Wednesday, August 17, 2011

66. Manfaat "Kita" untuk ke-Merdeka-an

Tujuh belas agustus tahun empat lima…
Itulah hari kemerdekaan kita… (weitstop dulu)

Di situ ada kata “kita”…

Mengapa di blog ini, penulis sepertinya banyak menggunakan kata “kita”?

Pada hari ulang tahun Indonesia yang ke 66 ini, tampaknya merupakan saat yang paling tepat untuk mengungkapkannya…(Enam = 6 = Cooperation; 66 = Double Cooperation; atau 66 = Kerjasama yang Sangat Baik)

Kita…
Sipil dan Militer
Tua dan Muda
Murid dan Guru
Orang Tua dan Anak
Laki-laki dan Perempuan
Buruh dan Majikan
Rakyat dan Pemerintah
Supir dan Penumpang
Mahasiswa dan Dosen
… dan …
… dan …
… dan …

Kita…
adalah kata yang mewakili kondisi, dimana terdapat dua (atau lebih) unsur yang bekerjasama
Saat dua (atau lebih) unsur tersebut bekerja sama, maka akan menjadi
Kita…

Untuk mengungkapkan ke-kita-an, sebenarnya banyak sumber yang dapat menjadi bahan acuan bagi kita; namun untuk kemudahan bagi penulis, kita ambil saja contoh dari militer, yang tampak sering menerapkan nilai kerjasama (cooperation).

Tentara adalah contoh nyata dari para jiwa yang mampu menerapkan nilai kerjasama. Lihat saja bagaimana tentara membersihkan lingkungannya, bagaimana tentara mendirikan basecamp, bagaimana tentara membangun sarana/prasarana, bagaimana tentara merencanakan latihan gabungan, bagaimana tentara mempersiapkan dapur umum, bagaimana tentara menuntaskan operasi militer, bagaimana tentara membebaskan gedung/pesawat/kapal yang sedang dibajak, atau bagaimana tentara menolong korban bencana alam; semuanya dilakukan dengan nilai kerjasama.  

Nilai kerjasama adalah sumber dan akibat dari kondisi “kita”. Dengan sering-sering bekerjasama, kita mampu membentuk kondisi “kita” yang sungguh-sungguh, bukan yang pura-pura. Selanjutnya, kondisi “kita” yang ada saat ini, adalah modal (yang sangat bernilai) untuk mencapai impian/tujuan kita di masa mendatang.

Kondisi “kita” adalah ciri utama dari social resilience.

Apa sih yang dimaksud dengan social resilience?

Dalam artikelnya, Cacioppo, Reis, dan Zautra (2011) memperkenalkan konsep social resilience. Menurut Cacioppo et al. (2011), konsep social resilience terbentuk pada saat individu berkenan mempersepsi perannya sebagai bagian dari tim/kelompok, dan mengubah konsep “saya” menjadi “kita”.

Lebih lanjut Cacioppo et al. menjelaskan social resilience sebagai berikut:

“…social resilience is the capacity to foster, engage in, and sustain positive relationships and to endure and recover from life stressors…  social resilience emphasizes the role of connections with other individuals, groups, and large collectives… What is unique about social resilience is an appreciation for the key contributions to human welfare of coordinated social activity and feelings of connectedness and “we-ness.” (Cacioppo et al., 2011, p. 44)

Berdasarkan kutipan di atas, konsep “kita” banyak manfaatnya, atau tidak ada ruginya untuk diterapkan. Banyak manfaat, terutama untuk mengatasi berbagai masalah kehidupan (life stressors) dan meningkatkan kesejahteraan umat manusia (human welfare).

Dalam kehidupan militer (di negara/budaya yang menganut faham individualis sekalipun), para tentara diajarkan untuk senantiasa mampu menerapkan nilai kebersamaan. Nilai kebersamaan seolah-olah menjadi sistem/aturan di dalam kehidupan militer.

Bagaimana dengan kehidupan di luar militer? Apakah masih dimungkinkan untuk menerapkan nilai kebersamaan?  Jawabannya masih…, namun ada tantangan.

Cacioppo et al. menyatakan bahwa hambatan untuk mewujudkan kebersamaan, ke-kita-an, atau konsep social resilience adalah cara pandang kita terhadap orang lain; seperti yang terkutip dalam artikelnya sebagai berikut: “…one obstacle to social resilience is viewing others as different from oneself and, therefore, as outgroup members who represent a threat rather than a resource...” (p. 49)

Berdasarkan kutipan tersebut, jelas hambatannya bukan pada kondisi di luar diri kita atau pada orang lain, tetapi hambatannya sangat dekat dengan kita, bahkan di dalam diri kita, yaitu pikiran kita sendiri yang mempersepsi/memandang bahwa orang lain memiliki sifat-sifat/tujuan/karakter yang berbeda dengan kita, serta memandang bahwa orang lain adalah ancaman, bukan sumber manfaat.

Lalu bagaimana solusinya?

Solusinya...adalah dengan mengajukan pertanyaan

Pertanyaannya adalah: Bagaimana, agar kita bisa mengubah setiap pandangan yang bersifat ancaman menjadi pandangan yang bersifat manfaat

Bagaimana caranya… ?

Caranya ya dengan bertanya…

Contoh pertanyaan:

Bagaimana saya sebagai Orang yang lebih Tua, bermanfaat bagi Orang yang lebih Muda?
Bagaimana saya sebagai Orang yang lebih Muda, bermanfaat bagi Orang yang lebih Tua?

Bagaimana saya sebagai Supir bermanfaat bagi Penumpang?
Bagaimana saya sebagai Penumpang bermanfaat bagi Supir?

Bagaimana saya sebagai Mahasiswa bermanfaat bagi Dosen?
Bagaimana saya sebagai Dosen bermanfaat bagi Mahasiswa?

Bagaimana saya sebagai Murid bermanfaat bagi Guru?
Bagaimana saya sebagai Guru bermanfaat bagi Murid?

Bagaimana saya sebagai Sipil bermanfaat bagi Militer?
Bagaimana saya sebagai Militer bermanfaat bagi Sipil?

Bagaimana saya sebagai Orang Tua bermanfaat bagi Anak?
Bagaimana saya sebagai Anak bermanfaat bagi Orang Tua?

Bagaimana saya sebagai Laki-laki bermanfaat bagi Perempuan?
Bagaimana saya sebagai Perempuan bermanfaat bagi Laki-laki?

Bagaimana saya sebagai Buruh bermanfaat bagi Majikan?
Bagaimana saya sebagai Majikan bermanfaat bagi Buruh?

Bagaimana saya sebagai Rakyat bermanfaat bagi Pemerintah?
Bagaimana saya sebagai Pemerintah bermanfaat bagi Rakyat?

dst.

Ingat…
Bagaimana saya sebagai … bermanfaat bagi…


Sumber Pustaka:
Cacioppo, J. T., Reis, H. T., & Zautra, A. J. (2011). Social resilience. The value of social fitness with an application to the military. American Psychologist, 66(1), 43–51.


Yuk kita lanjutkan nyanyian Hari Merdeka (Cipt: H. Mutahar)


Tujuh belas agustus tahun empat lima…
Itulah hari kemerdekaan kita… (lanjutkan…)

Hari merdeka.., nusa dan bangsa
Hari lahirnya bangsa Indonesia…
Mer…de…ka…

Sekali merdeka tetap merdeka…
Selama hayat masih di kandung badan…

Kita tetap… setia…tetap... sedia…
Mempertahankan Indonesia

Kita tetap… setia…tetap... sedia…
Membela negara kita