Monday, October 4, 2010

08. Kita adalah Keluarga

Saat kita melakukan introspeksi diri, setelah kejadian buruk atau saat situasi yang kurang menguntungkan terjadi, kadang kita mengajukan pertanyaan, “apa yang salah dalam diri saya?”; dibandingkan dengan pertanyaan, “apa yang dapat saya lakukan untuk meningkatkan/menyempurnakan kondisi yang ada?”

Dua pertanyaan di atas, mengandung muatan yang hampir sama, namun sebenarnya berbeda. Persamaannya, niat/tujuan awal dari introspeksi pasti untuk  mencari solusi, agar keadaan menjadi lebih baik. Perbedaannya, terletak pada efek yang dihasilkan dari kedua jawaban dari pertanyaan di atas.

Efek jawaban dari pertanyaan pertama adalah sesuatu yang terkesan mencari kelemahan/kesalahan dan seringkali menimbulkan perasaan menyesal. Sedangkan efek jawaban dari pertanyaan kedua adalah sesuatu yang bersifat membangun dan menimbulkan perasaan antusias.

Cara introspeksi diri dengan pertanyaan pertama, tanpa kita sadari, kadang berkembang lebih lanjut, khususnya jika kita hidup bersama “saudara” kita. Saat terjadi situasi yang kurang menguntungkan bagi kita bersama, pertanyaan yang sering muncul adalah,  “siapa yang harus bertanggung jawab?”, atau secara implicit kita bertanya, “siapa yang harus dipersalahkan…?”

Seperti pada pola pikir di atas, niat/tujuan awal dari introspeksi pasti untuk  mencari solusi. Kita masih yakin bahwa semua dari kita,  tentu ingin mencari solusi yang terbaik, bagi diri sendiri, bagi “saudara” kita, dan bagi kita semua. Tetapi, kenyataan kadang berbeda dengan yang diniatkan.

Pada kenyataannya, kalaupun kita sudah menemukan jawaban dari pertanyaan pertama, yaitu: “siapa yang harus bertanggung jawab?”, terkadang kita masih terus saja mengkritisi kesalahan tersebut (yang belum tentu membantu situasi menjadi lebih baik). Saran/kritik yang hanya disampaikan melalui kata-kata, memang gampang untuk diucapkan.

Hal pertama yang perlu kita sempurnakan dalam pikiran kita, adalah kesadaran bahwa kita semua adalah “saudara”.  Hakikat dari “saudara” adalah saling bahu membahu mencari solusi. Sebagai “saudara”, daripada memberi berbagai macam saran/kritik, lebih baik kita memberi bantuan/aksi nyata. Bantuan/aksi nyata, adalah solusi utama saat kita memiliki kesadaran sebagai “saudara”.