Monday, May 16, 2011

09. Mengatakan “Hal yang Sebenarnya” kepada Orang Lain

Manisnya pengalaman akan dialami saat kita mengatakan “hal yang sebenarnya” kepada orang lain. “Hal yang sebenarnya” seringkali dipersepsikan sebagai sesuatu yang menyakitkan.
Se-benar-nya, penyampaian “hal yang sebenarnya” kepada orang lain, akan dirasakan sebagai suatu pengalaman yang manis, bukan pengalaman yang menyakitkan.
Secara sederhana, ada dua kondisi, agar penyampaian “hal yang sebenarnya” tidak dipersepsikan sebagai pengalaman yang menyakitkan.
Pertama. Untuk menyampaikan “hal yang sebenarnya” kepada orang lain, tanpa dipersepsikan sebagai sesuatu yang menyakitkan, mungkin kita memerlukan waktu sejenak untuk hening (barang 5, 10, 30 menit, atau bahkan seharian) untuk memikirkan isi dan cara menyampaikannya.
Kedua. “Hal yang sebenarnya” yang kita sampaikan kepada orang lain, bukan hanya hal-hal yang bersifat perlu diperbaiki, tetapi juga hal-hal yang bersifat sudah baik. Jika kita hanya menyampaikan hal-hal yang bersifat perlu diperbaiki, kita hanya menyampaikan sebagian kebenaran, bukan kebenaran secara utuh.
Seberapa percayakah kita bahwa di dalam setiap jiwa sebenarnya selalu ada kebaikan atau hal positif…?
Banyaknya kebaikan atau hal positif yang kita jumpai pada orang lain, dimulai dari penemuan terhadap satu kebaikan yang dimiliki oleh orang tersebut….semakin banyak kita temukan kebaikan pada diri orang lain, semakin utuh kebenaran yang tampak.
Kata-kata kita akan memiliki kekuatan, saat kita menyampaikan “hal-hal yang sebenarnya” ada pada orang lain. Orang lain akan merasakan bahwa kata-kata kita adalah suatu kebenaran (sifat asli) tentang dirinya, saat kata-kata kita diterima sebagai sesuatu yang tidak menyakitkan…