Tuesday, September 2, 2025

02 x 03 = 06 ---> Maragam-ragam / Alusi Au

Hampir satu tahun yang lalu, tanggal 04 September 2024, Bapak Suntanu dan Ibu Jadnyawati (Ayah dan Ibu mertua) memperingati Hari Ulang Tahun Perkawinan ke - 50.

Peringatan Hari Ulang Tahun Perkawinan tersebut sangat istimewa oleh karena untuk peringatan yang ke - 50 tahun

Peringatan Hari Ulang Tahun Perkawinan sendiri diselenggarakan pada tanggal 07 September 2025. Pada hari itu, Ayah dan Ibu mertua dan Semua Keluarga tampak berbahagia sekaligus merasa sangat terharu.


Nah, satu hari menjelang acara peringatan Hari Ulang Tahun ke - 50 Perkawinan Ayah dan Ibu mertua, semua keluarga (om/tante, kakak/adik, anak/cucu) berkumpul sambil bersukacita bersama.

Salah satu lagu yang dinyanyikan adalah Maragam-ragam / Alusi Au (https://youtu.be/AW62JpqCovw?si=h0gi6w9SfvpHJ9Ri)

Tampak di Video tersebut Gayatri Pooja sedang bernyanyi ditemani oleh para sepupunya (Sunja, Kaka, Didi, & Naya); Bapak Suntanu (Ayah Mertua) ditemani Jalid Wayan, Om Henk, Tante Made, dll. (adik-adik dari Ayah dan Ibu mertua) sedang berjoget ๐Ÿ˜ƒ

Secara irama/melodi, lagu tersebut sangat enak, bisa membuat siapapun pun yang mendengarnya tergoda untuk berjoget ๐Ÿ˜ƒ๐Ÿ˜‡


Saat mendengar/menikmati lagu tersebut satu tahun yang lalu, tidak ada keinginan untuk mengerti/memahami arti lirik lagu tersebut.

Namun, karena lagu tersebut sangat enak hingga terus terngiang, saat ngobrol bersama Bapak Raja Oloan Tumanggor (Senin, 25 Agustus 2025, sekitar pk. 13.00-14.00), terbesit keinginan untuk mencari tahu apa arti/makna dari lagu tersebut.

Pak Raja menceritakan apa sebenarnya arti lagu tersebut... arti/maknanya sangat bagus gaes... Terima kasih sharing Pak Raja ๐Ÿค—๐Ÿ˜ƒ 


Arti/makna lagu tersebut kurang lebih menceritakan bahwa pada dasarnya manusia punya banyak keinginan. Berbagai keinginan manusia pada umumnya adalah kekayaan (hamoraon), keberhasilan (hagabeon), kehormatan (hasangapon), atau ketenaran (tarbarita). 

Namun, harapan/keinginan dari si Penyanyi lagu tersebut, tidaklah sama dengan kebanyakan orang. Harapan/keinginan dari si Penyanyi adalah cinta kasihmu (holong ni roham), kata-kata baik atau keramahanmu (denggan ni basam-basami), serta jawaban/konfirmasi atas kedua keinginan/harapan tersebut (Alusia Au).

Wahhhhh... harapan/keinginan yang sangat sederhana lho, yaitu: Cinta Kasih (02) dan Keramahan / Kata-Kata yang Baik (03) ๐Ÿค—๐Ÿ˜‡ ditutup dengan harapan/keinginan untuk Mendapatkan Konfirmasi/Jawaban (06) ๐Ÿ˜ƒ 

02 = Cinta Kasih (Love)

03 = Kerendahan Hati (Humble)

06 = Komunikasi (Cooperation)


Bagus banget ya..., dapat menjadi bahan perenungan bagaimana Ayah dan Ibu mertua bisa sampai pada tahap Hari Ulang Tahun ke - 50 Perkawinan. Tentu perjalanan 50 tahun dilalui dengan setidaknya ketiga nilai: cinta kasih, kerendahan hati/keramahan, dan komunikasi/kerjasama.


