalah jenis/kualitas hubungan, bukan dalam arti fisik.... ini sangat psikologis.

Perlu kalian anak-anak ketahui, bahwa saat kami pada posisi sebagai orang tua... Kami melihat/mengingat kalian anak-anak dengan kondisi emosional yang banyak kasih, banyak kebanggaan, banyak restu baik... Kadang pada saat kalian anak-anak berbuat salah pun, kami orang tua banyak memakluminya.... hehehe... apalagi kalian anak-anak waktu itu lagi lucu-lucunya....

Ketika kami sebagai orang tua merasakan kesepian, kami melihat kalian anak-anak..., kami sudah merasa bahagia, senang rasanya melihat kalian ada di rumah, walaupun kalian sibuk/asyik main sendiri. 

Bahkan berdasarkan rekan Ayah/Ibu yang tidak memiliki anak, kata mereka hidup ini kurang lengkap... mereka mengangkat anak dan berbahagia melihat sosok anak-anak...  

Terharu saya mendengar apa yang disampaikan Ayah/Ibu.... 

Saya mulai memahami apa yang dimaksud oleh Ayah/Ibu dengan pernyataan bahwa kita boleh menganggap Ayah/Ibu sebagai Anak kita.... 

Saya mencoba merasakan bagaimana pengalaman psikologis ketika mengalami jenis hubungan menganggap Ayah/Ibu sebagai Anak.

Saat kita memiliki pengalaman dimana Ayah/Ibu kita anggap sebagai Anak.... pada saat itu kita akan merasakan banyak kasih, banyak kebanggaan, banyak restu baik terhadap sosok Ayah/Ibu..., kita merasakan bahwa hidup ini terasa lengkap... 

Terima kasih Ayah/Ibu sudah menawarkan diri sebagai Teman/Sahabat, bahkan sebagai Anak.... 

#Kuantitastemananpenting #Kualitashubungandenganayahibulebihpenting

Sunday, January 10, 2021

06. Tiga Jenis Pertemuan (di Rumah) yang Sayang kalau Dilewatkan (Jangan Buru-buru Menyimpulkan, sebelum Selesai Membaca)

Setidaknya ada tiga jenis pertemuan / forum yang bisa kita amati berdasarkan status/level peserta, yaitu:

01. Pertemuan antara petinggi/pemimpin/raja-raja --> Konferensi Tingkat Tinggi

02. Pertemuan antara bawahan dan atasan --> Briefing, Koordinasi, Rapat Kerja, dll.

03. Pertemuan antara teman --> Kongkow-kongkow, Nongkrong, dll.

Di antara ketiga pertemuan tersebut, terbayang suasana yang paling royal / agung, saling berusaha mengutarakan hal-hal yang baik, saling berusaha menguntungkan, dan kalau bisa sampai membuat kesepakatan (MoU), adalah jenis pertemuan pertama (Pertemuan antara Petinggi/Pemimpin/Raja-raja). 

Oleh karena suasana lebih royal / agung / suasana kerajaan, terbayang para peserta akan akan saling memanggil menyebut satu sama lain dengan: "Yang Mulia ...."


Selain berdasarkan status/level peserta yang mengikuti pertemuan, hal yang menentukan jenis pertemuan adalah raut wajah dari masing-masing peserta pertemuan. 

Raut Wajah itu penting lho Bro... coba deh lihat... Para peserta pertemuan biasanya akan menoleh/melihat ke wajah anggota pertemuan. Hehehe... aneh kalau peserta pertemuan malah menoleh ke bagian-bagian lain selain wajah.... (jangan-jangan peserta pertemuan sedang melaksanakan tugas MK Observasi dan Wawancara)


Wajah mengandung banyak informasi, selain padangan/isi pembicaraan yang disampaikan oleh peserta pertemuan. Wajah adalah sumber informasi mengenai kondisi emosi, arah berpikir, serta sikap para peserta. 


Oleh karena wajah adalah sumber informasi, maka wajah juga bisa digunakan untuk mengkategorikan jenis pertemuan. Setidaknya ada tiga jenis pertemuan berdasarkan kondisi raut wajah dari para peserta pertemuan:

01. Pertemuan dengan Wajah yang mencerminkan emosi positif, keterbukaan pikiran, dan sikap yang positif --> Pertemuan Brainstorming; pertemuan membahas berbagai Solusi/Ide Kreatif.

