Thursday, November 25, 2010

05. Konflik Nilai, Konfliknya Orang Bijak

Tanda positif (+) adalah tanda yang mewakili hubungan vertical maupun horizontal. Tanda (+) tersebut adalah tanda yang menunjukkan keseimbangan. Apa yang dimaksud dengan keseimbangan?

Beberapa orang menyatakan bahwa keseimbangan adalah hidup yang proporsional antara bekerja, belajar, dan bermain. Beberapa orang lagi menyatakan bahwa keseimbangan adalah hidup yang proporsional antara pemenuhan kebutuhan materi dan pemenuhan kebutuhan rohani.

Berbagai pernyataan tersebut boleh-boleh saja diterima sebagai suatu pola pikir.

Dalam artikel ini, konsep keseimbangan lebih diartikan pada kondisi di mana kita bisa memanfaatkan  sumber daya positif di dalam diri kita (nilai-nilai) secara harmonis. Contoh: kita mampu mengharmoniskan antara (a) ketelitian/kecermatan dan kecepatan dalam bekerja, (b) kepatuhan terhadap norma/peraturan dan pertimbangan yang bersifat bijaksana, atau (c) kesetiakawanan terhadap rekan kerja dan kejujuran menyatakan hal yang sebenarnya.

Mengharmoniskan ketelitian/kecermatan dan kecepatan dalam bekerja, bagi sebagian orang adalah hal yang mudah, tetapi bagi sebagian orang lagi adalah tantangan. Saat kita cepat dalam bekerja, sangat ideal jika disertai dengan ketelitian/kecermatan terhadap hasil kerja. Permasalahannya, umumnya jika kita mengutamakan ketelitian/kecermatan, waktu yang dibutuhkan menjadi lebih lama; sebaliknya, saat kita harus mengerjakan suatu pekerjaan secara cepat, adakalanya kita memberikan perhatian terhadap hal-hal yang pokok saja, sehingga hal-hal yang detil kadang terlewati.

Demikian pula harmonisasi kepatuhan terhadap norma (penegakan peraturan) dan pertimbangan yang bersifat bijaksana. Misalnya, menurut aturan, setiap siswa tidak boleh datang terlambat. Pada kasus-kasus tertentu, dibutuhkan kebijaksanaan untuk memilah mana kondisi yang tidak dapat diterima dan mana kondisi yang masih dapat diterima. Katakanlah, seorang siswa terlambat, karena ia harus mengurus ibunya yang sedang sakit. Apakah siswa tersebut masih diterima untuk masuk kelas, jika ia datang terlambat?  Tapi…apakah siswa tersebut masih berani untuk datang, jika ia sudah tahu pasti terlambat? Seberapa jujur siswa tersebut dan seberapa percaya seorang guru terhadap alasan siswa tersebut?

Contoh lain dari hal yang memerlukan keharmonisan adalah antara kesetiakawanan terhadap rekan/sahabat dan kejujuran untuk menyatakan hal yang sebenarnya. Kesetiakawanan adalah hal yang baik, kejujuran juga adalah hal yang baik. Menyeimbangkan antara hal yang baik dan hal yang baik lainnya kadang kala adalah hal yang sulit. Ada kalanya, kita dihadapkan pada kondisi di mana kita harus mengerjakan tugas dengan segera, namun pada saat yang bersamaan kita dihampiri oleh rekan, sahabat, atau orang yang kita hormati/sayangi. Ada kalanya kita ingin mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian, tetapi pada saat yang bersamaan, teman dekat kita mengajak ngobrol atau minta ditemani… Bagaimana agar semua kebaikan tersebut kita dapat? Bagaimana kita secara jujur menyatakan hal yang sebenarnya kepada teman, tanpa menyinggung perasaannya?

Mengharmoniskan dua atau lebih hal yang baik adalah sangat ideal. Namun, pada saat berbagai kebaikan tersebut sulit untuk didapatkan sekaligus, mungkin kita harus memilih atau mengambil keputusan secara bebas tanpa perasaan tertekan. Semua keputusan adalah baik dan benar, asalkan tidak ada perasaan menyesal di kemudian hari. 

Thursday, November 11, 2010

04. Masa-masa Bahagiaku

Keheningan adalah suatu usaha untuk menemukan “diri sejati”. Jiwa (soul) adalah “diri sejati” yang memegang identitas dari segala sesuatu tentang “saya” dan “anda”. Jiwa adalah identitas asli diri kita; Saat kita menyadari-"nya", kita akan mendapat makna dan arah/tujuan hidup kita.

Kondisi inilah yang kita sebut sebagai kesadaran “who am I” yang merupakan jawaban atas pertanyaan “siapa saya”. Pertanyaan ini umumnya muncul saat kita menginjak usia remaja; praktisi psikologi sering menyebutnya sebagai pencarian jati diri/identitas.

Setelah lanjut dari masa remaja, mudah-mudahan pertanyaan tersebut sudah dapat kita jawab dengan benar. Kebenaran jawaban atas pertanyaan tersebut membuat kita dapat berbahagia; berbahagia dengan senantiasa fokus pada kondisi “saya” pada saat ini, bukan pada masa lalu, atau pada masa depan.  

Saat ini, detik ini, adalah kondisi di mana saya merasa bahagia… :)
Kapan lagi kita akan merasakan hal yang sama? :)

Wednesday, November 3, 2010

08. Membicarakan Sifat Orang Lain = Membicarakan Sifat Diri Sendiri

Ketika kita dapat melihat lebih dekat pada diri sendiri, kita bisa melihat sifat (trait) mana dalam kepribadian kita, yang ingin kita ubah (menjadi lebih positif). Sebutlah misalnya sifat/kecenderungan untuk mengobservasi dan membicarakan perilaku orang lain “yang kurang berkenan bagi kita”. Misalnya lho ya...

Mengobservasi perilaku orang lain pada hakikatnya adalah hal yang netral. Tetapi, membicarakan perilaku orang lain “yang kurang berkenan bagi kita”…belum tentu netral…

Saat kita membicarakan perilaku orang lain, yang terjadi adalah proses proyeksi. Isi pembicaraan mengenai perilaku orang lain, adalah cermin dari kualitas yang ada di dalam diri kita. Sulit bagi kita yang punya kualitas bijaksana, untuk mengatakan bahwa orang lain tidak bijaksana. Sulit bagi kita yang punya kualitas welas asih, mengatakan orang lain pelit. Sulit bagi kita yang punya kualitas pemaaf, mengatakan bahwa orang lain pemarah. Sulit bagi kita yang punya kualitas menghargai, mengatakan bahwa orang lain kurang sopan…hehehe…

Jika kita punya kualitas menghargai, welas asih, pemaaf, dan bijaksana, kita tidak akan membicarakan perilaku orang lain "yang kurang berkenan bagi kita". Sifat-sifat orang lain yang kita bicarakan, adalah sifat-sifat diri kita. Mengubah sifat orang lain = mengubah sifat diri sendiri.

Lain halnya saat kita membicarakan perilaku orang lain secara professional. Saat membahas perilaku orang lain secara professional, output-nya adalah berupa laporan pemeriksaan psikologis atau berupa point-point rekomendasi untuk perbaikan diri sendiri dan juga untuk perbaikan orang lain.

Pertanyaannya: Bagaimana laporan psikologis yang dibuat oleh professional yang memiliki sifat/kualitas menghargai, welas asih, pemaaf, dan bijaksana? :)