Yuk... berikut kita simak arti/makna lengkap lagu MARAGAM-RAGAM / ALUSI AU   (https://youtu.be/usv-Yr2d-dU?si=IFoSmiWwVpdbWruK)


MARAGAM-RAGAM DO ANGGO SITTA-SITTA DI HITA MANISIA

Bermacam-ragam cita-cita pada kita manusia


MARASING-ASING DO ANGGO PANGIDOAN DIGANUP-GANUP JOLMA

Berbeda-beda pula harapan pada setiap orang


HAMORAON HAGABEON HASANGAPON IDO DILULUI NADEBA

Kekayaan keberhasilan kehormatan itulah yang dicari sebagian orang


DI NADEBA ASALMA TARBARITA GOARNA TAHE

Bagi sebagian orang lagi yang penting namanya tenar


ANGGO DIAU TUNG ASING DO SITTA-SITTA ASING PANGIDOANKU

Kalau cita-cita dan harapanku, sungguh lain


MANSAI AMBAL PE UNANG POLA MANGINSAK HAMU TAHE DIAU

Walau agak lain/aneh, tidak perlu engkau mengejekku


SASUDENA NA HUGOARI INDADA I SAUT DI AU

Semuanya yang kusebutkan itu tiada yang terjadi/kesampaian padaku


SITTA-SITTA DIAU TUNG ASING SITUTU DO TAHE

Cita-citaku sungguh sangat berbeda


TUNG HOLONG NI ROHAM I SAMBING DO NA HUPARSITTA-SITTA

Sungguh kasih sayangmu semata yang kucita-citakan


TUNG DENGGAN NI BASAM-BASAMI DO NA HUPAIMA-IMA

Sungguh keramahanmu yang kunanti-nantikan


ASI NI ROHAMMA ITO UNANG LOAS AU MAILA

Tolong belas-kasihmu jangan biarkan aku malu


BEHA ROHAM DOK MA HATAM ALUSI AU

Bagaimana perasaan hatimu,  jawablah aku.


ALUSI AU, ALUSI AU, ALUSI AU, ALUSI AU

Jawablah aku, jawablah aku, jawablah aku, jawablah aku


==== ==== ====

Semoga Ayah dan Ibu selalu berbahagia ๐Ÿ˜‡๐ŸŒป

Terima kasih tak terhingga atas semua teladan Bapak dan Ibu ๐Ÿ’–๐ŸŒน

Cinta Kasih (02), Kerendahan Hati/Keramahan (03), dan Komunikasi/Kerjasama (06) --> 02 x 03 = 06

Wednesday, March 19, 2025

11. Berapa Harga dari sebuah Waktu?

Ayah saya pernah berpesan bahwa waktu sangat berharga.

Orang-orang pun sering mengatakan bahwa waktu sangat berharga.

Bagaimana maksud dari waktu sangat berharga?


Berikut ini saya coba mengingat-ingat dan mengelaborasi tiga pesan Ayah terkait dengan waktu yang berharga


Pertama. Saat kita sudah mengetahui deadline (batas akhir dari kesempatan/waktu yang diberikan), maka kita akan mulai menghargai waktu; waktu menjadi sangat berharga. Berapa lama lagi waktu yang diberikan kepada kita, kepada orang terdekat kita, atau kepada sahabat kita? Saat kita mengetahui secara pasti deadline (batas waktu) dari diri kita, dari orang tua kita, atau dari sahabat kita, kita akan mulai menyadari bahwa waktu menjadi sangat berharga.

Kedua. Waktu (yang terbatas) akan sangat berharga jika kita dapat memberikan manfaat, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain atau untuk orang-orang terdekat. Harga dari waktu yang terbatas, diukur dari seberapa besar manfaat yang dapat kita peroleh/berikan.

Ketiga. Manfaat yang kita berikan, dapat bersifat: (a) terbatas (fisik) atau (b) bersifat tidak terbatas (non-fisik: pengetahuan, kedamaian, kebahagiaan). Berbagi kedamaian dan keceriaan dapat kita lakukan kapan saja, khususnya saat kita tidak memiliki banyak harta yang bersifat fisik. 


Nah, berdasarkan ketiga pesan tersebut, waktu sangat berharga saat kita mempertimbangkan dan memutuskan untuk memberikan manfaat yang bersifat tidak terbatas (non-fisik), saat waktu kita terbatas.


Terima kasih, selamat pagi, selamat beraktivitas ๐Ÿ™๐ŸŒท๐ŸŒผ๐ŸŒป๐ŸŒบ๐Ÿค—๐ŸŒน๐Ÿชท๐Ÿ’ฎ๐ŸŒธ๐Ÿ’๐Ÿ˜‡

Sunday, January 26, 2025

12. The Sound of Silence: Bagaimana Suara dari Keheningan?

Bersuara (kondisi dengan suara) adalah suatu kebiasaan..., 

Kebiasaan tersebut semakin menguat karena kita sering banget ingin membuat program yang selalu ada suara. Misalnya: program kuliah umum, konser lagu/musik, diskusi, seminar, kumpul-kumpul/ketawa-ketiwi, pertunjukan drama, dll..

Coba cek deh, kalau kita lagi sendirian.... kaya'nya nggak enak kalau nggak stel TV (pakai suara), nggak enak mau tidur, mau mandi, mau makan, dll. tanpa musik/tanpa lagu/tanpa video/tanpa suara?