02. Pertemuan dengan Wajah yang mencerminkan emosi datar, kadang cemas, kadang gemes; pikiran menilai/mengevaluasi kegiatan/aktivitas; sikap mendukung kegiatan/aktivitas tertentu --> Pertemuan Membahas Tugas / Pekerjaan.

03. Pertemuan dengan Wajah yang mencerminkan emosi yang kadang netral, kadang negatif; kadang positif (nano-nano). Positif bukan karena mensyukuri keberuntungan orang lain, tetapi malah "mensyukuri" kondisi orang lain yang kurang beruntung. Pertemuan jenis ke tiga ini, juga diwarnai oleh pikiran yang sibuk menilai/mengevaluasi orang lain; sikap kurang disiplin, cenderung membuang-buang waktu --> Pertemuan apa namanya ya?!?


Demikian jenis-jenis pertemuan berdasarkan: (a) Status/level peserta pertemuan; dan berdasarkan (b) Raut wajah yang ditampilkan oleh peserta pertemuan. 


Lalu implementasinya bagaimana?  

Berdasarkan jenis-jenis pertemuan di atas, ada Tiga Jenis Pertemuan yang disarankan (setidaknya) untuk direnungkan (bagus kalau bisa kesampaian untuk diselenggarakan):   

(a) Bagaimana kalau di rumah, kita terapkan pertemuan dengan anak-anak / antar family member, seolah-olah seperti pertemuan antar petinggi/pemimpin/raja-raja yang mulia? Hehe... kenapa tidak anak-anak / family member kita persiapkan untuk menjadi raja... maksudnya bukan Raja di Kerajaan Nusantara lho ya... tetapi maksudnya Raja/Master/Penguasa bagi Diri Sendiri (self-sovereign, a master of the self / penguasa atas buah pikirannya, penguasa atas dinamika emosi yang dialaminya, dan penguasa atas kata-kata/perbuatannya agar sukses mencapai tujuan yang disasar)

(b) Bagaimana kalau pertemuan di rumah, kita selenggarakan dengan raut wajah yang mencerminkan emosi positif, keterbukaan pikiran, dan sikap yang positif --> Pertemuan Brainstorming; pertemuan membahas berbagai Solusi/Ide-ide Kreatif. 

(c) Bagaimana agar Pertemuan Membahas Tugas / Pekerjaan di rumah, kita selenggarakan dengan raut wajah yang mencerminkan emosi positif, keterbukaan pikiran, dan sikap yang positif mendukung kegiatan/aktivitas tertentu --> lho... kok mirip dengan poin (b)?


Yuk... Tarik Sist... 

Mumpung masih anak-anak.... Bagaimana kalau kita terapkan mulai sekarang...

Atau nanti-nanti saja, dengan risiko masa/periode Berlian (Diamond) anak-anak berlalu, dan tidak pernah kembali lagi... "If not now, then never

Smongko...

Sunday, January 3, 2021

04. Satisfaction fit Contentment

Hari ini, Orangtua mengajak saya merenungkan apa itu contentment dan apa itu satisfaction

Sebelumnya, saya berpikir bahwa satisfaction dan contentment hanyalah sinonim saja (https://www.merriam-webster.com/). ya wiss... sinonim tidak perlu dicari-cari lagilah apa bedanya...

Setelah pagi ini Orangtua saya mengajak merenungkan kedua konsep tersebut, saya jadi berpikir-ulang...  

Sebelum menuliskan hasil diskusi/renungan, saya teringat dengan metode statistik pengujian korelasi.

Ibarat psychological construct, satisfaction adalah variabel X dan contentment adalah variabel Y. 

Oleh karena di dalam kamus kedua konsep tersebut adalah sinonim, maka saya berhipotesis bahwa satisfaction (X) dan contentment (Y) akan memiliki hubungan yang kuat atau memiliki koefisien korelasi yang besar (antara 0,5 s.d. 1,0).

