Wednesday, October 20, 2010

03. Makhluk Halus di "Kamar" - Ku

Pernahkah kita merasa orang lain tidak lagi memberikan perhatian terhadap kita. Orang lain tidak lagi memberikan perhatian yang dahulu sering kita dapatkan. Orang lain tampak “cuek” terhadap kita.

sssiaan deh kita (dibaca dengan gaya…ssssiaan deh lo…)
husss… nda’ sopan ya !! – apaaa coba…?? :) :)

Supaya diri kita tetap merasa nyaman, kita cenderung melakukan rasionalisasi dan menganggap bahwa sifat orang lain pada umumnya seperti itu. Orang lain hanya hormat pada status yang kita miliki. Pada saat kita tidak lagi memiliki status (khususnya status sosial), (kita merasa) orang lain tidak lagi menghormati kita.  

Saat orang lain tidak lagi memerhatikan atau tidak lagi menghormati kita, apakah kita merasa tersinggung atau merasa tidak bahagia?

Jika kita merasa tersinggung, berarti kesadaran kita terhadap batas-batas di sekitar diri yang melingkupi kita, lebih dominan daripada kesadaran kita terhadap “diri” yang sesungguhnya.

Batas-batas yang dimaksud, berkaitan dengan kesadaran kita terhadap badan/dunia fisik ini.

Dengan kata lain, (kesadaran terhadap) badan/dunia fisik, membuat “kita” (merasa) bersinggungan/tersinggung terhadap batas-batas badan/dunia fisik ini.

Kebersinggungan/ketersinggungan terhadap batas-batas badan/dunia fisik ini, hanya dapat kita rasakan; tidak dapat kita lihat, baik dengan teropong, mikroskop, atau dengan kacamata sepuluh ribu dimensi sekalipun…:) :)

Bagaimana rasanya kebersinggungan/ketersinggungan?
ya masing-masing kita bisa merasakannya…
agak sakit/berat.. atau bahkan sakit/berat sekali…

Kondisinya akan lain, jika… kesadaran terhadap batas-batas fisik tersebut, berhasil kita “lampaui”, dengan ingatan/kesadaran pada sifat asli diri kita yang sangat halus.

Bayangkan kalau kesadaran/ingatan kita terfokus pada sifat asli diri kita yang sangat halus; kira-kira, apakah kita masih merasa tersinggung (bersinggungan dengan sesuatu)?

Kemungkinan besar tidak! Kita tidak lagi merasa tersinggung/bersinggungan dengan sesuatu (batas-batas fisik); dan mungkin, bukan saja tidak lagi merasa tersinggung/bersinggungan, tetapi kita mampu/berhasil melampaui batas-batas badan fisik… waduhh… fantastis sekali… :)

Kita ulangi research question kita, “Saat orang lain tidak lagi memerhatikan atau tidak lagi menghormati kita, apakah kita mampu tidak merasa tersinggung dan masih tetap merasa bahagia?”

Jika jawabannya kita masih tetap merasa bahagia (tidak merasa tersinggung), berarti ingatan/kesadaran kita sudah benar-benar fokus terhadap bentuk “diri” kita yang asli, yang sangat halus.

Ya… diri kita yang sesungguhnya, pada hakikatnya damai dan sangat halus, bahkan mampu melampaui batas-batas fisik.

Saking halusnya, “diri” kita yang sesungguhnya tidak bisa tersinggung/bersinggungan dengan sesuatu yang membatasinya.

Prinsipnya: Semakin sadar bahwa “diri” kita dalah jiwa yang memiliki sifat asli sangat halus, semakin kita mampu merasakan kehalusan tersebut. Semakin halus, semakin sedikit ketersinggungan; dan semakin halus, semakin kita mampu melampaui/menembus batas…