Pokoknya, kita terbiasa selalu ingin dalam kondisi yang ada suara; hehehe... aneh juga ya ... kalau ada acara kumpul rame-rame.... tapi nggak ada suara atau minim suara๐Ÿ˜€๐Ÿ˜„


Oleh karena bersuara sudah menjadi kebiasaan; tampaknya kita nggak perlu menciptakan keinginan untuk berada dalam kondisi/situasi bersuara...,  

Kondisi psikologis yang justru perlu diciptakan  adalah keinginan untuk berada dalam situasi/kondisi tanpa suara... 

Tampaknya adalah hal yang bagus, kalau kondisi tanpa suara bisa menjadi kebiasaan... seperti kita terbiasa dalam kondisi dengan suara.


Jadi, untuk mengimbangi situasi/kondisi dengan suara, bagaimana kalau kita berencana membuat program yang tanpa suara atau program menghening cipta bersama... sehening-heningnya malam tanpa bulan, Bro... ๐ŸŒƒ๐ŸŒŒ๐ŸŒ‰


Marilah kita mengheningkan cipta....

1, 2, 3, 4, 5, 6, ....

Mengheningkan cipta selesai...

Lho... perasaan... baru dimulai...

Keheningan adalah hal yang unik, yang mungkin jarang diprogramkan atau jarang diinginkan


Kita boleh berpikir  atau memproyeksikan kondisi kita pada masa-masa beberapa tahun ke depan..., 

Ketika waktu kta semakin "dekat", kemungkinan (besar) kita akan banyak berada dalam kondisi keheningan...(atau kesepian?)

- Mungkin orang-orang yang dulu dekat dengan kita, akan punya kesibukan lain

- Mungkin anak-anak yang dulu biasa ada di rumah bersama kita, akan sibuk bekerja;

- Mungkin pasangan/sahabat sudah meninggalkan badan (berpulang) satu per satu;

- Mungkin kita dalam kondisi sakit, kurang sehat, sendirian di kamar;

- Mungkin kita kehabisan pulsa, sehingga tidak dapat akses internet ๐Ÿค—;

- Mungkin kita dalam keadaan terpuruk lainnya, yang membuat kita tidak dapat mengakses suara.


Pokoknya..., banyak kemungkinan yang akan kita hadapi di masa depan, yang mungkin membuat kita jauh dari acara/kondisi/situasi dengan suara.


Lalu apa yang kita perlukan? 

Bersiaplah... berlatihlah...

Berlatih, hingga kondisi keheningan menjadi senyaman kondisi bersuara.


Coba kita simulasikan...

Kalau kita punya waktu 10 menit, bagaimana kita akan menggunakan waktu tersebut?

Opsi 1: 10 menit dalam kondisi bersuara?

Opsi 2: 5 menit dalam kondisi bersuara; 5 menit dalam kondisi keheningan?

Opsi 3: 10 menit dalam kondisi keheningan?


Apakah kita sudah nyaman dengan Opsi 3. Jika kita nyman dengan Opsi 3, maka kita sudah "siap", merasa nyaman dalam kondisi keheningan, tanpa merasa kesepian... (di masa mendatang).

Kalau belum bisa Opsi 3, setidaknya pilih Opsi 2.

Kata Ayah saya, keheningan (silence) memiliki keunggulan dari iptek/science. Kata Beliau, di dalam keheningan (silence), kita mendapatkan penglihatan ilahi (divine vision). 


Latihan untuk Opsi 3 atau Opsi 2, dapat dimulai atau dijembatani dengan kondisi duduk tenang sambil mendengarkan musik instrumental --> suara lagi ya Bro./Sis.? ☺️๐Ÿ˜ --> nggak apa ya Bro./Sis., hanya jembatan untuk masuk ke dalam situasi / kondisi / perenungan tanpa suara, atau melampaui (kecepatan) suara.

Salah satu musik instrumental yang dapat dicoba untuk berlatih keheningan (silence) adalah lagu The Sound of Silence (versi Panflute Instrument)... atau The Sound of Silence versi Nini Music. (versi Yueqin dan Erhu Instrument).

Lagu tersebut pernah digunakan untuk dalam Peringatan 10 Tahun Peristiwa 9/11 (Keruntuhan Twin Tower / World Trade Center di tahun 2001) --> sambil mengheningkan cipta ya Bro. ๐Ÿ˜‡๐Ÿซฐ


Judul lagu itu unik, Bro... Silence kok ada Sound-nya... Coba bayangkan suara dari keheningan? Suaranya seperti apa ya? 

๐ŸŒบ๐ŸŒป๐ŸŒผ๐ŸŒน