Dengan koefisien korelasi yang besar, tampaknya satisfaction dan contentment akan memiliki lebih banyak persamaan daripada perbedaan. Namun, dari hasil diskusi/perenungan bersama Orangtua, kok tampaknya lebih banyak perbedaannya ya... Setidaknya dari jumlah karakter/huruf untuk menguraikan/menjelaskan, lebih banyak karakter/huruf yang digunakan untuk menjelaskan perbedaan, daripada untuk menjelaskan persamaan.

Baiklah.... apa persamaan dan perbedaan satisfaction dan contentment?

Berdasarkan diskusi dengan Orangtua saya, persamaan satisfaction dan contentment, ada dua yaitu: sama penyebabnya dan sama akibatnya.

Pertama, satisfaction dan contentment sama-sama disebabkan oleh harta karun atau oleh berbagai pencapaian yang telah kita terima; misalnya: nama baik/reputasi, sifat/karakter baik, kondisi kesehatan yang baik, pengetahuan mengenai hakikat kehidupan, dll. terkait sumberdaya/kekuatan yang kita miliki. 

Kedua, satisfaction dan contentment sama-sama meyebabkan kebahagiaan. Semakin tinggi skor satisfaction yang kita miliki, semakin bahagia kita. Demikian pula, semakin tinggi skor contentment yang kita miliki, semakin bahagia kita.

Lalu, apa perbedaan satisfaction dan contentment

Menurut Orangtua saya, perbedaan satisfaction dan contentment terletak pada kadar (kualitas) kebahagiaan yang dirasakan. Dengan kata lain, walaupun satisfaction dan contentment menyebabkan kebahagiaan, tetapi kadar kebahagiaannya berbeda.

Kadar kebahagiaan dalam konsep satisfaction, hanya sampai pada level kognitif/intelektual.  Dalam hal ini, saat kita mengingat, menyadari, mendiskusikan / menceritakan harta karun atau berbagai pencapaian yang telah kita terima, kita akan mencapai kebahagiaan secara kognitif/intelektual. Ada kesenangan / kepuasan pikiran di saat kita kita mengingat, menyadari, mendiskusikan / menceritakan harta karun atau berbagai pencapaian yang telah kita terima.

Lain halnya dengan kadar kebahagiaan dalam konsep contentment. Kebahagiaan yang disebabkan contentment, lebih dari sekadar pada level kognitif/intelektual. Kebahagiaan dalam konsep contentment bersifat substansial, mencapai kedalaman batin / jiwa.  Dalam hal ini, saat harta karun atau berbagai pencapaian yang telah kita terima, kita gunakan/manfaatkan dengan baik, kita akan mencapai kepuasan batin / kepuasan jiwa. Ada kondisi Tenang (ketenangan jiwa) di saat kita dalam kondisi contentment

Dalam kondisi contentment, kita bukan saja mengingat, menyadari, mendiskusikan / menceritakan harta karun atau berbagai pencapaian yang telah kita terima, tetapi kita menggunakan harta karun tersebut dengan baik, mengimplementasikan nama baik/reputasi, menunjukkan sifat/karakter yang baik dalam keseharian, memiliki kondisi kesehatan yang baik, menjadi perwujudan dalam menerapkan berbagai pengetahuan mengenai hakikat kehidupan, dll. 

Demikian sekadar catatan/notula hasil diskusi dan renungan bersama Orangtua mengenai perbedaan satisfaction and contentment... Ibarat pengukuran psikologis (psychological measurement), kebahagiaan dalam konsep satisfaction diindikasikan s.d. angka 7 (skala 1 - 10), tetapi kalau kebahagiaan dalam konsep contentment diindikasikan s.d. angka 9 bahkan angka 10 (skala 1 - 10).  

Saat ini saya jadi berpikir-ulang, walaupun suatu konsep adalah sinonim, mungkin kalau direnungkan akan tetap ada perbedaannya ya... setidaknya perbedaan pada kadar/level/kualitas konsep sinonim tersebut. 

Di tengah kesibukan Orangtua, adalah suatu keberuntungan Orangtua (Ayah / Ibu) bisa mengajak mendiskusikan / merenungkan perbedaan satisfaction and contentment... Di mata anak-anak yang manis... Orangtua adalah perwujudan dari harta karun atau berbagai pencapaian yang dimiliki-Nya.