Tahap
awal untuk meningkatkan kemampuan konsentrasi adalah menyadari dan mengenali hal yang menyebabkan kita tidak dapat berkonsentrasi.
Tidak berkonsentrasi adalah kondisi pada saat kita memikirkan hal yang tidak seharusnya kita pikirkan. Misalnya memikirkan apa?
Berdasarkan
diskusi dengan Ayah saya, hal yang paling sering kira pikirkan, namun
seharusnya tidak kita pikirkan, misalnya memikirkan nama dan bentuk (dari sosok
tertentu).
Jadi... tidak boleh memikirkan nama dan bentuk dari sosok tertentu ya?
Boleh saja... asal... dilakukan pada saat kita sedang belajar mengenai tokoh sejarah... apalagi
kalau besok ujian / ulangan / kuis... hehehe...
nah... kalau memikirkan nama dan bentuk (dari sosok tertentu), selain untuk kegiatan
belajar mengenai tokoh sejarah, bagaimana?
Boleh sih, tapi... siap-siap konsentrasi kita terhadap
materi pelajaran / pekerjaan akan menurun... (apalagi kalau nama dan bentuk dari sosok tersebut, bukan bagian pokok dari materi pelajaran / pekerjaan)
Kata
Ayah saya (yang berprofesi sebagai Dokter
Ahli Bedah-Pikiran), kondisi terlalu sering memikirkan nama dan bentuk (dari sosok
tertentu), adalah suatu jenis penyakit (kelompok jenis penyakit tersebut mohon bantuan dicek di kamus Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, sudah ada atau belum nama diagnosisnya....; kalau belum ada, nanti boleh kita usulkan...).
Sadar atau tidak sadar, mau atau tidak mau, ingatan terhadap nama dan bentuk, merupakan kondisi yang cukup banyak mengambil (menyedot) porsi energi pikiran. Ingatan terhadap nama dan bentuk dapat diibaratkan seperti penyakit kanker...
Sadar atau tidak sadar, mau atau tidak mau, ingatan terhadap nama dan bentuk, merupakan kondisi yang cukup banyak mengambil (menyedot) porsi energi pikiran. Ingatan terhadap nama dan bentuk dapat diibaratkan seperti penyakit kanker...
Menurut
Beliau, cara mengobati penyakit ini adalah
dengan mengutarakan kepada-Nya, tentang nama
dan bentuk tersebut, setelah kita menyadarinya
sebagai penyebab gangguan konsentrasi.
Dengan
mengutarakan kepada-Nya, dan menyatakan bahwa kita ingin penyakit ini sembuh/hilang,
dan yang ada hanyalah pikiran yang sangat bersih, jernih, dan berguna, Beliau
secara profesional akan membedah dan
mengangkat penyakit tersebut dari pikiran kita. Wauww... bagaimana mekanismenya ya... PR bagi ilmuwan psikologi untuk
menjelaskan cara kerja sang Dokter Ahli
Bedah-Pikiran secara teoretis, serta merancang metode eksperimen untuk membuktikannya
secara empiris...
Pasca
operasi, Ayah sebagai sang Dokter Ahli
Bedah-Pikiran selalu berpesan kepada para pasien-Nya: “Ibu/Bapak/Sdr./Anak-anak yang termanis, setelah Saya angkat penyakit ini, mohon menjaga pikiran lho ya... pikir-kan hanya hal-hal yang bersih saja, jangan pikir-kan nama dan bentuk lagi... kecuali sedang menghadapi ujian / ulangan / kuis sejarah, supaya bisa dapet 95, 99, atau 100...”
Lalu
pasien-Nya menjawab: “Iya Dok...Terima kasih banyak Dok... Nanti
kalau saya sakit lagi, mohon jangan bosen ya Dok”
Lhoo... belum pulang dari Dokter, si pasien kok malah
sudah ada rencana sakit lagi... :-)